30 October 2013

Kedamaian Memerlukan Kebebasan

Dalam kehidupan pribadi maupun pergaulan yang cukup luas, sering saya bertemu dengan kehidupan yang tidak bebas. Kondisi terakhir ini, tidak hanya monopoli orang bawah dan miskin materi. Ia juga menghinggapi kalangan atas. Bedanya cuma satu. Orang bawah terpenjara di bawah. Orang atas terpenjara di atas.

Di tengah mobil-mobil mewah, jangan pikir tidak ada orang yang merasa tidak bebas. Di rumah-rumah mahal dan berlokasi elit, jangan dikira tidak ada orang yang merasa tidak pernah menikmati kebebasan. Malah sebaliknya, secara kualitatif, orang atas memiliki ketakutan (baca: ketakutan ke­hilangan harta, dirampok, kehilangan jabatan, dan lain-lain) yang jauh lebih tinggi dibandingkan orang bawah. Maka, kehidupan mewah yang dibayangkan orang penuh ke­bebasan, ternyata sebuah penjara yang sangat menyedihkan.

Tentu bukan maksud saya untuk mempengaruhi Anda agar menakuti kekayaan materi. Namun, yang ingin saya ceritakan bukan di situ letaknya fondasi kokoh kedamaian. Dia bersembunyi pada kehidupan yang penuh kebebasan. Terutama kebebasan hati dan pikiran.

Seorang sahabat yang kebetulan sejak lahir sudah kaya secara materi, sering saya ketemu dengan wajah berkerut.

Bahkan, hampir di setiap pertemuan ia memiliki wajah berkerut tadi. Awainya, saya anggap hanya sebuah kondisi situasional semata. Namun, begitu wajahnya selalu demi­kian, kerap saya dalami, apa yang ada di balik kerutan wajahnya yang dibungkus kemewahan? Suatu ketika dia mengakui, bahwa dia sangat mengkhawatirkan masa depan­nya. Kekayaan dan kemewahan yang dia miliki sekarang semuanya hasil keringat orangtuanya. ’Kalau saja suatu waktu orangtua saya meninggal, mampukah saya memper­tahankan semua ini?’, demikian ia bertanya kepada saya.

Inilah salah satu penjara kebebasan. Penjara ini bernama penjara kekhawatiran akan masa depan. Di salah satu kesempatan duduk di rumah yang sering kali didatangi burung gereja, kerap saya berpikir. Burung gereja tidak menanam sesuatu. Tidak bersekolah sejak kecil hingga besar. Kalau burung gereja saja bernyanyi setiap hari, kena­pa kita harus menakuti masa depan? Itu baru penjara kekhawatiran akan masa depan. Ada lagi penjara yang bernama penjara gengsi dan harga diri. Banyak orang di zaman ini yang diikat keras-keras oleh penjara tersebut. Ada yang mengisi rumahnya dengan mobil dan barang-barang supermewah, bahkan berani dengan cara berutang. Ada yang membawa palm top serta perangkat canggih lainnya yang belum diperlukan. Atau, di bawah sana ada orang yang sedikit-sedikit merasa harga dirinya diinjak orang. Dilihat mukanya sebentar saja sudah membentak: ’apa lihat-lihat!?’ Tidak sedikit buruh dan pekerja yang membakar pabrik, atau melakukan demonstrasi karena hal-hal yang berbau harga diri. 

Supir bus kota di Jakarta yang sebagian sangar, juga banyak berkelahi-bahkan ada yang kehilangan nyawa-karena faktor harga diri. Maka diikatlah kita keras- keras tanpa bisa bergerak oleh penjara harga diri. Orang atas membayarnya dengan uang dalam jumlah besar. Bahkan bisa menciptakan utang tidak terhitung. Orang bawah mem­bayarnya dengan kehilangan pekerjaan dan nyawa sekalian. Semua itu membuat saya bertanya, sebegitu mahalkah harga diri harus dibayar?

Dalam sebuah kesempatan, seorang sahabat yang sangat saya kagumi dituduh melakukan kesalahan. Akibat kesa­lahan itu, dia tidak hanya malu, tetapi kehilangan sebagian reputasinya di depan pemilik perusahaan. Demikian sulitnya membuktikan kesalahan, dia biarkan saja dirinya dihina dan dicaci orang. Bahkan, ada orang yang menghujatnya di depan umum. Dengan penuh keheranan, plus solidaritas teman yang mau membela saya bertanya kepadanya: ’Kenapa Anda tidak membela diri?’ Dengan enteng dia men­jawab: ’Biarkan saja!’

Setahun setelah persoalan berlalu, auditor independen dari luar melakukan kegiatannya untuk kepentingan rapal umum pemegang saham tahun berikutnya. Dan terbukalah semuanya. Singkat cerita, sahabat tadi tidak bersalah. Maka ramai-ramailah orang meminta maaf. Ketika saya tanya kenapa ekspresi mukanya biasa-biasa saja, sekali lagi dia menjawab: ’Biarkan saja!’

Awainya, saya heran betul dengan sahabat ini. Namun setelah menyelami hakikat penjara harga diri dan beleng- gunya, saya kagum. Inilah contoh sahabat yang tidak meng­izinkan dirinya dipenjara harga diri. Bukankah harga din dan gengsinya hanya sebuah pengertian yang sangat relatif;

Di samping kekhawatiran akan masa depan maupun harga diri, sebenarnya masih ada lagi penjara lain yang membelenggu kebebasan. Utang kita kepada orang yang sudah meninggal, kesalahan fatal yang pernah terjadi duk hanyalah sebagian dari penjara-penjara pikiran yang sangat potensial memperkosa kebebasan. Kemudian, membuat kita bermusuhan selamanya dengan kedamaian. Apa pun ben- tuknya, kita memerlukan usaha sengaja agar segera keluar dari sana.

Sebagaimana burung gereja yang bernyanyi setiap hari, kendati tidak pernah menanam pohon untuk masa depan. Atau sebagaimana sahabat tadi yang enteng dan ringan saja menerima hinaan dan hujatan orang lain. Di tengah luas dan kayanya pikiran, akankah Anda membiarkan diri Anda ter­penjara oleh harga diri, kekhawatiran akan masa depan dan penjara-penjara lainnya?

28 October 2013

Keinginan Itu Membutakan

Salah satu acara tetap yang diadakan oleh pengelola site saya adalah chatting. Di antara sekian chatting’ sudah berlalu, topik yang mendatangkan pengunjung paling banyak adalah topik ’hidup ini indah’. Sebagaimana biasa, selalu ada pro-kontra dalam setiap wacana. Saya tidak perlu lagi menjelaskan alasan-alasan orang yang pro terhadap konsep hidup ini indah. 

Terutama, karena sudah sangat jelas bagi saya. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menganggap saya ’melebih-lebihkan’ kenyataan tentang hidup ini indah. Secara lebih khusus, mereka yang kurang terhibur oleh film Italia dengan judul Life is Beautiful. Tulisan ini bukan pledoi. 

Hanya renungan lebih lanjut dari pemikiran saya terdahulu tentang hidup ini indah, Mungkin saja tuduhan orang benar, bahwa saya melebih-lebihkan. Pengalaman yang berbeda bisa membawa kesimpulan yang berbeda juga. Di tengah pro-kontra ini, izinkan saya memperjelas lagi argumen-argumen dahulu.

Coba cermati tempat Anda duduk saat ini. Dengan jabatan, kesehatan, uang, serta dukungan keluarga yang Anda miliki saat ini-sekali lagi saat ini. Saya tidak tahu posisi Anda dalam hal ini. Saat tulisan ini dibuat, ada problema dalam jabatan yang saya duduki. Kesehatan saya lumayan bagus. Uang tergantung pembandingnya. Dukungan keluarga saya, syukur alhamdullilah. Dan duduk di rumah di pinggir kali yang anginnya sedang bertiup kencang.

Anda boleh menyimpulkannya dengan indah atau tidak indah. Bagi saya pribadi, di hotel berbintang lima plus, maupun di rumah yang berlantai tanah liat serta beratap jerami, selalu tersembunyi keindahan dan kenikmatan. Dengan penuh rasa syukur saya ucapkan kepada Tuhan, saya pernah hidup di perkampungan kumuh dengan baju berceceran di lantai-karena tidak punya lemari baju. Pernah juga hidup dalam standar orang-orang yang berpunya. Dan yang namanya kenikmatan, dia hadir baik ketika di tempat kumuh, maupun di tempat yang disebut orang mewah.

Dalam kejernihan saya ingin bertutur kepada Anda, di kedua tempat tadi manusia sama-sama memakan sepiring lebih nasi dan lauknya. Tidur sekitar enam sampai delapan jam semalamnya. Menghirup udara dengan jumlah yang tidak jauh berbeda. Kalau bepergian, menggunakan apa pun bisa sampai di tempat tujuan. Dalam kasus diri saya, ada sebuah tambahan yang membuatnya lebih indah lagi: hidup bersama anak mertua yang sama, serta sejumlah anak kecil ’ yang juga sama.

Beda antara dua kehidupan ekstrem yang pernah saya lalui hanya satu: keinginannya yang berbeda. Dulu, karena belum pernah melewati kehidupan yang disebut orang mewah dan megah, ada keinginan untuk sesegera mungkin sampai di sana. Sekarang, ketika kehidupan tadi sudah sem­pat dilalui dan dinikmati, ada kesenangan kadang-kadang untuk membayangkan kehidupan yang serba sederhana.

Nah, di sinilah inti ide yang mau saya bagi kepada Anda: keinginan itu membutakan. Di tempat dan keadaan mana pun-dari kandang kerbau sampai kamar hotel berbintang lima plus, dari naik angkot sampai naik Jaguar, dari menge­nakan jam tangan murahan sampai memakai Rolex-orang bisa dibutakan oleh keinginan. Tidak hanya keinginan untuk menaik yang membutakan, keinginan untuk turun pun membutakan.

Perhatikan sejumlah keluarga yang akan berangkat ber­libur. Ketika mempersiapkan segala sesuatunya,semua pikiran tertuju pada tujuan wisata. Entah keindahan pemandangan, makanan yang enak, hotel yang nyaman, atau berbelanja barang-barang kebutuhan. Tatkala sudah sampai di tempat tujuan-lengkap dengan badan yang lelah- semua pikiran tertuju pada rumah yang menenteramkan. 

Dari lingkungan yang sudah biasa, tempat tidur yang me­nenteramkan, sampai dengan tiadanya beban untuk mem­bawa tas ke mana-mana. Anda lihat sendiri, pikiran lengkap dengan keinginannya, sudah membutakan banyak orang. Di rumah ketika mau berangkat membutakan kenikmatan ting­gal di rumah. Di tempat wisata, keinginan membutakan orang untuk menikmati keindahan tempat wisata.

Di pojokan lain dari kehidupan, hal serupa sangat sering terjadi. Kenikmatan-kenikmatan hari ini, sering lewat per­cuma begitu saja, semata-mata karena banyak orang sudah buta oleh keinginan. Kalau kemudian saya mengajak orang untuk menyelami konsep ’hidup ini indah’, pada pikiran yang dibutakan keinginan, tentu saja jauh panggang dari api.

Sebagai manusia biasa, saya pun kadang dibutakan oleh keinginan. Setelah jadi direktur ingin jadi presiden direktur. Sesudah anak-anak sekolah di salah satu sekolah terbaik di Jakarta, ingin agar mereka segera ke luar negeri. Dan bila sang keinginan diikuti terus, maka buta dan tulilah kita dari semua berkah dan rahmat Tuhan. Syukur adalah kata yang tidak pernah mampir dalam rumah jiwa kita. Tanpa rasa syukur, siapa pun dan di tingkat kehidupan yang setinggi langit pun hidup kita pasti menderita.

Entahlah, apakah saya sudah berhasil meyakinkan saha­bat-sahabat yang masih skeptis terhadap ide tentang hidup ini indah, atau malah membuat mereka tambah tidak percaya. Yang jelas, kata-kata dan logika bukanlah cara yang paling tepat untuk berguru tentang kehidupan. Ia tidak lebih dari daftar menu saja, atau petunjuk jalan saja. Untuk sampai di sana, kita tidak bisa hanya memandangi petunjuk jalan- Nya. Jalan dan berangkatlah ke sana. Tugas saya memasang petunjuk jalan sudah selesai. Hanya Anda yang bisa membawa diri Anda ke sana.

21 October 2013

PILIHAN YANG ’MASIH’ MEMBINGUNGKAN, PENTING MANA DUNIA ataukah AKHIRAT ?

Ketika dipertanyakan: lebih penting mana DUNIA ataukah AKHIRAT? Jawaban yang muncul ternyata sangat beragam. Ada yang menjawab penting dunia. Ada yang memilih akhirat. Ada yang menyebut dunia dan akhirat. Ada yang mengatakan tidak penting dua-duanya. Atau, ada pula yang tidak berani menjawab, karena (masih) bingung.

Masalah klasik ini menjadi perlu kita angkat kembali, karena ternyata masih banyak yang rancu tentang ’kepentingannya’ dalam peta kehidupan. Meskipun, sebenarnya di dalam al Qur’an cukup gamblang pemetaannya. Kerancuan seringkali muncul disebabkan oleh pemahaman ayat yang kurang holistik.

Yakni, mendasarkan kepahaman hanya pada beberapa ayat. Padahal jumlah ayat tentang akhirat ini ada ratusan. Dalam buku serial ke-2: ’Ternyata Akhirat Tidak Kekal’ saja, saya mengutip tidak kurang dari 200 ayat. Itu pun masih banyak ayat yang tidak saya kutip dikarenakan isi dan redaksinya mirip.

Al Qur’an menempatkan akhirat demikian penting, sehingga jumlah ayat yang bercerita tentangnya berjumlah ratusan. Dan diulang-ulang dengan redaksi yang berbeda-beda terkait dengan obyek yang sedang dibahas. Kadang, akhirat dibahas terkait dengan kehidupan rumah tangga. Di waktu lain, akhirat dikaitkan dengan bisnis. Di ayat lainnya, akhirat dengan kekuasaan. Lainnya lagi, dihubungkan dengan akhlak, ibadah, peperangan, dan berbagai masalah kemasyarakatan sehari-hari.

Di berbagai ayat itu, Allah selalu menempatkan Akhirat sebagai tujuan dari berbagai aktivitas keduniawiaan kita, tanpa memisahkan keduanya. Kehidupan dunia ditempatkan sebagai awal proses, sedangkan kehidupan akhirat ditempatkan di akhir proses. Lantas, Allah memberi penegasan bahwa ’akhir’ adalah lebih baik dari pada ’awal’.

QS. Ad Dhuha (93): 4

dan sesungguhnya akhir (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada permulaan (dunia).

Dalam berbagai ayat itu pula, Allah mengajari kita untuk ’menyadari’ bahwa hidup tidak berakhir di dunia. Karena, sebenarnya ’kematian’ bukanlah akhir dari segala-galanya, melainkan cuma ’rusaknya badan’. Sedangkan jiwa kita masih hidup. Dan kelak, akan dibangkitkan kembali seiring dengan kembalinya jiwa ke dalam badan di hari kebangkitan, untuk memasuki hari-hari akhirat.

Kesadaran akan pentingnya akhirat ini diulang-ulang dalam banyak ayat, sekaligus diberikan perbandingkan tentang ’kurang pentingnya’ kehidupan dunia. Sehingga, dalam sejumlah ayat Allah menyebut kehidupan dunia adalah kehidupan yang menipu. Yang sebentar. Yang remeh temeh, dan main-main belaka. Baru ’awal’ dari sebuah perjalanan hidup yang sangat panjang, yang sangat misterius dan belum banyak kita ketahui.

QS. Al An’aam (6): 32

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?

QS. Al Ankabuut (29): 64

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.

Allah memberikan stressing tentang pentingnya akhirat, agar kita memperhatikannya. Karena, ternyata banyak yang tertipu alias terjebak oleh gemerlap dunia. Justru disinilah memang ’permainannya’. Ini adalah sebuah game melintasi ’labirin’ yang bisa menjebak kita untuk tidak menemukan pintu keluar di akhir rute yang harus kita tempuh.

Kenapa al Qur’an menyebut kehidupan dunia dengan sebutan ’remeh temeh’ seperti itu? Apakah memang tidak penting? Oh, tentu saja penting. Tetapi, agaknya kalah penting dengan akhirat. Karena ternyata, kehidupan dunia ini memang benar-benar remeh dan lucu. Isi kehidupan kita benar-benar cuma permainan, bermegah-megahan, berbangga-banggaan tentang harta dan anak. Setelah itu, kita menua dimakan usia, dan mati..! Kecuali orang-orang yang ‘mengerti’.

Ini benar-benar kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Mulai pagi hari sampai tidur kembali di malam hari, kita cuma bermain-main saja. Bermain-main di rumah, di tempat kerja, di jalanan, di warung-warung makan, di rumah kawan-kawan, dan dimana pun kita beraktifitas. Dan lucunya, setiap kita bertemu dengan kawan, yang kita omongkan kurang lebih begini:

’’Hei, apa kabar? Kerja dimana kamu sekarang? Wah, tambah sukses ya? Mobilmu baru ganti ya? Eh, dengar-dengar rumahmu baru pindah di kawasan elit? O ya, sudah berapa anakmu? Sudah mau punya cucu ya..?!

Dan seterusnya. Dan sebagainya. Ternyata, hidup kita isinya cuma gitu-gitu aja. Persis seperti digambarkan Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Al Hadiid (57): 20

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya HARTA dan ANAK, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (kelak) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

Oh, berpuluh tahun kita bekerja ’membanting tulang’ dan membina rumah tangga sampai beranak cucu, tujuannya ternyata hanya untuk berbangga-bangga tentang itu semua. Dan, celakanya, tak berapa lama kemudian kita ’mati’ meninggalkan semuanya. Lantas memasuki ’kehidupan baru’ yang kita sama sekali tidak mengerti tentangnya. Sendirian pula..!

Oh, jangan..! Jangan sampai tertipu, wahai sahabatku. Hidup tidak berhenti dengan kematian. Melainkan berlanjut sampai berakhirnya alam semesta. Tidakkah engkau ingin mempersiapkan segala sesuatunya? Dunia ini kita jalani hanya puluhan tahun, sementara kehidupan sesudahnya akan kita alami milyaran tahun.

Sekarang saja, usia alam semesta sudah hampir 14 milyar tahun. Kalau ternyata benar, alam semesta bakal mengerut 1 milyar tahun lagi, maka proses mengerut alam semesta ini akan memakan waktu 15 milyar tahun. Kurang lebih sama dengan waktu mengembangnya. Dan, kelak akan lenyap kembali, sebagaimana proses kemunculannya: dari ’tiada’ bakal kembali kepada ’tiada’. Artinya, kehidupan akhirat bakal berlangsung belasan milyar tahun, seumur alam semesta yang sedang mengerut.

Maka, penting manakah Dunia dan Akhirat? Ah, jawabannya sih terserah Anda saja. Tetapi, kalau Anda membaca ayat berikut ini, ternyata Allah mengajari kita untuk lebih mementingkan akhirat. Yang harus kita cari dan dijadikan ’tujuan’ dalam hidup ini adalah kebahagiaan AKHIRAT. Sedangkan kebahagiaan DUNIA, ternyata grade-nya hanya sekedar JANGAN DILUPAKAN..!

QS. Al Qashash (28): 77
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakankebahagiaanmu di dunia…

Wallahu a’lam bishshawab

Pilihan Dunia atau Akhirat

Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya. (HR. Muslim dan Ibnu Majah).

Kalau kita melihat begitu berupayanya manusia dalam mengejar kehidupan dunia dengan berlomba-lomba dalam meningkatkan kwalitas hidup dengan berlandaskan kepada harta, jabatan dan popularitas yang melahirkan pola kehidupan yang konsumtif masuk dalam katagori kehidupan yang sekuler atau materialisme. Pola kehidupan semacam ini ciri-cirinya dilakukan dengan segala macam cara, bersifat kekinian yang penting sekarang/saat ini…ntar gimana nanti dsb juga menekankan diperbolehkan tanpa aturan atau aturan yang dibuat untuk mencapai kepentingan/tujuan diri sendiri & kelompoknya.

Akibat orang yang selalu mengedepankan kehidupan dunia dan lupa akan negeri akherat adalah dalam berpolitik selalu menggunakan segala macam cara yang penting menang, dalam ekonomi dari pemerintahan sampai rakyatnya selalu mengedepanklan azas ribawi, TIP, hadiah (padahal Suap), kita untung yang lain rugi atau minimal kita untung banyak yang lain untung sedikit, ideologinya selalu menafikkan agama dengan mengedepankan hak asasi manusia dan demokrasi, berteman/bersosial selalu yang sifatnya menguntungkan diri dan kelompoknya, berbudaya tidak melihat aturan agama (khan pornoaksi adalah seni dsb).

Salah satu ciri orang yang selalu menginginkan kehidupan dunia dan lupa akherat adalah jika mendapat kesulitan hidup didunia maka ia ingat akan Allah, akan tetapi jika kesulitan itu berlalu maka ia lupa, bahkan berlaku zolim baik kepada diri sendiri maupun orang lain, hal ini telah difirmankan dalam Al Qur’an : 

Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.".....Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Qs. Yunus [10] : 22 & 23).

Boleh jadi salah satu contoh orang yang mencintai kehidupan dunia yaitu selalu mengakhirkan sholat wajib lima waktu, mereka menyangka kehidupan dunia (dengan bisnisnya, meetingnya, tanggung jawab jabatan) lebih penting dari pada panggilan sholat (Hayya Alal sholaa.) marilah kita menunaikan sholat adalah panggilan Allah SWT, dan para ulama fiqih telah mewajibkan sholat diawal waktu jika tidak ada uzur syar’i (kepentingan agama/emergency) dan Rosulullah SAW telah bersabda bahwa sholat diawal waktu lebih utama, kenapa kita tidak mengambil yang utama boleh jadi dikarenakan tidak adanya ilmu atau tidak mampu melaksanakan perintahNya atau tidak mau tahu hal ini dikarenakan cintanya terhadap dunia.

Bahkan Allah subhana wata’ala telah menetapkan manusia yang dengan harta, jabatan, popularitas dan keluarganya hanya berorientasi kehidupan dunia saja dan melupakan negeri akherat telah digambarkan dalam firmanNya :Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir (Qs. Al Araaf [17] : 18).

Lain halnya dengan orang yang selalu mementingkan kehidupan akherat produk yang dihasilkan dalam kehidupannya adalah segala apa yang diperoleh didunia (Harta, jabatan, popularitas, keluarga, mempunyai kelompok yang banyak dsb) itu dijadikannya asesoris/sarana/alat untuk mencapai ketaatannya kepada Allah. Inilah sebagai indikator seorang muslim yang akan dinilai langsung oleh Allah berupa ujian-ujian apakah lulus atau tidak.

Jika ia seorang pemimpin maka selalu mengutamakan asas keadilan, jika ia seorang yang kaya maka ia akan mengutamakan kedermawanan/pemurah, jika ia seorang ulama maka ia akan mengutamakan kehati-hatian/teliti serta tegas dalam berfatwa, jika ia seorang yang miskin maka ia akan mengutamakan kesabaran, jika ia seorang yang penuh dengan kemaksiatan dan bergelimangnya dosa maka ia akan mengutamakan taubatan nasuha.

Ciri-ciri manusia yang mementingkan kehidupan akherat pertama, Istiqamah dalam kebaikan/kejujuran (menurut Allah & RosulNya). Tidak pernah berbohong/menipu, korupsi, atau melanggar aturan Allah dan Rosulnya walaupun ada kesempatan. Kedua,Mujahadah atau kesungguhan dalam melaksanakan semua aturan Allah dan RosulNya (tidak main-main/mempermainkan aturan). Ketiga, Penuh perhitungan dan kehati-hatian dalam setiap langkah kehidupannya (apakah halal/haram atau apa maslahat/mudharat atau ada unsur da’wah atau tidak). Keempat, dijadikannya ideologi agama Islam sebagai kurikulum kehidupan baik untuk diri, pekerjaannya, keluarganya, masyarakat bangsa dan negara.

Allah subhana wata’ala akan memberikan nilai (pahala) kelak diyaumil akhir kepada manusia yang dengan harta, jabatan, popularitas dan keluarganya hanya berorientasi kehidupan akherat saja dan tidak tertipu dengan aksesoris dunia digambarkan dalam firmanNya : 
  Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Qs. Al Araaf [17] : 19). 

Perlu kita ketahui sangatlah diperlukan konsep ”zuhud” yang kebanyakan orang telah membiaskan arti dari pada zuhud. Dari Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh bahwa ”Zuhud” adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Maka zuhud terhadap dunia maksudnya apabila berbuat bukan demi mendapatkan nilai duniawi tetapi semata-mata lillah (karena Allah), maka sama saja baginya mendapat pujian atau mendapat celaan manusia. Zuhud terhadap milik manusia maksudnya tidak ada dalam hatinya keinginan dan perhatian terhadap sesuatu yang menjadi milik orang lain. Barang siapa yang bisa merealisasikan dalam dirinya zuhud dengan pengertian di atas maka dia akan meraih cinta Alloh dan cinta manusia.

Dua kelompok besar yang berorientasi dunia dan akherat itu masing-masing diberi kesempatan yang sama oleh Allah untuk diuji mana yang selamat (surga) dan mana yang tidak selamat (neraka jahanam) hal ini difirmankan Allah SWT : Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu (ayat 18 & 19 diatas) Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Qs. Al Araaf [17] : 20).

Artinya orang bisa sukses didunia dengan harta, jabatan dan popularitas akan tetapi semangkin jauh dari ketaatannya kepada Allah dan RosulNya, hal ini karena kemurahan Allah (Kesuksesannya) dan diakaherat nanti pasti penghuni neraka jahanam. 

Rosulullah bersabda : Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkan nya. (HR. Ibnu Majah). 

Marilah kita introspeksi diri apakah kita sudah mengedepankan kepentingan negeri akherat, atau kita sudah tertipu selama ini dengan asoseris dunia(Kekayaan atau kemiskinannya), hidup adalah pilihan bukan main-main karena ada pertanggung jawaban kelak di yaumil akhir.

20 October 2013

4 Orang Istri

Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri.

Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.

Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya. Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.

Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.

Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sangsuami. Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya.

Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri."

Lalu, ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak, "jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi.

Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya.

Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga. "Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku? Istrinya menjawab, Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam.

Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku? Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu. Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa.

Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku."

Renungan :
Teman, sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini. Istri yang keempat, adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.

Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya.

Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan teman-teman. Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.

Dan, teman, sesungguhnya, istri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin, kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak.

17 October 2013

Hikmah Beriman Kepada Hari Akhir

Kalau kita perhatikan gaya hidup orang Korea atau orang Barat, mereka biasa saja melakukan hal-hal yang menurut kita adalah perbuatan dosa, yang kalau diteliti lebih dalam keajaran agama mereka juga merupakan perbuatan dosa atau hal yang tidak baik. Kalau ditanya apakah tidak takut balasan nanti hidup setelah mati (di akhirat)? Mereka akan mengatakan, "Hidup hanya sekali saja. Nikmatilah...". Persis seperti yang difirmankan Allah SWT :

"Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS 45:24)

"tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan," (QS 44:35)

Namun yang menyedihkan adalah ada sebagian kaum muslimin yang ikut-ikutan cara pandang mereka itu. Padahal sebagai orang beriman seharusnya meyakini adanya hari akhirat, sebagaimana firman Allah AWT:

"dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat." (QS 2:4)

Keyakinan kepada hari akhirat akan memberikan beberapa hikmah kepada orang yang mengimaninya, sebagai berikut :

1. Tidak akan meniru pola hidup orang kafir (yang tidak beriman).
"Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahanam; dan Jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya." (QS 3:196-197)

Allah SWT telah memperingatkan kita supaya tidak terpedaya dan ikut-ikutan gaya hidup orang kafir, yang penuh dengan kebebasan (foya-foya, dugem, mabok, free sex, dll). Itu adalah kesenangan sementara saja, selama hidup didunia. Tetapi akibatnya ditanggung selama-lamanya didalam neraka jahanam. Naudzubillahi min dzaalik.

2. Selalu beramal sholeh dan meningkatkan ketakwaan.
Orang yang beriman dengan adanya hari akhir yakin dan mengharap akan bertemu dengan Allah, oleh karena itu dia akan selalu berusaha beramal sholeh dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Sehingga ketika menemui-Nya dalam keadaan siap.

"... Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS 2:223)

"... Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya".(QS 18:110)

3. Selalu berbuat baik dan benar.
Orang yang beriman kepada hari akhir akan selalu berbuat baik dan benar dalam hidupnya.

"Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong." (QS 2:123)

Mengapa harus baik dan benar? Karena perbuatan baik belum tentu benar, tetapi perbuatan benar sudah pasti baik. Misalnya, perbuatan menolong orang adalah baik, tetapi belum tentu benar. Menolong orang dalam rangka apa? Apakah menolong dalam rangka kebaikan dan takwa, atau dalam rangka dosa. Menolong orang berbuat dosa atau jahat adalah tidak benar dan tidak dibenarkan dalam Islam.

"... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS 5:2)

Bukan hanya harus melakukan perbuatan baik dan benar, perkataan pun harus baik dan benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berhata benar atau diam." (HR Bukhari dan Muslim)

4. Mau berjihad dijalan Allah dengan jiwa dan harta.
Berjihad bagi orang yang beriman kepada hari akhir adalah sebuah kemestian, karena jihad dengan jiwa dan harta merupakan jual beli seorang mukmin dengan Allah, serta merupakan pembenaran atas keimanannya.

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS 9:111)

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (QS 49:15)

5. Tidak bakhil (kikir) dalam berinfaq.
Ketika seseorang beriman kepada hari akhir, ia akan selalu berinfak dijalan Allah dengan tidak kikir. Karena ia tahu akibat kikir terhadap hartanya itu dikemudian hari, serta ia tahu pahala yang berlipat ganda yang diterimanya bila ia berinfak dijalan Allah SWT.

"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS 3:180)

"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang "mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang." (QS 104:1-9)

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS 2:261-262)

6. Memiliki kesabaran dalam kebenaran dan ketika tertimpa musibah.
Ketika keimanan kepada hari akhir tertanam dalam hati, maka orang itu akan selalu sabar dalam kebaikan dan dalam keadaan apapun. Meskipun musibah menimpa dirinya, ia akan tetap sabar bahkan meningkatkan kesabarannya.

"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (QS 3:200)

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun." (QS 2:155-156)

Ia tahu bahwa dunia ini hanya sementara, semua akan mati. Penderitaan didunia hanyalah sementara, segala sesuatu akan disempurnakan diakhirat nanti, sebagaimana firman Allah SWT:

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS 3:185)

Membangun Ketaatan Diri

Jangan menuntut Allah karena terlambatnya permintaan yang telah engkau panjatkan kepada-Nya. Namun hendaknya engkau mengoreksi diri. Tuntut dirimu supaya tidak terlambat melaksanakan kewajiban-kewajibanmu kepada Allah. (Ibnu Athailah)

Setiap orang pasti memiliki harapan. Namun tidak semua harapan bisa diwujudkan. Walau mungkin kita telah optimal berusaha atau dan berulang kali memanjatkan berdoa. Bila demikian apa yang salah, ikhtiarnya-kah atau doanya?

Saudaraku, sangat bijak bila kita tidak terburu-buru menyalahkan atau berburuk sangka kepada Allah, saat doa-doa kita belum terkabul. Sebab, tidak ada yang menghambat ijabahnya doa dan datangnya pertolongan Allah selain diri kita sendiri. Ada nasihat menarik dari Ibnu Athailah, Jangan menuntut Allah karena terlambatnya permintaan yang telah engkau panjatkan kepada-Nya. Namun hendaknya engkau mengoreksi diri. Tuntut dirimu supaya tidak terlambat melaksanakan kewajiban-kewajibanmu kepada Allah.

Jadi, terhambatnya pengabulan doa bukan karena Allah tidak mau memberi. Penyebab utamanya ada pada diri kita sendiri yang tidak bersungguh-sungguh dalam memenuhi hak-hak Allah. Karena itu, kita harus mulai mengoreksi diri. Sudah benarkan ibadah kita? Sudah totalkan pengharapan kita kepada Allah? Sudah bersungguh-sungguhkan kita dalam taat kepada Allah? Kalau belum, jangan menyalahkan siapa pun bila pertolongan Allah belum menghampiri kita.

Penjabarannya, lihat ibadah kita, apakah sudah benar dan optimal. Apakah kita tergolong orang yang gemar melakukan amal-amal yang disukai Allah: mencintai masjid, menjaga shalat berjamaah dan tepat waktu, tahajud, bersedekah dalam senang atau susah, gemar menolong orang, zikir setiap waktu, dsb. Bila untuk kewajiban-kewajiban utama saja kita kurang bersungguh-sungguh, maka bagaimana mungkin pertolongan Allah akan datang?

Rasulullah SAW bersabda, Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku itu selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya, jika Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepadaku niscaya akan aku berikan dan jika ia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi. (HR Bukhari).

Menurut hadis ini kunci datangnya pertolongan Allah, kunci pembuka pintu-pintu rezeki, ilmu dan segala kebaikan, adalah ketakwaan dan kesungguhan kita melaksanakan amal-amal yang dicintai Allah. Dalam QS Ath Thalaaq [65] ayat 2-3, Allah SWT menegaskan, Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.

Saudaraku, membangun ketaatan kepada Allah dalam ibadah-ibadah fardhu dan sunat plus keterkaitan hati kepada-Nya adalah fondasi dasar bangunan keimanan seorang hamba. Tanpa adanya fondasi ini, tidak berguna ketinggian ilmu, kecanggihan manajemen, optimalnya ikhtiar atau melimpahnya kekayaan. Semuanya akan berujung pada bencana dan keputusasaan.

Saudaraku, perlu ditegaskan lagi bahwa tugas kita ada tiga. Pertama, meluruskan niat. Kedua, menyempurnakan ikhtiar. Ketiga, bertawakal sepenuh hati kepada Allah. Andai kita sudah melaksanakan semua itu, namun apa yang kita dapatkan belum juga sesuai keinginan, maka yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan sekecil apapun amal hamba-Nya. Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Kewajiban hanyalah berusaha dan berproses secara optimal dalam koridor yang telah ditetapkan. Hasil sepenuhnya ada dalam genggaman Allah. Wallaahu a`lam.

12 October 2013

Kengerian Nelintasi Jembatan Shirathal Mustaqim

Pernahkah kita membayangkan menyeberangi sebuah jembatan yang begitu kecil dan tipis seukuran sehelai rambut dibelah tujuh? Begitulah kira-kira kalau kita mengumpamakan Jembatan Shirthal Mustaqim kelak. Sebuah jembatan yang akan menghubungkan Surga dan Neraka.

"Rasulullah SAW mengumpamakan bahwa sifat titian itu adalah lebih tipis daripada rambut dan lebih tajam daripada pedang." (HR. Ahmad)

Lalu seperti apakah kelak umat manusia dapat melintasinya?
Perjalanan umat manusia di atas Sirathal Mustaqim dapat ditempuh dengan bermacam-macam keadaan. Hal itu tercermin dari bagaimana mereka menghabiskan semua waktunya saat hidup di dunia. Berikut adalah macam-macam golongan manusia yang melintasinya:


Ada golongan yang dapat melintasinya secepat kilat.
Ada golongan yang dapat melintasinya seperti tiupan angin.
Ada golongan yang dapat melintasinya seperti burung terbang.
Ada golongan yang dapat melintasinya seperti kecepatan kuda lomba.
Ada golongan yang dapat melintasinya secepat lelaki perkasa.
Ada golongan yang dapat melintasinya secepat binatang peliharaan.
Ada golongan yang dapat melintasinya dalam jangka waktu sehari semalam.
Ada golongan yang dapat melintasinya dalam waktu selama satu bulan.
Ada golongan yang dapat melintasinya selama bertahun-tahun.
Ada golongan yang dapat melintasinya selama 25 ribu tahun.
Ada golongan yang dapat melintasinya dengan tertatih-tatih.
Ada golongan yang langsung terjatuh ke jurang api Neraka.


Rasulullah SAW bersabda, "Dan diletakkan sebuah jembatan di atas Neraka Jahannam, lalu aku dan ummatku menjadi orang pertama yang meniti di atasnya. Para Rasul berdoa pada hari itu: ‘Ya Allah, selamatkan! Selamatkan! Di kanan kirinya ada pengait-pengait seperti duri pohon Sa’dan. Pernahkah kalian melihat duri pohon Sa’dan?"

Para sahabat menjawab, "Pernah, Ya Rasulullah."
Lalu Rasulullah SAW melanjutkan, "Sesungguhnya pengait itu seperti duri pohon Sa’dan, namun hanya ALLAH yang tahu besarnya. Maka banyak ummat manusia yang disambar dengan pengait itu sesuai dengan amal perbuatannya di dunia." (HR. Muslim)

"Suasana pada saat itu sangatlah mengerikan. Suara teriakan, raungan, jeritan meminta tolong, tangisan, dan ketakutan terdengar dari pelbagai arah. Lebih mengerikan suara gemuruh api neraka dari bawah sirath yang siap menelan orang terjatuh ke dalamnya. Tidak henti-henti Rasulullah SAW dan Nabi-Nabi yang lain termasuk juga malaikat berdoa untuk keselamatan manusia:

"Ya Allah, Selamatkan! selamatkan!"
"Ia (jembatan shirath) adalah sebuah jalan yang sangat licin. Dan kaki sulit sekali berdiri di atasnya." (HR. Muslim)

Sahabat yang dirahmati Allah,
Sirath di akhirat ini adalah wujud hasil daripada titian (jalan) hidup yang kita pilih selama tinggal di dunia. Buah dari segala apa yang telah kita perbuat selama hidup di dunia. Barangsiapa yang selalu memilih di jalan Allah dan bepegang teguh dengan syariat Islam, maka sirath di akhirat ini akan mudah dilalui untuk sampai ke Surga.

Akan tetapi sebaliknya,
Jika kita jalani hidup penuh dengan kemaksiatan, maka bersiap-siaplah diterkam api Neraka yang berkobar-kobar menyala di dalam Neraka. (sen)

Na’udzu billahi min dzalik.
Marilah sama-sama bertaubat sebelum terlambat,

10 October 2013

Kisah Cinta Sepanjang Usia

Karena meyakini bahwa hidup penuh dengan pesan-pesan kebijakan, ada saja kejadian yang membuat saya berefleksi. Kalau kejadian tersebut hanya hadir sekali dua kali, mungkin nilai pesannya biasa-biasa saja. Akan tetapi, kalau ia hadir hampir setiap minggu, dalam kurun waktu yang lama, bisa jadi ada kekuatan yang membuat saya harus berbagi kejernihan di sektor yang satu ini.

Hampir setiap minggu, saya dihadang keluhan orang yang tidak mencintai dirinya sendiri. Ada yang menyebut badannya kurang langsing, mukanya kurang lancip, matanya terlalu besar. Ada juga yang mengeluhkan karier dan hidupnya yang begitu-begitu saja. Sampai dengan keluarga yang tidak mendukung. Digabung menjadi satu, maka jadilah kehidup­an orang-orang seperti ini, mirip dengan kehidupan yang memukuli diri sendiri.

Jika benar badan terdiri dari badan kasar dan badan halus, dengan pemberontakan terakhir, sekilas kita memang seperti tidak melakukan apa-apa terhadap badan kasar kita. Namun, karena pemberontakan tadi berpengaruh langsung terhadap badan halus, yang pada ikutannya mempengaruhi juga ba­dan kasar, maka praktis kegiatan memukuli diri sendiri, bu­kan hanya dalam pengandaian semata. Ia juga bermakna riil.

Ini juga yang bisa menjelaskan, kenapa orang-orang yang jarang dan tidak pernah bersyukur, memiliki keceriaan wajah yang sangat berbeda dengan mereka yang rajin bersyukur. Ini juga yang menyebabkan, kenapa orang-orang yang memberontak terhadap dirinya sudah sampai di neraka sebelum meninggal, sementara mereka yang penuh syukur sudah sampai di surga sebelum kematian memanggil.

Ketika pertama kali membaca karya fisikawan Einstein, yang mengemukakan bahwa yang riil hanyalah sebuah tipuan, saya sempat termenung lama tidak mengerti. Sekarang, ketika hubungan antara badan halus dan badan kasar sebagian bisa dimengerti, baru saya bisa memahami konsep Einstein. Badan kasar (baca: badan riil) sangat besar dipengaruhi oleh badan halus (baca: badan yang tidak keli­hatan). Lebih dari sekadar berpengaruh terhadap badan kasar, badan halus juga bisa membawa dan menarik kita pada serangkaian kehidupan.

Mirip dengan makanan untuk badan kasar, kalau makan­annya bersih dan bergizi, maka badan pun jadi sehat. Demi­kian juga dengan badan halus, bila pemberontakan terhadap diri sendiri terus terjadi, tidak saja badan halus jadi sakit- sakitan. Ia juga menarik dan membawa kita ke dalam serangkaian kehidupan sebagaimana kita keluhkan.

Sudah banyak kehidupan orang dan kehidupan saya sendiri yang menjadi saksi dan bukti dari keyakinan terakhir. Sahabat yang membenci ayahnya beristri dua, akhirnya memiliki suami yang juga beristri dua. Rekan yang sebenar­nya gagah dan ganteng ketika muda, kemudian jadi cepat tua dan tidak menarik, karena sejak kecil tidak pernah puas pada badannya sendiri.

Belajar dari semua ini, saya tidak pernah bosan untuk sesering mungkin mengajak orang untuk jatuh cinta pada diri sendiri. Izinkan saya bertutur sekelumit kehidupan saya

kepada Anda. Saya lahir sebagai bungsu dari tiga belas bersaudara. Di masa kecil sampai umur 27-an sempat minder berat karena bentuk hidung dihina orang. Pernah heran dan sangat kagum dengan rekan-rekan SMP dan SMU yang bisa berbicara di depan umum tanpa beban berarti. Ketika baru belajar berbicara di depan umum, sering dihina orang. Sampai sekarang pun hinaan orang masih datang.

Akan tetapi, ketika menyadari pentingnya jatuh cinta pada diri sendiri, telah lama saya belajar memandikan badan halus dengan obat mujarab yang bernama rasa syukur. Setiap kali makan, baik makan besar maupun makan kecil, selalu saya sisakan sekelumit makanan di pinggir piring sebagai ungkapan rasa syukur. Setiap kali mencium pipi anak-anak kesayangan saya di rumah, hati saya berucap syukur kepada Tuhan. Setiap malam ketika melihat isteri sedang tidur pulas, dengan perasaan tulus kepada Tuhan saya berucap terima kasih karena diberikan teman hidup yang sangat mengagumkan. Apa lagi kalau dianugerahi rezeki-rezeki besar lainnya. Singkat kata, ke mana mata saya memandang hanya ada syukur. Kemana telinga mendengar hanya ada syukur. Sehingga dalam totalitas, jadilah kehidup­an saya sebagai kehidupan penuh dengan rasa syukur.

Anda tentu bertanya tentang hasilnya. Kesehatan, sangat dan sangat membaik sekali setelah belajar jatuh cinta pada diri sendiri. Rezeki memang bukan urusan kita, namun ini pun bergerak naik, bahkan kadang melampaui batas-batas yang pernah saya bayangkan. Kedekatan dengan anak dan isteri, jauh sekali membaik. Kekaguman dari orang lain, ini juga membaik.

Coba Anda puji seseorang secara wajar dan tulus. Bukankah wajah orang tadi terlihat lebih simpatik dan berseri setelah dipuji? Demikian juga dengan diri sendiri. Jatuh cinta pada diri sendiri, memuji diri di depan kaca, apa lagi plus rasa syukur, juga membuat wajah dan kehidupan kita lebih simpatik dan berseri.

Bagi Anda yang pernah merasakan indahnya jatuh cinta demikian juga rasanya kehidupan yang disertai kesediaan untuk belajar jatuh cinta pada diri sendiri. Bedanya, kalau jatuh cinta pada orang lain mengenal permulaan dan perpisahan, jatuh cinta pada diri sendiri akan menjadi kisah cinta sepanjang usia. Anda tertarik?

08 October 2013

Sang Pembunuh dan Anak Petani

Seorang pemuda dalam perjalanan yang jauh, berasa amat letih. Dia berhenti, beristirahat di satu perkampungan dan melepaskan kudanya mencari makan di situ. Oleh karena keletihan, pemuda itu tertidur di bawah pohon. Kudanya yang kelaparan berjalan menuju sebuah ladang dan memakan semua tanaman yang ada di ladang itu. Tidak berapa lama, sang petani pemilik tiba dan menyaksikan semua tanaman di ladangnya habis dimakan kuda. Spontan sang petani kehilangan kesabaran lantas membunuh kuda milik pemuda tersebut karena dianggap merugikan sang petani.

Saat sang pemuda terbangun dari tidurnya, dia lantas mencari kudanya. Untuk beberapa lama kuda itu tidak terlihat olehnya. Akhirnya, dia melihat bangkai kudanya di ladang. Melihat keadaan itu, dia menjadi marah dan mencari pembunuh kudanya. Dia terus mencari. Sesampai di sebuah rumah, dekat ladang. Maka, ia tahu, pemilik rumah tersebut, yang telah membunuh kudanya. Terjadilah pertengkaran sengit yang berujung pada terbunuhnya sang petani pemilik ladang.

Peristiwa itu terdengar oleh banyak orang. Pemuda itu dibawa berjumpa khalifah untuk diadili. Berdasarkan hukum qhisas, bunuh dibalas dengan bunuh. Khalifah memerintahkan supaya dia dipenjarakan sehari semalam sebelum dia dipancung pada jam 17.00 esok petang. Pemuda itu merayu, supaya dia diizinkan pulang dahulu untuk berjumpa ibunya sebab dia ingin menyelesaikan satu perkara yang amat penting. Khalifah tidak mengabulkan permintaan pemuda itu. Namun pemuda itu tidak berputus asa dan terus memohon sambil menyatakan dia mempunyai tanggungjawab yang mesti diselesaikan sebelum dia dihukum bunuh. Dia berjanji akan balik segera setelah urusannya selesai.

Khalifah meminta pandangan waris si mati. Anak petani itu tidak mengizinkan pemuda itu pergi karena bimbang dia tidak akan datang lagi untuk menerima hukuman mati. Berkali-kali pemuda itu merayu dan bersumpah akan datang lagi, namun tiada seorangpun menunjukkan tanda simpati. Akhirnya, tampil seorang tua menuju mengadap khalifah menyatakan kesanggupan untuk menjadi tebusan bagi membolehkan pemuda itu balik ke rumah.

Orang tua itu adalah Abu Dzar ra, seorang sahabat nabi yang banyak merawikan Hadits. Melihat apa yang terjadi, semua hadirin tercengang dan sebahagian besar memarahi Abu Dzar karena tindakannya yang membahayakan diri sendiri. Abu Dzar berjanji untuk menjadi tebusan dan membenarkan pemuda itu pulang menyelesaikan masalahnya. Melihat kejadian ini, pemuda itu menjadi tenang dan mengikat janji bahwa dia akan pulang untuk dipancung setelah urusannya selesai.

Abu Dzar ra mafhum, kegagalan pemuda itu menunaikan janji akan mengakibatkan nyawanya tergadai. Ketika ditanya khalifah bagaimana dia sanggup meletakkan dirinya dalam keadaan membahayakan, Abu Dzar ra menerangkan demi keluhuran Islam, dia sangat malu melihat tiada siapapun sanggup mengulurkan bantuan ketika pemuda asing itu dalam kesusahan yang amat sangat. Pemuda itu dibenarkan pulang ke rumah, sementara Abu Dzar ra dikurung di penjara. Pada keesokan petangnya, penuh sesak manusia menuju ke istana khalifah untuk menyaksikan peristiwa yang mencemaskan.

Hampir semua orang yang hadir menganggap Abu Dzar akan dibunuh, karena kemungkinan besar pemuda itu tidak akan datang menyerahkan lehernya untuk dipancung. Saat yang mendebarkan, ketika beberapa menit lagi jam 5 petang, pemuda itu masih belum tiba. Abu Dzar dikeluarkan dari kurungan. Kegagalan pemuda itu menghadirkan diri, akan menyebabkan Abu Dzar menjadi tumbal. Di detik-detik terakhir, muncullah dari kejauhan penunggang kuda dengan sangat cepat menuju keramaian. Seketika itu kecemasan berubah menjadi kelegaan. Sebab penunggang kuda tersebut adalah sang pemuda yang dimaksud. Tepat sekali bagaimana dijanjikan pemuda itu sampai tepat jam 5 petang.

Pemuda itu lantas turun dari kuda dan menghadap khalifah seraya meminta maaf karena ‘terlambat’ menyebabkan suasana tegang dan cemas. Pemuda itu menerangkan bahwa seharusnya dia sampai lebih awal, tetapi terlewat disebabkan tali kudanya putus di tengah perjalanan. Dia menerangkan urusan yang dikatakannya amat penting dulu ialah karena terpaksa menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai penjaga harta anak-anak yatim dan menyerahkan tugas itu kepada ibunya. Pemuda itu berjumpa Abu Dzar untuk mengucapkan terima kasih, atas kesanggupannya menjadikan dirinya sebagai tebusan. Selepas itu dia segera ke tempat dilakukan hukuman pancung. Ketika pengawal hendak mengayunkan pedangnya, tiba-tiba anak petani dengan suara yang kuat meminta hukuman dibatalkan. Dengan rela hati dia memaafkan kesalahan pemuda itu. Mendengar kata-kata anak petani itu, pemuda itu amat lega dan terus sujud tanda syukur kepada Allah.

05 October 2013

Strategi Syetan

Dalam sebuah hadist, menceritakan tentang dua orang saudara, seorang sangat kuat beribadah kepada Allah dan seorang lagi selalu berbuat maksiat dan kejahatan. Suatu hari, saudara yang kuat beramal ibadah kepada Allah telah bercita-cita untuk melihat iblis di tempat ibadahnya. Suatu hari ketika dia sedang duduk sendirian maka datanglah syaitan dengan berkata:

"Sayang sekali, engkau telah menghabiskan dan mensia-siakan empat puluh tahun umurmu karena itu rasakanlah kenikmatan dunia dan ikuti kehendak dan keinginanmu. Kemudian kembalilah engkau bertaubat serta membuat ibadah kepada Allah pula. Jadi tiadalah engkau merugi dalam dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Penyayang."

Mendengar kata-kata iblis yang lembut itu maka hati dan pendiriannya telah berubah, katanya:
"Benar juga kata-kata syaitan itu, aku telah merugikan diriku sendiri beberapa lama. Baiklah aku turun ke bawah, mendapatkan saudaraku supaya dapat aku bersama-samanya memuaskan nafsu keinginan dan keduniaan selama dua puluh tahun, kemudian aku akan bertaubat dan kembali beribadah kepada Allah di dalam umurku yang dua puluh tahun lagi itu." Selepas dari itu dia pun turun ke bawah dengan niat untuk melakukan kejahatan dan kemaksiatan kepada Allah. Adapun saudaranya yang seorang lagi yang selalu melakukan kemaksiatan dan kejahatan itu menyadari kesalahan yang telah dilalukannya. Pada suatu hari dia mendapati dirinya di dalam seburuk-buruk keadaan. Dilihatnya badannya serta pakaiannya telah kotor berlumuran dengan najis serta terlantar pula di atas debu tanah. Sewaktu dia sadar itu, maka berkatalah hatinya:

"Oh... sia-sianya. Oh., ruginya aku. Sudah habis umurku di dalam dunia maksiat, aku telah merusak diri sendiri serta bodoh, sedangkan saudaraku itu sedang menikmatan beribadah kepada Allah dan akan memperolehi syurga Tuhan. Tetapi aku., nerakalah tempat tinggalku. Demi Allah, aku bertaubat aku akan naik ke atas bersama saudaraku untuk mengerjakan ibadah dan berbakti kepada Allah. Semoga Allah akan mengampuni segala dosanya." Maka diapun naiklah ke atas dengan niat untuk bertaubat sedangkan saudaranya itu pula turun dengan niat untuk melakukan kerja-kerja maksiat dan kerja-kerja yang dimurkai Allah. Tiba- tiba sewaktu dia hendak turun maka dia tergelincir kakinya lalu jatuh di atas adiknya bertimpa-timpa. Akhirnya kedua-duanya itu pun mati di situ juga.

Di hari akhirat nanti kedua saudara itu akan dibangkitkan menurut niatnya. Yaitu yang ahli ibadah akan dibangkitkan atas niat maksiat, dan adiknya pula akan dibangkitkan atas niat berbakti kepada Allah sebagaimana sabda Nabi Saw:

‘Akan dibangkitkan tiap-tiap hamba menurut keadaan matinya." (baik atau buruk). Di samping itu anggaplah syaitan itu sebagai musuh selama-lamanya sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagi kamu."

Semua orang tahu syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kita, tetapi adakah semua orang tahu bahwa hari ini banyak sekali orang yang mengikuti langkah-langkah syaitan. Hari ini syaitan merajalela dengan berbagai kegiatan maksiatnya di tempat-tempat judi, kelab-kelab malam dan sebagainya.

03 October 2013

Larangan Beribadah Kepada Selain Allah

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Tidaklah Kami mengutus sebelum engkau [Muhammad] seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya; tidak ada ilah [yang benar] selain Aku, maka sembahlah Aku [saja]” (QS. Al-Anbiya’: 25)

Imam Al Baghawi rahimahullah menafsirkan makna perintah ‘sembahlah Aku’ dengan ‘tauhidkanlah Aku’ (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 834). Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Setiap kitab suci yang diturunkan kepada setiap nabi yang diutus semuanya menyuarakan bahwa tidak ada ilah [yang benar] selain Allah, akan tetapi kalian -wahai orang-orang musyrik- tidak mau mengetahui kebenaran itu dan kalian justru berpaling darinya…” “Setiap nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Bahkan fitrah pun telah mempersaksikan kebenaran hal itu. Adapun orang-orang musyrik sama sekali tidak memiliki hujjah/landasan yang kuat atas perbuatannya. Hujjah mereka tertolak di sisi Rabb mereka. Mereka layak mendapatkan murka Allah dan siksa yang amat keras dari-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/337-338] cet. Dar Thaibah)

Allah ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul [yang berseru]: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut” (QS. An-Nahl: 36)

Allah ta’ala berfirman,

قَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. Al-A’raaf: 59).

Allah ta’ala berfirman,

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Dan kepada kaum ‘Aad, Kami utus saudara mereka yaitu Hud. Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. al-A’raaf: 65).

Allah ta’ala berfirman,

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Dan kepada kaum Tsamud, Kami utus saudara mereka yaitu Shalih. Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. Al-A’raaf: 73).

Allah ta’ala berfirman,

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Dan kepada kaum Madyan, Kami utus saudara mereka yaitu Syu’aib. Dia berkata; Wahai kaumku, sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya” (QS. Al-A’raaf: 85).

Syaikh Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili hafizhahullah berkata, “Barangsiapa mentadabburi Kitabullah serta membaca Kitabullah dengan penuh perenungan, niscaya dia akan mendapati bahwasanya seluruh isi al-Qur’an; dari al-Fatihah sampai an-Naas, semuanya berisi dakwah tauhid. Ia bisa jadi berupa seruan untuk bertauhid, atau bisa juga berupa peringatan dari syirik. Terkadang ia berupa penjelasan tentang keadaan orang-orang yang bertauhid dan keadaan orang-orang yang berbuat syirik. Hampir-hampir al-Qur’an tidak pernah keluar dari pembicaraan ini. Ada kalanya ia membahas tentang suatu ibadah yang Allah syari’atkan dan Allah terangkan hukum-hukumnya, maka ini merupakan rincian dari ajaran tauhid…” (lihat Transkrip Syarh al-Qawa’id al-Arba’, hal. 22)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Seluruh isi al-Qur’an berbicara tentang penetapan tauhid dan menafikan lawannya. Di dalam kebanyakan ayat, Allah menetapkan tauhid uluhiyah dan kewajiban untuk memurnikan ibadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah pun mengabarkan bahwa segenap rasul hanyalah diutus untuk mengajak kaumnya supaya beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah pun menegaskan bahwa tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Nya. Allah juga menetapkan bahwasanya seluruh kitab suci dan para rasul, fitrah dan akal yang sehat, semuanya telah sepakat terhadap pokok ini. Yang ia merupakan pokok paling mendasar diantara segala pokok ajaran agama.” (lihat al-Majmu’ah al-Kamilah[8/23])

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ

“Sesungguhnya mereka itu apabila dikatakan kepada mereka laa ilaaha illallah maka mereka pun menyombongkan diri. Mereka berkata: Akankah kami meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair yang gila” (QS. Ash-Shaffat: 35-36)

Allah ta’ala berfirman,

وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ (4) أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Dan mereka [orang-orang musyrik Quraisy] merasa keheranan terhadap seorang pemberi peringatan yang muncul dari kalangan mereka. Orang-orang kafir itu pun berkata: ‘Dia ini adalah penyair lagi tukang dusta. Apakah dia hendak menjadikan ilah-ilah (sesembahan-sesembahan) ini menjadi satu sesembahan saja? Tentu saja ini adalah perkara yang sangat mengherankan’” (QS. Shaad: 4-5)

Allah ta’ala berfirman,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Rabbmu memerintahkan: Janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan kepada kedua orang tua hendaklah kalian berbuat baik” (QS. Al-Israa’: 23)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Perkara paling agung yang diperintahkan Allah adalah tauhid, yang hakikat tauhid itu adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Tauhid itu mengandung kebaikan bagi hati, memberikan kelapangan, cahaya, dan kelapangan dada. Dan dengan tauhid itu pula akan lenyaplah berbagai kotoran yang menodainya. Pada tauhid itu terkandung kemaslahatan bagi badan, serta bagi [kehidupan] dunia dan akhirat. Adapun perkara paling besar yang dilarang Allah adalah syirik dalam beribadah kepada-Nya. Yang hal itu menimbulkan kerusakan dan penyesalan bagi hati, bagi badan, ketika di dunia maupun di akhirat. Maka segala kebaikan di dunia dan di akhirat itu semua adalah buah dari tauhid. Demikian pula, semua keburukan di dunia dan di akhirat, maka itu semua adalah buah dari syirik.” (lihat al-Qawa’id al-Fiqhiyah, hal. 18)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menanyakan kepada beliau tentang iman, islam, dan ihsan. Lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu Islam?”. Beliau menjawab, “Islam adalah kamu beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kamu mendirikan sholat wajib, membayar zakat yang telah diwajibkan, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman terdiri dari tujuh puluh sekian atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenegaskan bahwa bagian iman yang paling utama adalah tauhid yang hukumnya wajib ‘ain atas setiap orang, dan itulah perkara yang tidaklah dianggap sah/benar cabang-cabang iman yang lain kecuali setelah sahnya hal ini (tauhid).” (lihat Syarh Muslim [2/88])

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara; tauhid kepada Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hak Allah atas hamba adalah mereka harus menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Adapun hak hamba yang pasti diberikan Allah ‘azza wa jalla adalah Dia tidak akan menyiksa [kekal di neraka, pent] orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah ta’ala berfirman,

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Tidaklah pantas bagi seorang manusia yang diberikan Allah kepadanya al-Kitab, hukum dan kenabian lantas berkata kepada manusia: Jadilah kalian sebagai pemuja diriku sebagai tandingan untuk Allah. Akan tetapi jadilah kalian rabbani dengan sebab apa yang kalian ajarkan berupa al-Kitab dan apa yang kalian pelajari. Dan tidaklah dia memerintahkan kalian untuk menjadikan malaikat dan nabi-nabi sebagai sesembahan. Apakah dia hendak memerintahkan kalian kafir setelah kalian memeluk Islam?” (QS. Ali ‘Imran: 79-80)

Ibnu Juraij dan sekelompok ulama tafsir yang lain menjelaskan, bahwa maksud dari ayat ini adalah, “Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah memerintahkan kalian untuk menjadikan malaikat dan para nabi sebagai sesembahan, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh kaum Quraisy dan Shabi’in yang berkeyakinan bahwa malaikat adalah putri-putri Allah. Tidak juga sebagaimana kaum Yahudi dan Nasrani yang berkeyakinan tentang ‘Isa al-Masih dan ‘Uzair seperti apa yang mereka ucapkan [bahwa mereka adalah anak Allah, pent].” (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 220 oleh Imam al-Baghawi)

Disebutkan dalam riwayat, bahwasanya suatu ketika orang-orang Yahudi datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mereka berkata, “Apakah kamu wahai Muhammad ingin untuk kami jadikan sebagai rabb/sesembahan?” Maka Allah pun menurunkan ayat di atas sebagai tanggapan untuk mereka (lihatal-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [5/187] oleh Imam al-Qurthubi)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan, “Lalu Allah berfirman (yang artinya), “Dan dia tidaklah memerintahkan kalian untuk menjadikan malaikat dan para nabi sebagai sesembahan” yaitu dia tidak memerintahkan kalian beribadah kepada siapapun selain Allah, baik kepada nabi yang diutus ataupun malaikat yang dekat -dengan Allah-. “Apakah dia akan memerintahkan kalian kepada kekafiran setelah kalian memeluk Islam?”. Artinya dia [rasul] tidak melakukan hal itu. Karena barangsiapa yang mengajak kepada peribadatan kepada selain Allah maka dia telah mengajak kepada kekafiran. Padahal para nabi hanyalah memerintahkan kepada keimanan; yaitu beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya.” Hal itu sebagaimana firman Allahta’ala (yang artinya), “Dan tidaklah Kami mengutus sebelum engkau seorang rasul pun kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain Aku, maka sembahlah Aku [saja]” (QS. Al-Anbiya’: 25) dst.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [2/67])

Allah ta’ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Diantara tanda kebesaran Allah adalah malam dan siang, matahari dan bulan, maka janganlah kalian sujud kepada matahari atau kepada bulan. Akan tetapi sujudlah kepada Allah yang telah menciptakan itu semua, jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya” (QS. Fushshilat: 37)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud dari ayat, “Janganlah kalian sujud kepada matahari atau kepada bulan. Akan tetapi sujudlah kepada Allah yang telah menciptakan itu semua.” Beliau berkata, “Janganlah kalian mempersekutukan hal itu dengan-Nya. Karena tidaklah berguna ibadah kalian kepada-Nya jika kalian juga beribadah kepada selain-Nya. Sebab Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim[7/182] cet. Dar Thaibah)

Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang berdoa (beribadah) kepada sesembahan lain disamping doanya kepada Allah yang itu jelas tidak ada keterangan/pembenar atasnya, maka sesungguhnya hisabnya ada di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak akan beruntung” (QS. Al-Mukminun: 117)

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong” (QS. Al-Ma’idah: 72)

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya. Dan masih berkenan untuk mengampuni apa-apa yang berada di bawah tingkatannya bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya” (QS. An-Nisaa’: 48)

Allah ta’ala berfirman,

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

“Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah maka janganlah kalian berdoa kepada siapapun bersama -doa kalian kepada- Allah” (QS. al-Jin: 18). 

Syaikh Shalih as-Suhaimi hafizhahullahmenjelaskan, “Artinya janganlah kalian beribadah kepada siapapun selain kepada-Nya.” (lihat Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 15)

Berdoa kepada selain Allah bahkan termasuk perbuatan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang berdoa kepada sesembahan lain disamping doanya kepada Allah yang itu jelas tidak ada keterangan/pembenar atasnya, maka sesungguhnya hisabnya ada di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak akan beruntung” (QS. al-Mukminun: 117). 

Yang dimaksud dengan doa dalam ayat ini adalah ibadah (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/367] cet. al-Maktabah at-Taufiqiyah)

Tidak ada kesesatan yang lebih buruk daripada kesesatan orang yang berdoa dan bergantung kepada selain Allah. Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ

“Siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang berdoa (beribadah) kepada selain Allah, sesuatu yang tidak bisa memenuhi keinginannya hingga hari kiamat. Sementara mereka itu lalai dari doa yang dipanjatkan kepada mereka. Tatkala umat manusia dikumpulkan -di hari kiamat- maka sesembahan mereka itu justru menjadi musuh mereka. Dan mereka sendiri mengingkari peribadahan yang ditujukan kepada dirinya” (QS. al-Ahqaf: 5-6)

Demikian yang bisa kami himpun dalam kesempatan ini. Semoga bermanfaat.Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Artikel Muslim.Or.Id

02 October 2013

Jangan Putus Asa, Anugerah Allah Amatlah Luas !

Seorang yang shaleh bercerita:

Ketika aku sedang berthawaf di Baitullah, aku mendapati seorang laki-laki yang sedang sujud. Dalam sujudnya ia berkata, ’’Ya Tuhanku, apa yang telah Engkau lakukan mengenai urusan hamba-Mu yang terhalang ini?"

Ketika aku melewatinya lagi, dia masih mengucapkan kata- kata itu. Setelah aku menyelesaikan thawaf, dan ia telah menyelesaikan sujudnya, aku menghampirinya dan bertanya tentang ucapannya itu.

Dia menjawab, "Ketahuilah, dulu aku dan pasukanku pernah menyerang dan menggegerkan negeri Rum. Komandan pasukan kami mengumpulkan seluruh pasukan, lalu membawanya ke Rum. Setelah itu, dia memilih sepuluh orang prajurit berkuda, termasuk aku, untuk dijadikan mata-mata. Lalu kami memasuki suatu hutan, dan di sana kami mendapati sekitar enam puluh tentara kafir. 

Sedangkan dari arah yang lain, kami mendapati sekitar enam ratus tentara kafir. Kemudian kami pulang melapor kepada komandan kami. Setelah itu, komandan mengirim pasukan muslimin untuk menyerang dan menangkap pasukan kafir tadi. Komandan berkata, "Kalian semua orang yang ".berkahi! Besok, pergilah lagi untuk melaksanakan tugas sebagai mata-mata!"

"Ketika malam sudah gelap, seperti biasa, kami -elaksanakan tugas kami sebagai mata-mata. Saat menjalankan Tugas itu, kami bertemu dengan seribu pasukan kafir, ialu mereka menangkap dan menawan kami. Kami dibawa ke hadapan raja Rum, kemudian raja memerintahkan agar kami dipenjara. 

Suatu Ketika, sampailah kabar kepada raja, bahwa pasukan kaum muslimin telah membunuh para tawanan mereka, yakni orang- orang Rum, dan di antara para tawanan itu ada saudara sepupu raja Rum. Dikarenakan hal itu, raja merasa sedih yang amat dalam. Sehingga ia memerintahkan untuk menyiksa kami. Lalu, mereka menutup mata kami. Orang yang berdiri di samping raja berkata, "Sesungguhnya penyiksaan dengan menutup mata terlalu ringan bagi mereka. Buka saja mata mereka, agar mereka melihat penyiksaan mereka satu sama lain. Yang demikian itu tentu lebih menyakitkan bagi mereka."

"Lalu mereka membuka mata kami. Aku melihat orang yang berdiri di sisi raja itu mengenakan pakaian sutra yang di hiasi emas. Dia adalah orang muslim di antara kami yang murtad, lalu berpihak pada orang kafir. Karena sakit yang kurasakan, aku tidak kuasa berbicara dengannya. Lalu aku tengadahkan wajahku ke atas. Tiba-tiba aku melihat sepuluh bidadari yang masing-masing membawa nampan dan sapu tangan. Di atas bidadari, terdapat sepuluh pintu di langit yang terbuka. Maka mulailah algojo membunuh kami satu persatu. Ketika algojo membunuh salah seorang dari kami, turunlah satu bidadari mengambil ruhnya, membungkusnya dengan sapu tangan, kudian diletakkan di atas nampan, lalu dibawa masuk ke salah satu pintu yang ada di langit."

"Aku adalah orang terakhir yang akan dibunuh, ketika tiba giliranku, mendekatlah bidadari itu untuk mengambil ruhku seperti yang telah dilakukan oleh kawan-kawannya. Akan tetapi, saat algojo akan mengayunkan pedangnya, tiba-tiba orang yang ada di samping raja tadi berkata, "Wahai tuan raja, kalau tuan membunuh semuanya, lalu siapa yang akan memberitahu tentang kematian mereka pada pasukan kaum muslimin? Lepaskanlah orang ini, agar ia memberitahukan pada orang-orang Islam!" Maka sang raja pun tidak jadi membunuhku. Dengan begitu, berpalinglah bidadari tadi sambil berkata, "Kamu orang yang terhalang, kamu orang yang terhalang." Karena itulah, aku bersimpuh di sini dan berdoa, "Ya Tuhan, apa yang telah Engkau fakukan mengenai orang yang terhalang ini?"

Tuhan pun menjawab, "Jangan putus asa! Anugerah Allah itu sangat luas."