29 March 2014

Akankah Takut Akan Rezeki dan Ajal Membelenggu Kalian?

Apabila ada yang mengatakan, “Ada intel polisi yang mondar mandir di depan rumahmu – Wallahu alam – bila ia orang yang kurang iman , barangkali ia sudah mengalami stroke dan lumpuh separuh jalan… habis sudah, atau seminggu penuh terbolak balik di atas ranjang, tidak tenang dalam tidurnya karena cemas, meski karena itu ia kehilangan sholat subuh.

Padahal ribuan hari telah berlalu dan ia tidak pernah merasa takut kepada Allah seperti rasa takutnya bila ia diberitahu ada seorang petugas polisi yang berdiri di depan pintu rumahnya.” Kenapa ia takut pada intel atau petugas polisi? Takut terhadap rezeki atau takut terhadap mati, apa ada ketakutan yang lain? Tidak ada ! kalau ia tidak takut terhadap mati maka tentu ia takut tentang rezekinya.

Belenggu ini menjadi momok yang menakutkan dalam diri manusia, yang membuat tidak nyenyak tidur mereka dan membuat mereka senantiasa cemas.

Ketahuilah , Jika kamu tidak takut terhadap rezekimu atau ajalmu, maka kamu tidak akan merasa cemas dan khawatir kalau ada orang yang mengatakan padamu sekarang : “Polisi akan menangkapmu !”

Jadi di sana ada ikatan ikatan yang membelenggumu pada dunia, dan ikatan ikatan itulah yang sebenarnya membuatmu merasa takut dan cemas.

Tahukah apa obat atas penyakit itu? Adalah mukmin yang berjihad! . Ya, Jihad akan membebaskan penyakit tersebut dari diri kita, rasa takut terhadap polisi, rasa takut terhadap mati, rasa cemas terhadap rezeki.

Kenapa? Karena sesuatu yang paling berharga dan paling mahal pada diri manusia adalah nyawanya. Seorang mujahid telah meletakkan nyawanya di atas telapak tangan dan menawarkannya siang dan malam kepada Rabbul Alamiin, agar Allah memilihnya, dan ia menjadi sedih kalau Allah tidak memilihnya. Lalu bila sudah demikian, terhadap apa lagi ia takut setelah itu?

Maka tanamkan keinginan jihad fi sabilillah di hatimu, kelak ketakutan apapun menjadi kecil di matamu, dan hanya Allah lah satu satunya yang kalian takuti .

28 March 2014

Hilangkan Rasa Ujub di Hatimu!

Pada suatu hari, Nabi Sulaiman as mengumpulkan tujuh puluh ribu jenis burung. Masing-masing burung itu tidak ada yang sama warnanya. Burung-burung itu berhenti di atas Nabi Sulaiman as laksana awan. Lalu Nabi Sulaiman as bertanya tentang makanan mereka, di mana mereka bertelur dan di mana mereka menetaskan.

Mereka menjawab, "Di antara kami ada yang bertelur dan menetas di angkasa, ada yang telurnya di sayap sampai menetas, ada yang meletakkan telurnya di paruhnya sampai menetas, dan di antara kami ada yang tidak berketurunan dan tidak bertelur, tetapi keturunan kami tetap ada selamanya."

As-Sudi mengatakan:

Permadani Nabi Sulaiman as adalah tenunan buatan jin, terbuat dari emas dan sutra, bisa mengangkut seluruh bala tentaranya, berupa pasukan hewan melata, pasukan kuda, pasukan unta, pasukan manusia, jin, binatang buas, dan pasukan burung. Pimpinan tentara Nabi Sulaiman as ada sejuta farsakh, dan masing-masing pemimpin itu membawahi sejuta pasukan. Permadani tersebut bisa berjalan di antara langit dan bumi, dan permadani itu selalu membawa Nabi Sulaiman as ke mana pun Nabi Sulaiman as menghendaki. Bisa pelan atau cepat, tinggal melihat keinginan Nabi Sulaiman as. Angin yang dikendalikan oleh Nabi Sulaiman as, walaupun bertiup kencang, tetapi tidak akan merusak pepohonan dan tanaman. 

Apabila ada seseorang yang berbicara, maka Nabi Sulaiman as mendengarnya, walaupun suaranya lirih dan jauh. Singgasananya terbuat dari emas yang dihiasi intan dan berlian. Di sisi kanan dan kirinya terdapat tiga ribu (ada juga yang mengatakan enam ratus ribu) kursi untuk para ulama Bani Israil dan para wazirnya. 

Pasukan tentaranya apabila berbaris, maka panjangnya seratus farsakh (1 farsakh = 8 km atau 31/2 mil), yang terdiri dari 25 farsakh pasukan manusia, 25 farsakh pasukan jin, 25 farsakh pasukan binatang buas, dan 25 farsakh lagi pasukan burung. Para jin senantiasa mencari mutiara di laut untuk Nabi Sulaiman as. Juru masak Nabi Sulaiman as, setiap harinya selalu menyembelih seratus ribu kambing dan empat puluh ribu sapi. Walaupun demikian, Nabi Sulaiman as tidak pernah makan kecuali roti gandum buatannya sendiri.

Pada suatu hari, Nabi Sulaiman as terbang dengan menggunakan permadaninya mengelilingi tempat yang luas. Di sana, dia melihat apa yang diberikan, dianugerahkan, dan ditundukkan Allah Swt untuknya. Maka, timbullah rasa ujub dalam dirinya. Ketika dia merasa ujub, maka bergoyanglah permadaninya dan dua belas ribu pasukannya mati. Lalu ia memukul permadaninya dengan bambu kecil yang ada di tangannya seraya berkata "Luruslah, hai permadani!"

"Sampai kamu sendiri lurus, wahai Nabi Sulaiman!" kata permadaninya menimpali.

Mendengar jawaban tersebut, Nabi Sulaiman as sadar bahwa permadani itu bergoyang atas perintah Allah Swt. Maka bersujudlah Nabi Sulaiman as dan memohon ampun kepada Allah Swt atas apa yang terjadi pada dirinya.

21 March 2014

Dukun Laris , Buah Demokrasi

Menjelang Pemilu 2014, menuju kursi panas semakin marak kampanye di mana-mana. Metode kampanye banyak dilakukan oleh calon anggota legislatif. Dari mulai pengumpulan masa, pencitraan, ataupun menarik simpati rakyat. Pendekatan kampanye pun dilakukan dengan berbagai cara demi memenangkan pemilu yang akan digelar pada 9 April mendatang.

Berbagai upaya dilakukan para caleg, termasuk upaya melakukan ritual yang tidak masuk akal seperti, mandi di sungai. Ritual dilakukan caleg daerah dengan harapan terpilih menjadi wakil rakyat. Seperti yang dilakukan calon anggota legislatif (Caleg) Dapil V DPRD Kabupaten Ngawi menggelar ritual doa dan mandi di Sungai Tempuk Alas Ketonggo (Srigati) Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. (rohilonline.com – Kamis, 13/03/2014)

Tidak hanya itu, ada lagi sejumlah orang yang mengaku penasihat spiritual atau dukun menawarkan jasa bagi caleg yang ingin sukses melenggang ke kursi panas. Tidak sedikit para caleg yang mempercayai orang yang mengaku penasihat spiritual ini. Dukun ini mematok tarif yang tidak murah dengan menjanjikan bisa memuluskan jalan caleg menuju gedung DPR atau DPRD. Harganya mulai di kisaran ratusan juta hingga miliaran rupiah. Namun demi tercapainya tujuan itu, caleg-caleg ini dengan mudah menuruti tarif fantastis tersebut.

Sungguh menggelikan, hal ini dilakukan oleh individu yang berakal dan beragama. Apa yang mereka lakukan sudah jelas dalam Islam adalah perbuatan syirik yang merupakan dosa besar. Mempercayai selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam berdoa. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak meridhai perbuatan orang-orang yang menjadikan makhluk sebagai pelindung. Hal itu tertuang dalam firmanNya :

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka (sembahan-sembahan kami) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang pendusta dan sangat besar kekafirannya” (QS az-Zumar:3).

Fenomena ritual ini marak menjelang pemilu, demi kekuasaan rela melakukan apapun. Perilaku seperti ini tentu saja karena sebab dan akibat. Tidak lain dan tidak bukan karena sistem yang membuat mereka seperti itu. Ditambah dengan kurangnya keimanan yang menyebabkan lemah. Belum lagi ongkos yang besar yang dikeluarkan untuk kampanye. Persaingan pun semakin ketat. Belum menjadi anggota legislatif saja sudah melakukan hal yang tidak diridhai Allah, bagaimana jika sudah duduk di kursi legislatif ?

Sistem yang dilakukan saat ini sangat mungkin membuat orang menjadi gila. Pemilu yang mahal dan kemungkinan berhasil sangat kecil. Tentu saja ini membuat para caleg ketar-ketir. Belum lagi dengan rumitnya sistem pemilu yang digunakan. Dengan sistem yang ada, persaingan sengit bukan hanya dengan caleg dari partai lain, tetapi juga antar caleg dari satu partai yang sama di dapil yang sama.

Persaingan ini yang akhirnya membuat para caleg habis-habisan agar mendapatkan suara terbanyak. Semua cara dilakukan, dari mulai iklan, spanduk, baliho, termasuk ritual perdukunan yang tidak rasional. Tentu saja untuk melakukan semua itu dengan uang.

Jelaslah bahwa demokrasi menghalalkan segala cara untuk sampai pada tujuan, juga menghilangkan akal sehat si pengembannya (termasuk kalangan perempuan). Padahal apa yang dilakukannya tidak ada relevansinya dengan dukungan suara publik dengan ritual syirik tersebut. 

Wallahu A’lam Bis-Shawaab!

20 March 2014

10 Kesalahan Istri Terhadap Suami

1. Menuntut keluarga yang ideal dan sempurna

Sebelum menikah, seorang wanita membayangkan pernikahan yang begitu indah, kehidupan yang sangat romantis sebagaimana ia baca dalam novel maupun ia saksikan dalam sinetron-sinetron.

Ia memiliki gambaran yang sangat ideal dari sebuah pernikahan. Kelelahan yang sangat, cape, masalah keuangan, dan segudang problematika di dalam sebuah keluarga luput dari gambaran nya.

Ia hanya membayangkan yang indah-indah dan enak-enak dalam sebuah perkawinan.

Akhirnya, ketika ia harus menghadapi semua itu, ia tidak siap. Ia kurang bisa menerima keadaan, hal ini terjadi berlarut-larut, ia selalu saja menuntut suaminya agar keluarga yang mereka bina sesuai dengan gambaran ideal yang senantiasa ia impikan sejak muda.

Seorang wanita yang hendak menikah, alangkah baiknya jika ia melihat lembaga perkawinan dengan pemahaman yang utuh, tidak sepotong-potong, romantika keluarga beserta problematika yang ada di dalamnya.

2. Nusyus (tidak taat kepada suami)

Nusyus adalah sikap membangkang, tidak patuh dan tidak taat kepada suami. Wanita yang melakukan nusyus adalah wanita yang melawan suami, melanggar perintahnya, tidak taat kepadanya, dan tidak ridha pada kedudukan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tetapkan untuknya.

Nusyus memiliki beberapa bentuk, diantaranya adalah:

1. Menolak ajakan suami ketika mengajaknya ke tempat tidur, dengan terang-terangan maupun secara samar.

2. Mengkhianati suami, misalnya dengan menjalin hubungan gelap dengan pria lain.

3. Memasukkan seseorang yang tidak disenangi suami ke dalam rumah

4. Lalai dalam melayani suami

5. Mubazir dan menghambur-hamburkan uang pada yang bukan tempatnya

6. Menyakiti suami dengan tutur kata yang buruk, mencela, dan mengejeknya

7. Keluar rumah tanpa izin suami

8. Menyebarkan dan mencela rahasia-rahasia suami.

Seorang istri shalihah akan senantiasa menempatkan ketaatan kepada suami di atas segala-galanya. Tentu saja bukan ketaatan dalam kedurhakaan kepada Allah, karena tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia akan taat kapan pun, dalam situasi apapun, senang maupun susah, lapang maupun sempit, suka ataupun duka. Ketaatan istri seperti ini sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan cinta dan memelihara kesetiaan suami.

3. Tidak menyukai keluarga suami

Terkadang seorang istri menginginkan agar seluruh perhatian dan kasih sayang sang suami hanya tercurah pada dirinya. Tak boleh sedikit pun waktu dan perhatian diberikan kepada selainnya. Termasuk juga kepada orang tua suami. Padahal, di satu sisi, suami harus berbakti dan memuliakan orang tuanya, terlebih ibunya.

Salah satu bentuknya adalah cemburu terhadap ibu mertuanya. Ia menganggap ibu mertua sebagai pesaing utama dalam mendapatkan cinta, perhatian, dan kasih sayang suami. Terkadang, sebagian istri berani menghina dan melecehkan orang tua suami, bahkan ia tak jarang berusaha merayu suami untuk berbuat durhaka kepada orang tuanya. Terkadang istri sengaja mencari-cari kesalahan dan kelemahan orang tua dan keluarga suami, atau membesar-besarkan suatu masalah, bahkan tak segan untuk memfitnah keluarga suami.

Ada juga seorang istri yang menuntut suaminya agar lebih menyukai keluarga istri, ia berusaha menjauhkan suami dari keluarganya dengan berbagai cara.

Ikatan pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan dalam sebuah lembaga pernikahan, namun juga ‘pernikahan antar keluarga’. Kedua orang tua suami adalah orang tua istri, keluarga suami adalah keluarga istri, demikian sebaliknya. Menjalin hubungan baik dengan keluarga suami merupakan salah satu keharmonisan keluarga. Suami akan merasa tenang dan bahagia jika istrinya mampu memposisikan dirinya dalam kelurga suami. Hal ini akan menambah cinta dan kasih sayang suami.

4. Tidak menjaga penampilan

Terkadang, seorang istri berhias, berdandan, dan mengenakan pakaian yang indah hanya ketika ia keluar rumah, ketika hendak bepergian, menghadiri undangan, ke kantor, mengunjungi saudara maupun teman-temannya, pergi ke tempat perbelanjaan, atau ketika ada acara lainnya di luar rumah. Keadaan ini sungguh berbalik ketika ia di depan suaminya. Ia tidak peduli dengan tubuhnya yang kotor, cukup hanya mengenakan pakaian seadanya: terkadang kotor, lusuh, dan berbau, rambutnya kusut masai, ia juga hanya mencukupkan dengan aroma dapur yang menyengat.

Jika keadaan ini terus menerus dipelihara oleh istri, jangan heran jika suami tidak betah di rumah, ia lebih suka menghabiskan waktunya di luar ketimbang di rumah. Semestinya, berhiasnya dia lebih ditujukan kepada suami Janganlah keindahan yang telah dianugerahkan oleh Allah diberikan kepada orang lain, padahal suami nya di rumah lebih berhak untuk itu.

5. Kurang berterima kasih

Tidak jarang, seorang suami tidak mampu memenuhi keinginan sang istri. Apa yang diberikan suami jauh dari apa yang ia harapkan. Ia tidak puas dengan apa yang diberikan suami, meskipun suaminya sudah berusaha secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan keinginan-keinginan istrinya.

Istri kurang bahkan tidak memiliki rasa terima kasih kepada suaminya. Ia tidak bersyukur atas karunia Allah yang diberikan kepadanya lewat suaminya. Ia senantiasa merasa sempit dan kekurangan. Sifat qona’ah dan ridho terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya sangat jauh dari dirinya.

Seorang istri yang shalihah tentunya mampu memahami keterbatasan kemampuan suami. Ia tidak akan membebani suami dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukan suami. Ia akan berterima kasih dan mensyukuri apa yang telah diberikan suami. Ia bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya, dengan bersyukur, insya Allah, nikmat Allah akan bertambah.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”

6. Mengingkari kebaikan suami

“Wanita merupakan mayoritas penduduk neraka.”

Demikian disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah shalat gerhana ketika terjadi gerhana matahari.

Ajaib !! wanita sangat dimuliakan di mata Islam, bahkan seorang ibu memperoleh hak untuk dihormati tiga kali lebih besar ketimbang ayah. Sosok yang dimuliakan, namun malah menjadi penghuni mayoritas neraka. Bagaimana ini terjadi?

“Karena kekufuran mereka,” jawab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika para sabahat bertanya mengapa hal itu bisa terjadi. Apakah mereka mengingkari Allah?

Bukan, mereka tidak mengingkari Allah, tapi mereka mengingkari suami dan kebaikan-kebaikan yang telah diperbuat suaminya. Andaikata seorang suami berbuat kebaikan sepanjang masa, kemudian seorang istri melihat sesuatu yang tidak disenanginya dari seorang suami, maka si istri akan mengatakan bahwa ia tidak melihat kebaikan sedikitpun dari suaminya. Demikian penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari (5197).

Mengingkari suami dan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan suami!!

Inilah penyebab banyaknya kaum wanita berada di dalam neraka. Mari kita lihat diri setiap kita, kita saling introspeksi , apa dan bagaimana yang telah kita lakukan kepada suami-suami kita?

Jika kita terbebas dari yang demikian, alhamdulillah. Itulah yang kita harapkan. Berita gembira untukmu wahai saudariku.

Namun jika tidak, kita (sering) mengingkari suami, mengingkari kebaikan-kebaikannya, maka berhati-hatilah dengan apa yang telah disinyalir oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bertobat, satu-satunya pilihan utuk terhindar dari pedihnya siksa neraka. Selama matahari belum terbit dari barat, atau nafas telah ada di kerongkongan, masih ada waktu untuk bertobat. Tapi mengapa mesti nanti? Mengapa mesti menunggu sakaratul maut?

Janganlah engkau katakan besok dan besok wahai saudariku; kejarlah ajalmu, bukankah engkau tidak tahu kapan engkau akan menemui Robb mu?

“Tidaklah seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia, melainkan isterinya (di akhirat kelak): bidadari yang menjadi pasangan suaminya (berkata): “Jangan engkau menyakitinya, kelak kamu dimurkai Allah, seorang suami begimu hanyalah seorang tamu yang bisa segera berpisah dengan kamu menuju kami.” (HR. At Tirmidzi, hasan)

Wahai saudariku, mari kita lihat, apa yang telah kita lakukan selama ini , jangan pernah bosan dan henti untuk introspeksi diri, jangan sampai apa yang kita lakukan tanpa kita sadari membawa kita kepada neraka, yang kedahsyatannya tentu sudah Engkau ketahui.

Jika suatu saat, muncul sesuatu yang tidak kita sukai dari suami; janganlah kita mengingkari dan melupakan semua kebaikan yang telah suami kita lakukan.

“Maka lihatlah kedudukanmu di sisinya. Sesungguhnya suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR.Ahmad)

7. Mengungkit-ungkit kebaikan

Setiap orang tentunya memiliki kebaikan, tak terkecuali seorang istri. Yang jadi masalah adalah jika seorang istri menyebut kebaikan-kebaikannya di depan suami dalam rangka mengungkit-ungkit kebaikannya semata.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” [Al Baqarah: 264]

Abu Dzar radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga kelompok manusia dimana Allah tidak akan berbicara dan tak akan memandang mereka pada hari kiamat. Dia tidak mensucikan mereka dan untuk mereka adzab yang pedih.”

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya sebanyak tiga kali.” Lalu Abu Dzar bertanya, “Siapakah mereka yang rugi itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang menjulurkan kain sarungnya ke bawah mata kaki (isbal), orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikannya dan orang yang suka bersumpah palsu ketika menjual. ” [HR. Muslim]

8. Sibuk di luar rumah

Seorang istri terkadang memiliki banyak kesibukan di luar rumah. Kesibukan ini tidak ada salahnya, asalkan mendapat izin suami dan tidak sampai mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya.

Jangan sampai aktivitas tersebut melalaikan tanggung jawab nya sebagai seorang istri. Jangan sampai amanah yang sudah dipikulnya terabaikan.

Ketika suami pulang dari mencari nafkah, ia mendapati rumah belum beres, cucian masih menumpuk, hidangan belum siap, anak-anak belum mandi, dan lain sebagainya. Jika hni terjadi terus menerus, bisa jadi suami tidak betah di rumah, ia lebih suka menghabiskan waktunya di luar atau di kantor.

9. Cemburu buta

Cemburu merupakan tabiat wanita, ia merupakan suatu ekspresi cinta. Dalam batas-batas tertentu, dapat dikatakan wajar bila seorang istri merasa cemburu dan memendam rasa curiga kepada suami yang jarang berada di rumah. Namun jika rasa cemburu ini berlebihan, melampaui batas, tidak mendasar, dan hanya berasal dari praduga; maka rasa cemburu ini dapat berubah menjadi cemburu yang tercela.

Cemburu yang disyariatkan adalah cemburunya istri terhadap suami karena kemaksiatan yang dilakukannya, misalnya: berzina, mengurangi hak-hak nya, menzhaliminya, atau lebih mendahulukan istri lain ketimbang dirinya. Jika terdapat tanda-tanda yang membenarkan hal ini, maka ini adalah cemburu yang terpuji. Jika hanya dugaan belaka tanpa fakta dan bukti, maka ini adalah cemburu yang tercela.

Jika kecurigaan istri berlebihan, tidak berdasar pada fakta dan bukti, cemburu buta, hal ini tentunya akan mengundang kekesalan dan kejengkelan suami. Ia tidak akan pernah merasa nyaman ketika ada di rumah. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, kejengkelannya akan dilampiaskan dengan cara melakukan apa yang disangkakan istri kepada dirinya.

10. Kurang menjaga perasaan suami

Kepekaan suami maupun istri terhadap perasaan pasangannya sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya konflik, kesalahpahaman, dan ketersinggungan. Seorang istri hendaknya senantiasa berhati-hati dalam setiap ucapan dan perbuatannya agar tidak menyakiti perasaan suami, ia mampu menjaga lisannya dari kebiasaan mencaci, berkata keras, dan mengkritik dengan cara memojokkan. Istri selalu berusaha untuk menampakkan wajah yang ramah, menyenangkan, tidak bermuka masam, dan menyejukkan ketika dipandang suaminya.

Demikian beberapa kesalahan-kesalahan istri yang terkadang dilakukan kepada suami yang seyogyanya kita hindari agar suami semakin sayang pada setiap istri. Semoga keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.

amin…

Semoga bermanfaat


-Akbar 86-

16 March 2014

Sudah Cantikkah Jilbabku Hari Ini?

“Mau makan es krim sambil jalan?” Wajah seorang teman berkerut,kurang suka ketika saya menghentikan langkah dan ingin mencicipi sedikit kenikmatan es krim di siang terik pada saat hari libur.
“Iya.” Saya meringis mendapati perasaan tertangkap basah mendera.
“Kalau mau makan,ya kita berhenti dulu.Cari tempat untuk duduk.Kalau sambil jalan mending nggak usah deh.” Dengan tenang dia menambahi.
Tak saya dapati bangku untuk duduk duduk di sekitar situ.Bila memang tetap ingin membeli kemudian mencari tempat duduk,saya pastikan es krim itu akan meleleh habis disengat udara hari itu.Keinginan mengecap lezatnya es krim saya urungkan.

Di lain waktu dalam kesempatan sama(pada saat libur).Asyiknya ngobrol sambil berjalan.Tangan saya bergerak refleks mengambil botol air dan meminumnya menggunakan tangan kiri.
“Sudah memakai jilbab,minum sambil jalan dengan tangan kiri pula!” Dan lagi lagi saya merasa basah kuyup dengan teguran itu.Antara malu karena banyak sekali amalan saya yang masih belepotan,dan bersyukur karena memiliki teman teman yang tak segan menegur sebagai cermin dimana selalu memantau gerak gerik saya agar bisa lebih baik.

Selang beberapa waktu,ada postingan artikel syariah tentang larangan makan dan minum sambil berdiri di bulletin forum kami.Tentu saja sangat bermanfaat,meski hanya contoh kecil dalam keseharian yang terluput dari perhatian kita.

Dari Anas dan Qataidah,Rasullullah SAW bersabda:
Sesunggunya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri,Qotadah berkata:”Bagaimana dengan makan?” Beliau menjawab:”Itu lebih buruk lagi”.(HR. Muslim dan Tirmidzi)

Bersabda Nabi dari Abu Hurairah,”Jangan kalian minum sambil berdiri! Apabila kalian lupa,maka hendaknya ia muntahkan!”(HR.Muslim)

Jilbab adalah symbol bagi muslimah.Sebuah tanggungjawab dimana kita dituntut untuk memenuhi kriteria kriteria tertentu sehingga bisa mewakili sebutan yang disematkan bagi penggunanya.Memang tak bisa instant,karena ilmu ilmu yang terpendam di sekitar kita menunggu untuk digali.Tetap istiqomah,terus berusaha mengisi kekosongan hingga kita bisa memuliakan jilbab itu sendiri dalam arti keseluruhan bukan hanya sebuah symbol.

Bila dilihat fenomena sekarang ini,jilbab terkadang hanya sebuah bagian assesoris,keindahan semu dengan mengesampingkan kaidah kaidah yang sesungguhnya.Kepala tertutup rapat,namun baju yang dikenakan membentuk jelas lekuk tubuh.Juga jilbab trendy minimalis alias hanya sampai sebatas leher,tak terjulur menutupi dada,sebagaiman tercantum dalam ayat berikut.

Katakanlah kepada wanita yang beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan memelihara kemaluannya,dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang(biasa)nampak daripadanya.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…..(QS.An-Nur;31)

Atau telah berjilbab dengan kaidah yang benar,namun amalan masih butuh banyak perbaikan.Terlepas dari kekurangan yang bertempat dalam kodrati manusia.Adalah kewajiabn kita untuk selalu bertransform menuju kebaikan bukan?

Mengenakan sebuah hijab bagi seorang akhwat adalah sebuah langkah yang patut di puji meski sebenarnya wajib bagi muslimah yang telah akil baliq.Mengingat dampak global pada mode dan pergaulan antara lawan jenis yang semakin rawan,hijab bisa digunakan sebagai pengingat bahwa apa yang terlihat dari lahir,sebuah cermin dari dzahir.Memuliakan fungsi jilbab itu sendiri untuk mengagungkan dan menjaga kaum wanita.

Akhirnya pada sebuah event cukup besar di forum kami,mengharuskan menyeragamkan apa yang kami kenakan.Kebetulan saya bukan tipe orang yang telaten berlama lama di depan kaca untuk berdandan.Dalam hal berjilbab saya merasa nyaman dengan jilbab siap pakai,sekali dikenakan sudah bisa keluar,tanpa harus mengepaskan ini dan itu seperti jilbab kain.Namun kali ini saya memang harus mengenakan jilbab kain,karena jilbab siap pakai saya tak ada yang sewarna dengan ketentuan kostum hari itu.

Tiba di tempat event,seorang teman menegur saya.Dia berkata jilbab saya tak rapi dsb dsb.Padahal saya merasa sudah ok,dan maksimal dengan pengorbanan waktu lebih lama untuk berkaca.Kemudian saya pasrahkan penampilan jilbab saya padanya untuk dirombak kembali.

Setelah beberapa saat,bayangan saya dicermin memang lebih rapi dan manis(menurut saya hehehe).Dan berjanji bahwa lain kali akan lebih teliti.

Itulah gambaran dalam berjilbab.Baik dalam arti harfiah dan sesungguhnya.Terkadang kita memang membutuhkan waktu dan amalan lebih untuk hasil yang memuaskan pula.Sering bercermin(bertafakur) menginstropeksi diri.Tak segan bertanya dan menerima teguran dari orang orang sekitar kita.”Sudah cantikkah jilbabku hari ini…?”

Wallahu’alam Bishawab



diajengyusaku@yahoo.com

Menghina Allah Tanpa Sadar

Sebagai saudara, teman atau tetangga, biasanya jika ada yang melahirkan maka berbondong-bondong lah kita untuk datang dan mengucapkan selamat. Karena anak karunia Allah dan sekaligus tertitip harapan di hati semoga menjadi orang yang shalih dan sholeha.

Menimang sang bayi dan mendo’akannya. Merupakan kebiasaan yang baik. Tapi kadang perbuatan baik tersebut ternodai dengan kata ( maksudnya hanya canda ) yang tidak seharusnya keluar dari mulut kita.

“Kok anaknya jelek? Tidak seperti ibunya.” Atau kata, “ Anaknya cakep, ayahnya jelek, keturunan darimana ini?” Atau, “hidungnya mancung, tapi…”

Banyak lagi kata yang biasanya ditanggapi dengan senyum atau tertawa yang menandakan, bahwa yang disinggung tak merasa itu sebuah kejelekan. Karena memang kata-kata itu sepertinya sudah lumrah untuk dikatakan oleh sebagian orang setiap bertemu dengan anak-anak. Tak ada masalah, karena yang melempar dan dilempar kata sama-sama maklum.

Padahal siapa sih yang ingin jelek? Semua orang pasti ingin berwajah cantik atau ganteng. Ingin postur tubuh atau secara fisik sesuai dengan standar apa yang berlaku di mata kita. Tidak ada yang ingin dikatakan jelek atau kurang baik. Apa yang ada di tubuh kita atau bentuk apa pun yang kita miliki inginnya itu lah yang terbaik nilainya di hadapan orang lain. Tapi kita ( sebagian orang ) sering kali terlupa, bahwa apa pun yang kita punyai atau pun orang lain miliki, semuanya adalah diciptakan sesuai dengan “kemauan” sang Pencipta tubuh kita. Kita tidak berhak memberi nilai minus untuk setiap ciptaan-Nya. Karena semuanya pasti ada hikmah yang tersembunyi.

Mari kita buka kembali lembaran suci Al-Qur’an dan lihat lah firman Allah Swt. pada surah Al-‘At-Tiin ayat 4 , “ Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya".

Allah sendiri memuji ciptaan-Nya dan kita sebagai hamba yang sering kali membacanya, tapi kadang lupa dengan terpleset lidah. Kita tak menyadari, sedikit demi sedikit hal negatif dari lingkungan kita tertanam di otak, dan menyadari itu ada hal yang wajar. Alias semuanya tahu, itu hanya canda.

Padahal canda atau apapun kata yang dikeluarkan dengan tujuan membuat segar suasana, tidak seharusnya kita menghina Allah ( walau tak menyadari ). Walau lingkungan menganggap itu biasa, tapi bagi kita yang beriman, tidak seharusnya terikut arus “pembiasaan” . Karena perbuatan itu tak seharusnya turut kita lakukan. Dan perbuatan yang kurang terpuji itu, bila sangat memungkinkan harus kita “cerahkan” dengan memberikan alasan yang bisa mereka terima dengan baik.

“.. saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran”. ( Al-‘Ashr – ayat 3 )



Halimah Taslima

Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata

11 March 2014

Orang-orang Beriman adalah Orang yang Berbahagia

Kebahagiaan adalah sebuah keadaan di mana hati manusia merasakan kedamaian dan ketentraman. Keadaan tersebut tidak bergantung pada wujud kebendaan atau raga manusia, melainkan bergantung pada suasana dan keadaan ruhani mereka masing-masing. Semenjak kebahagiaan selalu terletak di dalam hati, maka keterbatasan raga seperti apapun yang dimiliki oleh manusia pada dasarnya tak akan pernah menjadi penghalang bagi kebahagiaan mereka. Kita mungkin sering mendapati pemandangan di mana orang-orang yang cacat fisik ternyata bisa tersenyum menikmati hidup mereka tanpa perlu mengeluhkan nasib atau kekurangan pada tubuhnya. Mereka tampak bisa berbahagia meskipun kenyataannya mereka mengalami kesulitan jasmani. Dan itu semua tak lain adalah karena mereka telah terbiasa mengelola suasana batin mereka di samping kenyataan fisik yang mereka alami tersebut. Justru salah satu hal yang dapat merampas kebahagiaan mereka tersebut adalah ketika mereka membanding-bandingkankan nasib mereka dengan orang lain, atau berangan-angan untuk bertukar nasib dengan mereka yang utuh anggota badannya.

Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu sebab yang dapat ditempuh oleh manusia untuk dapat meraih kebahagiaan, yaitu adalah dengan menghilangkan belenggu yang mengikat dan mengekang hati mereka. Belenggu tersebut adalah segala bentuk suasana batin yang berupa keresahan dan ketidaknyamanan, yang mana bentuk usaha dalam menghilangkannya adalah dengan belajar meredam emosi negatif dalam diri kita, misalnya meredam kemarahan ketika kita sangat berhak untuk marah; ataupun ketika kita sebenarnya berhak untuk mengembalikan gangguan yang telah ditujukan kepada kita, maka kita justru berusaha untuk menepisnya atau merelakannya saja; dan seterusnya. Karena pada dasarnya, kemarahan dan segala bentuk emosi lain yang semacam itu adalah merupakan bentuk-bentuk belenggu yang banyak merampas kemerdekaan hati kita sendiri, sehingga dengan berusaha untuk melepaskan belenggu-belenggu tersebut, maka kita pun akan merasa semakin bebas dan tenang. Begitu juga sebaliknya, ketika kita membiarkan belenggu tersebut melilit hati kita, maka kita justru akan banyak terkekang dan lebih sering mengalami keresahan.

Namun bagaimanapun, melepaskan belenggu emosi tersebut bukan berarti akan mengharuskan kita untuk menghilangkan potensinya sama sekali. Tentu setiap manusia tidak mungkin menghapus potensi kemarahan dalam dirinya, karena potensi semacam itu adalah justru merupakan bentuk anugerah. Kemarahan adalah emosi yang sangat wajar dan manusiawi. Dan pada dasarnya, setiap manusia juga memiliki beragam jenis emosi yang sama, namun komposisinya saja yang mungkin berbeda. Jadi, sebenarnya potensi hati yang berupa kemarahan, kebencian, kekecewaan, dan potensi-potensi lain yang semacam itu, adalah justru bentuk anugerah yang harus dikelola dengan seimbang dan sesuai dengan takarannya, dan bukan untuk dihilangkan atau dihapus, agarjustru tarik-ulur antara beragam emosi tersebut dapat menciptakan keseimbangan perasaan dan sikap dalam diri kita. Tentu kita akan harus marah ketika agama Allah SWT dinistakan, benci dengan penistaan tersebut, dan kecewa jika yang menistakan tidak bertaubat.

Demikianlah. Dan salah satu bentuk usaha dalam mengelola potensi-potensi emosi tersebut agar tidak berlebihan dalam sisi negatifnya, dan agar sesuai pada tempat dan ukurannya,maka kita bisa mengatur sudut pandang kita dalam menilai suatu keadaan. Dengan sudut pandang yang positif, maka suatu keadaan yang tampak negatif sekalipun akan bisa saja berubah menjadi positif. Begitu juga sebaliknya, sebuah keadaan yang sebenarnya positif justru akan dapat berubah menjadi negatif, hanya karena masalah sudut pandang juga. Maka dari itu, sebenarnya kita akan dapat merasakan banyak kenyamanan jika kita dianugerahi kemudahan untuk banyak berfikir positif dalam segala bentuk keadaan kita. Sehingga, ketika misalnya kita sedang mengeringkan pakaian di jemuran, maka kita tak akan perlu mengeluhkan hujan yang ternyata turun tiba-tiba, karena ketika itu kita melihat keadaan tersebut dengan sudut pandang yang positif, yaitu melihat kebahagiaan para petani dan pemilik kebun yang justru telah menantikan hujan tersebut sebelumnya. Dan dengan merelakan kebahagiaan para petani dan pemilik kebun tersebut, maka basahnya pakaian kita pun tak akan menjadi permasalahan yang perlu dikeluhkan, karena kita sadar bahwa manfaat beragam tanaman di sawah dan kebun tentu akan lebih banyak dirasakan oleh semua orang daripada sejumlah pakaian di jemuran kita, dan bahkan kita sendiri pun juga akan ikut merasakan hasil sawah dan kebun tersebut nantinya.

Demikianlah makna sudut pandang positif yang mana akan selalu dapat membuat kita berbahagia dalam segala keadaan. Namun, kaidah kebahagiaan semacam itu ternyata tidak hanya dapat diraih oleh kita orang-orang yang beriman saja, melainkan oleh siapapun yang memiliki hati dan menginginkan kebahagiaan di dunia ini. Kita tentu sering mendapati kenyataan bahwa orang-orang non-Muslim pun ternyata juga bisa berbahagia dengan keadaan mereka di dunia ini. Mereka juga merasa damai ketika mampu menguasai beban dalam hatinya, senang ketika telah berhasil menolong orang lain, bersemangat dalam berbuat baik untuk manusia dan kemanusiaan. Mereka bahkan juga benar-benar menangis tulus ketika berdoa dan sembahyang, meskipun Tuhan yang mereka seru bukanlah Allah SWT semata. Mereka juga terharu ketika melihat bencana alam atau musibah, murka ketika menyaksikan tindak kejahatan, ingin menolong ketika ada yang teraniaya, dan beragam kebaikan hati lainnya yang dapat dimiliki oleh manusia. Namun demikianlah kapasitas ruhani manusia yang berupa hati, yaitu tempat bagi kebahagiaan dan perasaan-perasaan lainnya, yang dapat dimiliki oleh orang-orang yang tak beriman sekalipun.

Adapun bagi kita orang-orang yang beriman, maka makna kebahagiaan yang sesungguhnya bukanlah sekedar perasaan damai dan tentram di dunia ini saja, melainkan terlebih ketika kita diberi anugerah kebenaran oleh Allah SWT yang mana akan menjadi sebab keselamatan dan kedamaian kita di akhirat kelak. Anugerah kebenaran inilah yang tidak dimiliki oleh orang-orang kafir non-Muslim. Dialah anugerah Allah SWT yang berupa hidayah iman dan Islam. Memang, kita mengakui bahwa orang-orang non-Muslim pun juga banyak yang telah beramal kebaikan, namun tentu antara kebaikan dan kebenaran itu tak akan bisa disamakan. Kebaikan akan bisa dimiliki oleh siapa saja yang mengusahakannya, sedangkan kebenaran, yaitu kebenaran dalam arti yang mutlak, maka ia hanya akan dimiliki oleh ummat yang mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya saja. Kebenaran inilah yang merupakan anugerah tertinggi dan sumber kebahagiaan puncak yang tak mungkin terbeli meskipun dengan dua kali lipat nilai dunia dan seisinya.

Dengan dianugerahi hidayah iman dan Islam, usaha manusia dalam beramal kebaikan pun tidak hanya akan dibalas dengan kebaikan di dunia ini saja, melainkan juga dibalas di akhirat yang lebih abadi kelak. Allah SWT telah menjanjikan hal tersebut di dalam al-Qur’an, di mana Dia memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwa barangsiapa bertaqwa kepada-Nya dan senantiasa berusaha untuk berbuat baik serta bersabar dalam ketaatan kepada-Nya, maka pahala bagi mereka adalah kebahagiaan hidup di dunia ini dan juga di akhirat nantinya. Di dalam al-Qur’an disebutkan yang artinya:

“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Tuhanmu. (Balasan) bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini adalah kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.’” (Az-Zumar: 10)

“Karena itulah Allah memberikan kepada mereka pahala (kebaikan) di dunia (ini) dan pahala yang baik di akhirat (kelak). Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Aali ‘Imraan: 148)

“Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan, (maka) akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”(Asy-Syuuraa: 23)

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka; Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang telah mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”(Al-Baqarah: 201-202)

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang bersabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, (sesungguhnya) Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.”(Al-Ahzaab: 35)

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia; Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang bersabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35)

“Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (Al-An’aam: 160)

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir (terdapat) seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah: 261)

Demikianlah beberapa ayat pembangkit semangat agar kita cenderung untuk senantiasa berusaha berbuat kebaikan, sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan kita masing-masing. Meskipun kita belum tentu termasuk dalam golongan yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut, namun setidaknya kita bisa menggali semangat dari nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya, bahwa dengan berusaha untuk senantiasa menempuh kebaikan, maka niscaya kita pun akan dimudahkan dalam segala kebaikan yang kita harapkan di dunia ini dan di akhirat kelak, insyaa’Allah. Dan itulah kebahagiaan orang-orang yang beriman.

Oleh karena itu, seharusnyalah kita meyakini dengan sepenuh hati bahwa janji-janji Allah SWT itu pasti akan terwujud dan ditepati. Karena sejauh kita meragukan janji-janji-Nya, maka akan sejauh itu pulalah jarak kita dari kebahagiaan yang sesungguhnya. Ketika kita membaca atau mendengarkan sebuah janji kebaikan di dalam al-Qur’an, meskipun hanya dari satu ayat saja, namun benar-benar kita tancapkan dengan kuat di dalam hati, maka pasti kita tidak akan pernah kecewa dengan meyakininya, karena pasti tiada yang lebih benar perkataannya dari perkataan Allah SWT. Dan yang sebenarnya banyak menjadi keresahan dalam hidup kita adalah ketika kita menyimpan keraguan terhadap janji-janji Allah SWT tersebut.

Dan selain janji-janji Allah SWT yang telah disampaikan tersebut, Allah SWT juga telah berjanji bahwa ummat Islam yang pernah berselisih selama di dunia ini, kelak di dalam surga akan dikumpulkan dalam keadaan bersih dari belenggu hati, yang mana telah banyak menciptakan jarak di antara mereka. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:

“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai, dan mereka berkata: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.’ Dan diserukan kepada mereka: ‘Itulah surga yang diwariskan kepada kalian, disebabkan oleh apa yang dahulu telah kalian kerjakan.’” (Al-A’raaf: 43)

Demikianlah kebahagiaan orang-orang yang beriman, yaitu ketika mereka dikumpulkan di dalam surga setelah memperoleh ridha-Nya. Memang, kita tak pernah bisa memastikan posisi kita di akhirat kelak, namun yang telah pasti adalah janji Allah SWT bahwa barangsiapa berusaha untuk mengejar ridha-Nya, mengharapkan pertemuan dengan-Nya kelak di akhirat, maka sesungguhnya Allah SWT telah mempersiapkan balasan terbaik bagi hamba tersebut.

“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia adalah mukmin, maka mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (Al-Israa’: 19)

“Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-‘Ankabuut: 5)

Demikianlah Allah SWT menjanjikan kebaikan bagi orang-orang yang beriman. Jika saja ummat Islam di tanah air kita dikehendaki oleh Allah SWT, dan semoga demikian, untuk dapat bersatu dalam semangat mengejar ridha-Nya, dengan cara menerapkan syari’at Islam sebagai dasar hukum negara, yang dengannya agama mereka, jiwa mereka, akal mereka, keturunan mereka, serta harta mereka akan dapat terjaga dan terpelihara, maka niscaya tak akan ada lagi saling menghina dan menyakiti antara sesama saudara seiman. Bahkan dalam berdakwah menyeru orang non-Muslim pun juga tak akan ada penghinaan ataupun pemaksaan secara fisik, melainkan dengan cara yang baik sesuai sunnah Rasulullah SAW, karena yang sebenarnya diserukan adalah hidayah iman, sedangkan iman itu letaknya di dalam hati, dan bukan pada fisik manusia. Dan tentunya untuk dapat membuka hati, tentunya tidak mungkin dengan cara menghina dan mencela, apalagi dengan kekerasan fisik. Kekerasan fisik hanyalah diperbolehkan ketika memang kita telah diperangi secara fisik juga.

Jika syari’at Islam diterapkan, maka negara akan memisahkan dengan tegas antara agama Islam dengan agama Ahmadiyah yang menabikan imamnya, yang mana selama ini sering menjadi permasalahan yang menimbulkan kekerasan fisik; begitu juga dengan agama Syi’ah yang berlebihan mengkultuskan Ali RA dan para imamnya, yang hingga mengkafirkan para sahabat Rasulullah SAW, dan juga aliran-aliran menyimpang lainnya. Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, dan bukan yang menyelisihi dua sumber kebenaran tersebut. Dan di samping itu, negara juga akan harus menutup tempat-tempat maksiat yang telah banyak menjadi sumber kerusakan moral di masyarakat, namun juga harus menyediakan lapangan pekerjaan yang layak sebagai penggantinya. Dan masih banyak lagi perkara-perkara lain yang akan dapat diperbaiki dengan syari’at Islam.

Dan mungkin, untuk keadaan saat ini, usaha yang tampaknya bisa ditempuh untuk dapat menuju ke arah itu adalah dengan bersatunya partai-partai yang memperjuangkan Islam, agar ummat Islam yang beragam latar belakangnya dapat diarahkan kepada usaha penerapan syari’at Islam sebagai dasar hukum negara. Dan jika hal tersebut benar-benar terwujud, dan semoga dapat terwujud, maka itulah bentuk kebahagiaan orang-orang yang beriman di dunia ini, di mana semuanya bersatu dalam ketaatan kepada hukum Allah SWT. Dan kelak di akhirat mereka akan dianugerahi kebahagiaan yang lebih baik lagi, dengan kehendak Allah SWT.

Sesungguhnya, kemampuan untuk beramal kebaikan ataupun menghindari keburukan hanyalah rahmat dari Allah SWT semata, dan bukan dihasilkan oleh kemampuan manusia itu sendiri. Segala bentuk keberhasilan manusia dalam urusannya ataupun keselamatan mereka dari kesulitan hidup, pada hakikatnya hanyalah tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, dan bukan tanda-tanda kekuasaan mereka sendiri, karena semua manusia hanyalah makhluq yang sama-sama lemah dan tak berdaya tanpa pertolongan Allah SWT. Tiada manusia yang sanggup memasukkan dirinya sendiri ke dalam surga, ataupun menyelamatkan dirinya sendiri dari neraka, melainkan semuanya hanyalah melalui rahmat Allah SWT. Jika sebuah usaha kebaikan saja belum tentu diridhai oleh Allah SWT, maka setidaknya kita tidak sampai berniat untuk berbuat jahat, yang sudah pasti tidak diridhai-Nya. Dan jika ternyata kita telah terlanjur berbuat salah tanpa sadar sebelumnya, maka sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat. Semoga kita termasuk orang-orang beriman yang dianugerahi kebahagiaan yang sejati, di dunia ini dan terlebih di akhirat kelak. Dan hanya dari dan milik Allah SWT sajalah segala kebenaran, hidayah dan taufiq.

Wallaahu a’lam.

eramuslim.com

08 March 2014

Bunda, Dampingi Anakmu Di Masa Emas Mereka

Para ahli psikologi anak bilang: lima tahun pertama adalah masa emas bagi seorang anak.

Tahun-tahun emas. Ibuku selalu mengingatkan aku dulu ketika mereka (putra-putriku) masih kecil: Masa kecil mereka tak terulang dua kali.

Benar sekali. Waktu yang pergi tak akan kembali, masa kecil yang berlalu tak mungkin diulang.

Seberapa pentingnya-kah masa emas ini?

Sesudah si kecil menghirup udara kotor dunia pada detik-detik pertama hidupnya, sejak saat itulah ia mulai belajar dari pahit getirnya dunia.

Tarikan nafas pertama memperkenalkannya dengan kebutuhan dasar. Bernafas.

Para pakar menganjurkan pada detik-detik pertama tersebut si kecil segera diperkenalkan pada bundanya. Maka bayi merah yang bahkan masih licin tersebutpun diletakkan di atas dada bunda yang sedang sumringah bahagia. Tatapan pertama antara keduanya.

Apa yang kau lihat pada dirinya wahai bunda?

Banggakah dikau? Kecewakah? Kebencian kah? Sadarlah bunda, kesan pertama ini seringkali mewarnai sikapmu padanya dan akan berbalas dengan sikapnya padamu….

Apapun juga, ukirlah rasa syukur dalam dadamu pada menit-menit pertama ini.

Syukur karena masa kritis sudah berlalu bagi kalian dan syukur karena Dia telah Menghadiahkanmu amanah baru ini. Bangga karena engkau telah diberi kepercayaan olehNya. Tutuplah syukurmu dengan doa harapan untuk masa depan kalian.

Bersyukurah niscaya Allah Akan Menambahkan NikmatNya padamu.

Hari-hari berikut tetap penting baginya. Senyum pertamanya, sakit pertamanya, ocehan pertamanya, makanan pertamanya, jatuh pertamanya, langkah pertamanya, semua yang pertama baginya. Baik dan buruk, senang dan susah.

Tahukah dikau bunda bahwa semua pengalamannya akan ia rujuk padamu? Apakah engkau senang jika ia mengigitmu (ketika menyusuinya). Ia akan menatapmu untuk mencari tau apa reaksimu. Apakah engkau senang jika ia mempermainkan kucing? Ia akan menunggu reaksimu. Apa pendapatmu jika ia naik tangga? Engkaulah rujukan pertamanya….dan bagimana engkau menterjemahkan padanya dunia ini. Apakah dunia ini tempat penuh optimisme, atau keluh kesah? Apakah dunia ini berbahaya atau penuh tantangan?

Ia akan mencarimu ketika ia jatuh dan luka. Tangisannya keras sekali demi menarik perhatianmu segera. Dan ketika engkau akhirnya datang juga menghibur dirinya dan mengobati lukanya, ia akan senantiasa mengingat bagaimana reaksimu melihat penderitaannya. Apakah engkau menyalahkan, atau berempati?

Bunda, semua itu menjadi rujukan baginya untuk bersikap terhadap dunia dan segala isinya.

Engkaulah guru pertamanya in a true sense!

Mungkin engkau tidak sadar seberapa besar peranmu bagi kepribadiannya. Karena engkau sibuk mencuci, menyetrika, memasak….dan seribu satu pekerjaan rumah lainnya. Maka kau sikapi anakmu dengan seadanya. Jika sempat kau tanggapi dengan senyum optimis, jika tidak maka kau malah bentak dia ketika bermain dengan piring yang sedang kau cuci. Astaghfirullah, betapa beratnya untuk selalu sadar peran, disaat tugas menumpuk, badan penat, kepala berat, sejuta lagi alasan.

Bunda, itu sebabnya kita perlu selalu bertaubat (Istighfar), sebab terlalu banyak saat kita tidak memenuhi pnggilan tugas dengan semestinya. Tugas seorang ibu, pendidik generasi yang akan datang, tugas yang harus dijalankan 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tanpa cuti.

Bagaimana pula kau tanggapi protesnya ketika kau akan meninggalkan dia? Kantor sudah menunggu, boss bukan orang yang murah hati, sementara si kecil rewel “tanpa alasan”.

Benarkah jika ia tidak sakit maka ia tak boleh protes ketika kau akan pergi? Apakah itu “tanpa alasan”? Ia punya sejuta alasan untuk memintamu tetap mendampinginya…Kita punya seribu alasan untuk boleh meninggalkannya. Kita memang harus punya alasan yang TEPAT untuk meninggalkan balita kita.

Ketika kau pergi, dengan siapakah ia kau titipkan? Baby sitter? Nenek –kakek? Bibi atau tempat penitipan anak?

Apapun pilihanmu, bertanggung-jawablah. Artinya, ajukanlah seribu pertanyaan mengapa engkau meninggalkannya, kepada siapa dan dengan persiapan apa. Tanyakan itu semua pada dirimu sendiri dan jawablah untuk dirimu sendiri. Janganlah engkau meninggalkannya hanya karena “sayang karirku jika berhenti sekarang”, atau “sayang dong otakku jika aku hanya tinggal di rumah”, atau “aku kan butuh aktualisasi diri”.

Ingatlah pesan ibuku puluhan tahun lalu: “masa kecil mereka hanya sekali”.

Aku ingat pesan itu hari ini, duapuluhan tahun setelah itu. Saat aku menikahkan anakku dengan pria pilihan hatinya, terbayang masa kecilnya dan pertanyaan di kepala: apakah aku sudah mendidiknya dengan benar sehingga ia sudah bisa meninggalkan rumah ini untuk menjalani penghidupannya sendiri. Sudah cukupkah bekal yang kuberikan padanya untuk menghadapi hidup?

Hari demi hari berlalu, masa kecilnya semakin jauh dibelakang. Hari demi hari berlalu kita semakin sadar betapa banyak yang belum kita lakukan untuknya. Tapi waktu tak pernah menunggu, tugas terus bertumpuk dan badan tak bertambah gesit.

Sampai datang masanya kita terhentak dan tersadar betapa cepatnya waktu telah berganti.

Bersiaplah untuk di evaluasi olehnya, puluhan tahun setelah hari pertamanya bersamamu, atas segala perlakuan yang telah engkau berikan padanya.

Puluhan tahun dari hari ini, ia bukan lagi makhluk kecil yang tak berdaya. Puluhan tahun setelah hari ini mungkin kitalah yang sudah tak berdaya dan berharap tidak ditinggalkan sendirian di rumah karena badan ini sudah renta.

Doa untuk orangtua: Ya Rabb kami ampunilah kami, dan ampunilah kedua orangtua kami, dan rahmatilah keduanya sebagaimana mereka telah menyayangi kami ketika masih kanak-kanak.

Apakah Dzat Yang Maha Agung akan mengampuni? Apakah Dia akan Menyayangi para orangtua? Lalu bagaimana jika saat sang putra masih kecil orangtuanya kurang sayang padanya? Akankah Allah juga akan mengurangi kasih sayangNya pada orangtua tersebut?

Alangkah beruntungnya orangtua yang anaknya cinta pada Allah, niscaya anak shaleh akan mendoakan ibu-bapaknya. Amin 

(SAN 18032009)

05 March 2014

Cantik Ala Kapitalisme


Pernah lihat iklan sabun mandi ? Iklan Shampoo, atau iklan body lotion ? Pemandangan apa yang paling dominan diperlihatkan pada saat iklan itu berlangsung ? Yups, pasti tentang model iklannya. Iya kan ? Kebanyakan iklan tersebut selalu menampilkan model-model wanita yang aduhai. Tubuh tinggi semampai, kulit putih bersinar, rambut panjang terurai. Ya, iklan-iklan tersebut selalu condong menampilkan sisi fisik seorang wanita, entah dibagian tubuhnya yang mana. Yang jelas, iklan seperti itu mengambarkan tentang wanita yang ingin tampil cantik. Maka, agar terlihat cantik, harus memakai produk-produk yang diiklankan tadi.

Dan sayangnya, maindset kita pun ikut terbawa dengan apa yang dipertontonkan oleh iklan-iklan ditelevisi. Akhirnya, makna cantik yang didapatkan adalah cantik yang sesuai dengan tampilan iklan tersebut. Agar cantik, maka seseorang itu haruslah mempunyai kulit yang putih halus, rambut panjang, tubuh tinggi semampai, body seksi menawan, dll. Kita pun jadi terjebak oleh makna cantik yang disuguhkan oleh para kapitalis. Imbasnya, banyak orang yang tidak memiliki kepercayaan diri bila melihat standar cantik seperti diiklan tersebut.

Kapitalisme telah berhasil membuat opini tentang makna cantik. Dan masyarakat pun dibuat setuju dengan apa yang disampaikan para pemilik modal tersebut. Cantik ala kapitalisme, membuat banyak remaja gadis berlomba-lomba memutihkan kulitnya dengan krim pemutih. Belum lagi dengan yang meluruskan rambut, entah sudah berapa banyak orangnya. Dan yang parah, tidak sedikit dari mereka mengumbar keseksian bodynya, agar terlihat tampak cantik di depan para mata lelaki.

Tak ada yang melarang wanita manapun untuk tampil cantik dan menawan. Namun masalahnya, cantik yang dipahami oleh masyarakat banyak, hanya sekedar “asik” untuk dipandang, bukan kecantikan hakiki.

Negara Korea, menjadi Negara yang melakukan operasi plastik tertinggi di dunia. Survei menyebutkan, bahwa sekitar 76% wanita Korea direntan usia 20-30 tahun, pernah melakukan operasi. Jenis operasi yang dilakukan beragam, mulai dari mengecilkan perut, membesarkan mata, memancungkan hidung, sampai merombak wajah. Tujuannya, tidak lain dan tak bukan adalah ingin tampil cantik. Kebanyakan remaja Korea, menginginkan kado ulang tahunnya berupa operasi plastik, dibanding dengan pemberian berupa materi. Adalah artis Song Hye Gyo yang wajahnya paling banyak di-request oleh para remaja putri di Korea.

Di Indonesia, tak sedikit yang melakukan hal serupa. Alih-alih ingin tampil menawan, beberapa orang turut melakukan operasi plastik. Umumnya, banyak dilakukan oleh kalangan selebriti dan model. Tuntutan profesi. Ya, di era Kapitalisme seperti sekarang ini, kecantikan hanya dinilai dari cashing luarnya saja. Akhlak, itu soal belakangan, asal wajah menarik, kesempatan menjadi terkenal pun bisa dilakukan. Presepsi kita telah diperbudak oleh para penikmat kehidupan dunia. Barat, telah mampu memutar balikkan makna cantik ditengah-tengah masyarakat. Lewat penjajahan yang terus dilakukan melalui antek-anteknya, yakni para kapitalis, kebudayaan barat masuk dengan leluasa. Para kapitalis dengan senang hati mengambarkan kehidupan masyarakat barat dengan tontonan-tontonannya. Termasuk lewat iklan-iklan yang menggunakan keunggulan fisik para modelnya.

Cantik, tak sekedar bicara soal fisik. Karena sejatinya, fisik yang diberikan oleh Allah SWT, sudah dalam keadaan yang sempurna. Kita, hanya diperintahkan untuk menjaganya, bukan merubahnya. Merawatnya, bukan merenofasinya. Tanpa disadari, banyak yang telah menghilangkan rasa syukur atas nikmat diberikan jasad yang sempurna oleh Allah SWT, hanya karena ingin terlihat “lebih” dimata manusia.

Sekali-kali, bahwa baik atau buruk penilaian manusia tentang keadaan fisik yang ditujukan kepada kita, itu semua tak akan mampu untuk menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Cantik bukan sekedar fisik, tapi cantik terpancar dari dalam hati, prilaku, akal, dan akidahnya. Pahamilah, kecantikan sejati, bukan untuk dinikmati ribuan pasang mata laki-laki. Kecantikan fisik, hanya dialamatkan untuk suami, bukan yang lain.

Jangan pernah terprovokasi dengan kecantikan yang diperlihatkan oleh para kapitalis. Meraka, hanya ingin menjual produknya agar laris manis dipasaran, tak peduli dengan cara apapun yang dilakukan, termasuk dengan menampilkan model seksi yang aduhai.

Sadarilah, hanya wanita shalehah, yang mampu menyelamatkan kecantikannya dari siksa api neraka. Dia senantiasa menjaga apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya. Dia selalu menjaga setiap jengkal bagian tubuhnya, agar tak tampak oleh sembarang mata yang melihat. Dia, selalu bersyukur dengan segala macam kondisi fisik yang diterimanya. Karena dia meyakini bahwa pemberian Allah lah yang terbaik, bukan mengikuti hawa nafsu sesaat. Dan dia memahami, bahwa kondisi fisik yang Allah berikan, adalah sesuatu yang tak mungkin bisa ditawar-menawar bentuknya, semua itu sudah dalam qadhanya Allah.

Hanya islam lah yang mengajarkan kita tentang arti kecantikan yang hakiki. Kecantikan yang terpancar dari dalam qalbu, bukan sekedar tampilan fisik yang menipu. Semoga, kita semakin memahami, bahwa segala yang kita lakukan, akan dimintai pertanggung jawaban. Termasuk, mengubah bentuk struktur tubuh, hanya demi kecantikan yang semu.

Mustaqim Aziz

03 March 2014

Makhluk Terindah

Pada zaman kejayaan kekhalifahan Islam dulu, hiduplah seorang bernama Isa bin Musa, ia adalah seorang lelaki yang rupawan, gagah, dan kaya raya, ia mencintai seorang wanita yang selama ini ia kagumi, wanita itu pun terkenal dengan kecantikannya.

Pada suatu ketika ia berhasil menundukkan hati wanita tersebut, bahkan wanita itu pun sangat mencintai Isa bin Musa. Tidak lama kemudian, mereka berdua melangsungkan perrnikahan dan resmi menjadi suami istri.

Tak henti-hentinya Isa bin Musa mengagumi istrinya. Setiap hari ia memujinya dengan melantunkan syair-syair cinta. Hingga pada suatu ketika di sore menjelang Maghrib, seperti biasa sang istri berdandan untuk suaminya.

Pada saat itu Isa bin Musa berkata, “Wahai istriku, berdandanlah yang cantik melebihi cantiknya bulan purnama, jika sampai wajahmu kalah cantik dengan bulan purnama maka engkau aku jatuhkan talak tiga!”

Sang istri pun kaget dan menegur suaminya, “Celaka, apa yang engkau ucapkan, mustahil aku lebih cantik dari rembulan. Bukankah bulan purnama terlalu indah dariku? Malam ini engkau tidak boleh menjamahku karena aku telah kau talak.”

Sang istri pun menangis, Isa pun sedih dan sadar karena telah keterlaluan dalam memuji, la pun bingung dan takut kehilangan istri cantiknya. Kemudian ia berniat mencari solusi dari khalifah yang berkuasa.

Mendengar pengaduan rakyatnya, khalifah pun kemudian mengumpulkan para ulama besar dari penjuru negeri untuk memberikan fatwa. Maka terkumpullah sekitar 200 ulama. Setelah permasalahan diajukan, maka ke 199 ulama sepakat bahwa ucapan Isa bin Musa itu adalah jatuh talak tiga dan istrinya lepas dari Isa, dengan alasan bahwa bulan purnama terbukti lebih cantik dari istri Isa bin Musa, hanya tinggal satu ulama yang belum memberikan pernyataan.

Khalifah pun menegur ulama tersebut, “Kenapa Anda diam? Apakah Anda memiliki pendapat lain?” Ulama itu pun bangkit dan membaca surat at-Tin ayat 4, Sesungguhnya kami Telah menciptakan n anusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Kemudian ia menjelaskan, “Menurut hemat saya ayat itu cukup menunjukkan bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang paling indah, dan jauh lebih indah dibanding bulan purnama."

Hikmah Berhati-hatilah dengan pujian, tidak semua pujian itu indah. Bisa jadi pujian itu akan menjadi bumerang yang sangat mematikan. Jangan berlebihan dalam memuji dan jangan berlebihan dalam menghina karena bisa jadi lawan menjadi kawan dan kawan akan menjadi lawan.

Sumber: Buku 30 Kisah Islami sumber Kebijaksanaan Hidup