30 June 2014

Tiga Pilihan Manusia

Ada tiga orang sahabat di sebuah kampung yang sangat miskin. Sejak kecil, mereka selalu bersama dan saling bertukar pikiran. Kini mereka sudah dewasa dan tetap berada dalam kemiskinan. Suatu hari mereka bercakap-cakap untuk mencari keberuntungan dalam hidup mereka.
"Mungkin kita harus keluar dari kampung ini untuk menemukan sesuatu yang lebih baik," kata Umar pada dua sahabatnya.
Ahmad mengangguk setuju, diikuti Azis. Lalu berangkadah mereka merantau ke sebuah kota. Di tengah peijalanan, mereka menemukan sebuah kendi.
"Kendi ini sangat antik. Kita akan membawanya, siapa tahu kita membutuhkannya," kata Ahmad sambil mengambil kendi dan membersihkannya.
Tiba-tiba, wuuuush....
Dari dalam kendi muncullah seorang kakek menggunakan pakaian putih. Mereka kaget.
"Kau siapa?" tanya Ahmad.
"Aku adalah seseorang yang akan mengabulkan tiga pilihan manusia yang menyelamatkanku dari dalam kungkungan kendi itu."
Dalam benak Umar terbayang tiga pilihan yang akan membuat impiannya terkabul.
"Artinya, Kakek dapat mengabulkan permintaan kami?" tanya Ahmad dengan wajah cerah.
’Ya, ada tiga pilihan yang masing-masing dari kalian akan mendapatkan satu di antaranya."
"Apakah tiga pilihannya?" Ahmad dan Umar tidak sabar mendengar pilihan-pilhan itu.
"Kekayaan, kesuksesan, dan cinta," kata si kakek.
Ahmad langsung berkata dengan cepat, "Aku memilih kekayaan."
Umar tak kalah tegas mengatakan, "Aku memilih kekuasaan."
Tinggal satu pilihan tersisa, "Aku lebih menyukai cinta," kata Azis.
Si kakek tersenyum simpul.
"Baiklah, sekarang silakan kalian lanjutkan perjalanan ke kota. Kalian akan mendapatkan apa yang kalian pilih saat ini."
Umar dan Ahmad langsung berlari menuju kota, bahkan dia melupakan kendi itu. Azis memungut kendi dan berjalan mengikuti kedua sahabatnya. Apa yang diucapkan si kakek ternyata benar. Tak lama sepulang mereka dari rantau, nasib ketiganya berubah. Ahmad yang memilih kekayaan, menjadi orang yang sukses. Dia awalnya bekerja di toko kelontong. Tak lama kemudian, pemiliknya menyerahkan tanggung jawab pengelolaan toko padanya. Sesudah itu justru Ahmad yang menjadi pemilik toko tersebut. Di tangan Ahmad, toko tersebut berkembang dengan pesat. Ahmad menjadi saudagar yang kaya raya. Sayangnya, sejak menjadi orang kaya, pe¬rangai Ahmad berubah sehingga tidak ada seorang pun yang menyukainya.
Umar yang memilih kekuasaan menjadi penguasa terkenal di kota tersebut. Umar memang puas dengan
apa yang diperolehnya. Kekuasaan membuatnya merasa mudah melakukan apa pun. Namun, perangai Umar yang santun berubah menjadi zalim. Masyarakat merasa tertekan dengan kekuasaan Umar. Mereka berusaha menjatuhkan Umar. Hingga akhirnya, teijadi tragedi pembunuhan atas Umar.
Sementara Azis yang memilih cinta, hidup damai. Azis menjadi orang yang disukai oleh siapa pun. Dia menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Sejak awal, Azis yakin bahwa kesuksesan dan kekayaan tidak ada artinya tanpa cinta. Dengan cintalah kesuksesan dan kekayaan akan datang. Ya, dengan cinta Azis memang tak kalah sukses dibanding Ahmad. Peristiwa pembunuhan yang menimpa Umar membuat Azis dipilih masyarakat untuk menggantikan kekuasaan Umar.


"Cinta bisa melihat dalam kegelapan. Cinta menunjukkan kita pada jalan kebaikan dan jalan yang lurus. Milikilah cinta!"

28 June 2014

Perhatikan Iman Kita, Banyak Jebakan Kebebasan Di Luar Sana !

Ketika itu, Allah menyuruh malaikat untuk bersujud kepada Adam as. para malaikat pun bersujud seraya memenuhi perintah Allah. Namun, ada satu makhluk yang enggan untuk sujud kepada Adam as., ialah iblis. Iblis tidak mau bersujud kepada Adam as. karena merasa bahwa dirinya lebih mulia dibandingkan Adam as. Padahal, yang memerintahkan dia untuk bersujud pada Adam as, adalah Allah, Tuhan yang menciptakannya dari api.

Karena kesombongannya itulah iblis diusir oleh Allah dari surga-Nya, kemudian dimasukkan ke dalam neraka. Iblis pun keluar dari surga-Nya, dengan memohon penangguhan kehidupannya sampai hari kiamat tiba. Selain meminta penangguhan atas dirinya, iblis pun berjanji akan menyesatkan manusia dari jalan kebenaran. Iblis berjanji, akan menuntun manusia kepada kekufuran, agar manusia jauh dari Allah, agar manusia tak mengenal Tuhannya.

Inilah yang dilakukan oleh iblis sejak penciptaan manusia. Iblis senantiasa menggoda manusia agar mengikuti jalan kesesatan, dan menjauhi jalan kebenaran. Iblis selalu berusaha memalingkan manusia dari jalan yang diridhoi oleh-Nya, kepada jalan yang dimurkai-Nya.

Allahu akbar

Akhir-akhir ini, betapa banyak orang yang telah disesatkan iblis dari jalan kebenaran. Mereka sesumbar atas nama kebebasan, lalu dengan itu mereka mulai menyingkirkan nilai-nilai ilahiyah dalam kehidupan. Sungguh celakalah orang yang demikian. Ironisnya, sebagian dari mereka adalah para intelektual muda, yang rela menghabiskan hampir separuh usianya untuk menyelami ilmu ke benua eropa dan amerika. Namun sayang, ilmu yang mereka dapatkan bukan untuk mengantarkan manusia menuju kemuliaan, melainkan menuju kehinaan.

Syeikh A’idh Al-Qarni mengatakan “manakala kita berlepas diri dari agama Islam ini, otomatis kita telah berlepas diri dari kemuliaan, keaslian, kejayaan, dan keagungan kita”.

Orang-orang yang telah teracuni imannya, sesunggunya mereka itu telah menukar kehidupan akhiratnya hanya demi dunia yang semu. Mereka berfatwa dengan al-Qur’an, dan mengkaitkannya dengan ajaran-ajaran kebebasan. Padahal kebebasan yang mereka gembar-gemborkan, tak lain hanyalah jebakan syaitan guna merusak generasi islam. Mereka mengatakan bahwa ajaran al-Qur’an perlu direvisi, mereka mengatakan bahwa homo dan lesbi adalah hak asasi, mereka mengatakan bahwa pelacuran adalah provesi yang mesti dilindungi. Inilah jiwa-jiwa yang rusak imannya. Iblis telah masuk ke dalam hatinya, menguasai fikirannya, dan merusak akalnya. Hatinya selalu diliputi syak (keragu-raguan) tentang agama Allah. Mereka mencibir syariat Allah yang mulia, serta mengagung-agungkan syariat orang yahudi dan nasrani.

Berhati-hatilah saudaraku, janganlah sampai kita memiliki keraguan kepada agama yang mulia ini. Jangan sampai kita tertipu oleh ucapan manis yang dikeluarkan oleh mulut-mulut mereka. Jangan sampai kita terjebak oleh bujuk rayu syetan, yang akan menyeret kita kepada lembah kesesatan.

Kita harus banyak-banyak berkaca pada diri sendiri. sudah sejauh mana kita memahami agama ini, sudah sejauh mana kita meneladani sifat Rasulullah saw. Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang memusuhi syariat-Nya, meskipun mengaku sebagai seorang yang berislam. Jangan sampai kita membenci apa yang dibawa oleh Rasul-Nya, padahal kita mengaku sebagai umatnya.

Yakinilah, kelak semua manusia akan kembali dibangkitkan, semua manusia dikumpulkan jadi satu. Amal ibadah kita ditimbang satu per-satu, perbuatan buruk kita ditimbang satu per-satu. Allah akan mengembalikan tubuh ini, baik tubuh yang taat ataupun yang bermaksiat. Kemudian, Dia akan memberikannya nikmat sebagaimana yang didapat oleh roh yang beriman, dan akan menimpakannya azab kepada roh yang bermaksiat.

***

Keimanan yang kuat akan mengantarkan kita pada ketaatan kepada Allah. Keimanan yang kuat, akan menuntun langkah kita pada kebaikan. Keimanan jua lah yang mengantarkan Umair bin Hammam ra. kemedan peperangan, padahal waktu itu ia sedang memakan buah kurma.

Sebelum genderang perang ditabuh, tiba-tiba Rasulullah memaklumatkan kondisi yang sangat kritis, Rasulullah bersabda “Wahai para ahli Badar, sesungguhnya Allah telah memperhatikan kalian, lalu Dia berfirman : “Lakukanlah apa saja yang kalian kehendaki, sesungguhnya Aku telah mengampuni sekalian” Demi Allah tidaklah antara kalian dengan surga, selain daripada mereka membunuh kalian” (HR.Bukhari)

“Wahai Rasul”, Umair bin Hammam bertanya, “apakah jarak antara aku dengan surga adalah mereka membunuhku ?” Rasullullah menjawab “Ya”.

Mendengar jawaban dari manusia mulia itu, bergegaslah Umair bin Hammam mengambil pedangnya, dan menghamburkan kurma yang ada di tangannya seraya berkata : La ilahaillallah. Ya Allah ambillah darahku pada hari ini, sehingga Engkau ridha kepadaku”. Umair bin Hamman pun Syahid dalam peperangan tersebut.

Allahu Akbar.

Inilah iman, keyakinan terhadap syariat-Nya yang dibawa oleh utusan-Nya, Nabi Muhammad saw. Meskipun mereka (orang yang sakit imannya) mencibir dan terus mengakatan bahwa “syariat islam adalah syariat yang kolot, syariat yang tak membawa kemajuan bagi peradaban manusia”. Itulah sebagian perkataan orang-orang yang rusak imannya, sekalipun mereka memiliki gelar dunia yang tinggi, tapi tetap saja, tidak akan menjadikan mulia dimata Allah swt.

Maka dari itu, perbaikilah iman kita, dengan mendekatkan diri kita kepada sang pencipta, memohon dijauhkan dari keimanan yang rapuh, imannya orang-orang munafik.

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” (Al Baqarah:14)

Itulah hakikat orang munafik yang telah rusak imannya. Mereka mengaku sebagai orang yang beriman hanya untuk mengelabui umat islam. Muhammad Ibnu ishaq mengatakan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad dari Ikrimah atau Sa’id Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas mengenai Firman-Nya “Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka” yakni yang terdiri dari kalangan orang-orang Yahudi, yaitu mereka menganjurkan untuk berdusta dan menentang apa yang dibawa oleh Rasulullah saw.

Allahu Akbar ! Semoga Allah senantiasa menjaga iman kita dari imannya para munafikkun.
 

@mustaqimaziz2

22 June 2014

Ketika Dosa Kita Sedalam Samudera

Pernahkah kita menghitung dosa yang kita lakukan dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun bahkan sepanjang usia kita?

Andaikan saja kita bersedia menyediakan satu kotak kosong, lalu kita masukkan semua dosa-dosa yang kita lakukan, kira-kira apa yang terjadi? Saya menduga kuat bahwa kotak tersebut sudah tak berbentuk kotak lagi, karena tak mampu menahan muatan dosa kita.

Bukankah shalat kita masih "bolong-bolong"? Bukankah pernah kita tahan hak orang miskin yang ada di harta kita? Bukankah pernah kita kobarkan rasa dengki dan permusuhan kepada sesama muslim? Bukankah kita pernah melepitkan selembar amplop agar urusan kita lancar? Bukankah pernah kita terima uang tak jelas statusnya sehingga pendapatan kita berlipat ganda? Bukankah kita tak mau menolong saudara kita yg dalam kesulitan walaupun kita sanggup menolongnya?

Daftar ini akan menjadi sangat panjang......
Lalu, apa yang harus kita lakukan?

Allah berfirman dalam Surat az-Zumar [39]: 53 "Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Indah benar ayat ini, Allah menyapa kita dengan panggilan yang bernada teguran, namun tidak diikuti dengan kalimat yang berbau murka. Justru Allah mengingatkan kita untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah. Allah pun menjanjikan untuk mengampuni dosa-dosa kita.

Karena itu, kosongkanlah lagi kotak yang telah penuh tadi dengan taubat pada-Nya.Kita kembalikan kotak itu seperti keadaan semula, kita kembalikan jiwa kita ke pada jiwa yang fitri dan nazih.

Jika anda mempunyai onta yang lengkap dengan segala perabotannya, lalu tiba-tiba onta itu hilang. Bukankah anda sedih? Bagaimana kalau tiba-tiba onta itu datang kembali berjalan menuju anda lengkap dengan segala perbekalannya? Bukankah Anda akan bahagia? "Ketahuilah," kata Rasul, "Allah akan lebih senang lagi melihat hamba-Nya yang berlumuran dosa berjalan kembali menuju-Nya!"

Allah berfirman: "Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (QS 39:54)

Seperti onta yang sesat jalan dan mungkin telah tenggelam di dasar samudera, mengapa kita tak berjalan kembali menuju Allah dan menangis di "kaki kebesaran-Nya" mengakui kesalahan kita dan memohon ampunNya...

Wahai Tuhan Yang Kasih Sayang-Nya lebih besar dari murka-Nya, Ampuni kami Ya Allah!

20 June 2014

Menghadapi Kegagalan

Kegagalan memang resiko dari sebuah usaha dan kekecewaan adalah resiko dari keinginan. Kegagalan dan kekecewaan itu jelas pahit. Dan kemungkinan terjadinya kegagalan dengan keberhasilan adalah sama yaitu 50 : 50.

Setiap kita pasti pernah mengalami kegagalan dan kekecewaan. Lalu siapkah kita menghadapinya dan bagaimana caranya agar kegagalan itu tak membawa keperihan yang berkepanjangan?

Sebenarnya ada tiga tipe penyebab kegagalan. Dua dari ketiga tipe ini adalah akibat kesalahan kita sendiri, yaitu kelemahan perencanaan dan rendahnya komitmen pelaksanaan. Kemudian yang ketiga adalah penyebab yang di luar dugaan.

=====

Kelemahan perencanaan adalah penyebab kegagalan yang pertama. Ini terjadi akibat tidak realistisnya keinginan kita dan karena kurangnya penguasaan terhadap masalah yang berkaitan dengan keinginan tersebut. Ketidakrealistisan itu mencakup target yang ingin dicapai dan waktu pencapainnya.

Kurangnya penguasaan masalah menyebabkan kita tak mengetahui apa yang mesti dilakukan untuk mencapai keinginan atau kita salah memilih langkah. Saat ini orang lebih tertarik untuk memperdalam kiat dari pada mencoba memahami persoalan lebih mendalam. Orang banyak bertanya tentang: Bagaimana sih kiat menjadi pengusaha yang sukses tanpa berusaha memahami seluk beluk dunia usaha.

Rendahnya komitmen pelaksanaan merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan. Rencana hanya tinggal di atas kertas sedang apa yang kita lakukan adalah rutinitas. Bagaimana kita akan memperoleh keinginan kita, jika yang kita lakukan bukan hal-hal yang berkaitan langsung dengan keinginan kita tersebut.

Penyebab kegagalan ketiga adalah hal-hal yang di luar kekuasaan kita. Kita pahami bahwa kehidupan kita ini tak semata tergantung pada apa yang kita lakukan. Kita akan sangat terpengaruh dengan apa-apa yang terjadi di sekitar kita. Misalnya, seorang petani yang telah bekerja keras dan hampir panen, tiba-tiba harus kecewa karena diserang hama atau banjir.

Kegagalan, bagaimanapun juga akan membawa kepedihan di hati kita. Kita mungkin akan merasa sedih, frustrasi, tak berdaya atau bahkan mengalami depresi. Jika kepedihan itu terlalu berat dirasakan, kita akan merasa takut untuk memulai kembali usaha tersebut. KIta merasa diri kita terlalu bodoh dan tak berguna. Itu jelas berpengaruh buruk bagi kehidupan kita di masa datang. kita bisa jadi sangat pasif atau mungkin melakukan hal-hal yang destruktif lainnya.

Untuk mencegah kepedihan yang terlalu mendalam, ada baiknya kita memiliki kesiapan untuk menghadapi kegagalan dengan memperhatikan poin-poin berikut:

1. Menyadari betul bahwa kegagalan merupakan resiko dari bentuk usaha apa pun.

Kesadaran ini menyebabkan kita mempunyai ruang untuk dapat menerima kegagalan. Jangan pernah tanamkan dalam diri bahwa usaha kita akan seratus persen berhasil. Harus selalu ada ruang untuk menerima kegagalan di awal usaha.

2. Menyadari bahwa setiap kegagalan pasti ada penyebabnya.

Dengan kesadaran ini mendorong kita untuk mencari penyebab kegagalan ketimbang menyesalinya. Di atas telah dikemukan tiga hal penyebab kegagalan. Dari sini kita dapat kembali mengevaluasi diri sendiri. Inilah yang membuat kita lebih matang setelah mengalami kegagalan. Kita mungkin akan sadar bahwa keinginan kita selama ini tak realistis atau kita kurang memiliki komitmen kerja atau kita akan bertambah keimanan kepada Allah bahwa Dia lah yang Maha mengatur segala sesuatu.

3. Jangan menghukum diri terlalu berat.

Memang sebagian besar penyebab kegagalan adalah akibat kelemahan diri kita sendiri. Tapi cobalah lihat kelemahan itu dengan lapang hati, kita bukanlah makhluk yang serba bisa dan serba tahu. Kegagalan sebaiknya kita gunakan untuk mengetahui secara spesifik titik kelemahan kita dan langkah awal untuk melakukan perbaikan.

4. Jangan bohongi diri kita dengan angan-angan, dan tak mau mengakui kegagalan.

Kita boleh mempunyai keinginan, namun terimalah kenyataan jika kita tak berhasil mencapainya.


Wallahu’alam bishawab.

16 June 2014

Cita Cita yang Sederhana…

“Ketika cita-cita sesederhana menjadi seorang ibu rumah tangga biasa menjadi begitu langka dan sulit sekali terlaksana.. Ketika begitu sedikit dari mereka yang bercita-cita jadi ibu rumah tangga seutuhnya.. Maka dengan seizin-Mu Yaa Rabb.. Perkenankanlah saya menjadi bagian dari yang sedikit itu.. Amiin.”

Ketika menulis catatan ini saya adalah seorang remaja yang berada dalam masa peralihannya menjadi seorang wanita dewasa, sedang menuntaskan tugas akhirnya di sebuah perguruan tinggi swasta kelas karyawan dan tinggal selangkah lagi menjadi sarjana.

Seorang wanita yang berada pada masa gemilangnya dalam meniti karir, bekerja di tempat yang baik dengan penghasilan yang sangat baik, anak perempuan yang membanggakan, kakak yang walaupun tidak terang-terangan dinantikan tetapi selalu dirindukan dan menjadi panutan, sahabat yang hangat, teman yang menyenangkan, rekan kerja yang walaupun sering datang terlambat, tetapi selalu dimaafkan karena rajin membawa makanan..

Entah semua itu benar adanya atau tidak. Yang jelas saya selalu percaya pada insting dan bagaimana cara hati membawa saya untuk merasa.

Sepintas, semua yang saya miliki, kehidupan saya yang nyaris begitu sempurna, adalah apa yang sebagian perempuan zaman sekarang impikan. Karir, pendidikan, keluarga, teman. Saya amat sangat bersyukur dengan keadaan saya. Semua yang Allah titipkan pada saya sekarang adalah apa yang dahulu pernah saya cita-citakan.

Alhamdulillah.. Allah memberikan kesempatan untuk merasakan dan membimbing bagaimana harus menyikapi begitu banyak cita-cita yang terlaksana menjadi nyata ini dengan baik dan bijaksana. Saya jadi teringat kutipan dari seorang ustazah, “Muslimah yang berjuang dalam kebaikan adalah mereka yang selalu to be continued.. berkelanjutan dan terus menerus…”

Kemudian saya dihadapkan pada sebuah pertanyaan sederhana, “Apa cita-cita saya berikutnya?”

Di sinilah, di usia saya yang masih belum genap dua puluh dua tahun, saya merasa jadi lebih tua karena sepertiga partisi dari otak saya didominasi sesuatu yang sedang saya pertimbangkan untuk menjadi cita-cita saya di masa yang akan datang. Menjadi seorang ibu rumah tangga saja. Sederhana.

Sepertinya mudah, tetapi entah dari sudut pandang mana saya menilainya, sekedar membayangkannya saja sulit sekali rasanya. Padahal pada hakikatnya, rumah tangga adalah ladang pahala yang sangat luas bagi seorang wanita.

Semuanya tidak lagi membanggakan ketika memiliki cita-cita menjadi ibu rumah tangga biasa dan seutuhnya mengabdikan diri kepada keluarga saja. Saya butuh waktu yang cukup lama untuk menimbang, malah bimbang, bahkan gamang.

Pelan-pelan mimpi itu bergumul dalam pikiran saya. Menyediakan bekal untuk suami tercinta, memberikan rumah yang bersih dan nyaman sepulangnya, pakaian yang bersih, wangi, dan tersetrika rapi. Betapa membahagiakannya bila saya bisa mengerjakannya sendiri, tanpa bergantung pada si “Mbak” (pembantu-red). Sungguh saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya akan cemburu jika suami lebih menyukai dan menikmati masakan si “Mbak”.

Kemudian … menjaga calon buah hati kami, membekalinya dengan gizi dan pendidikan yang baik bahkan jauh sebelum kelahirannya, mengenalkannya pada rangkaian hijaiyah, membacakannya cerita, mengobrol dengannya, ikut membangunkannya di waktu subuh. Saya tidak ingin kehilangan moment-moment penting dalam sembilan bulan itu.

Tidak ingin menyia-nyiakan dan membiarkannya berlalu begitu saja karena kesibukan saya bekerja. Saya tidak ingin hanya disibukkan mempersiapkan popok, baju, dan alas tidurnya. Saya ingin sibuk mempersiapkan kesiapannya menjadi seorang manusia.

Dan ketika Allah mengizinkan ia lahir ke dunia, betapa tidak inginnya cuti tiga bulan yang diberikan perusahaan kepada saya membatasi kebahagiaan saya. Saya tidak ingin rutinitas menyusuinya, memandikan, mengganti popoknya, berlangsung rutin hanya dalam tiga bulan saja. Saya tidak ingin kehilangan 8 jam dalam sehari dengan tidak melihat ia tumbuh besar dan pintar. Saya tidak ingin kehilangan menyaksikan langkah pertamanya.

Namun dengan intensitas yang sama, kekhawatiran yang lain juga hadir menyertainya. Bagaimana jika kelak saya berjodoh dengan seseorang yang biasa saja? Bukan mereka yang berpenghasilan “wah” tiap bulannya? Biaya perlengkapan anak, susu, dan pendidikan zaman sekarang kan mahal?

Lantas bagaimana dengan kehidupan sosial yang saya tinggal di luar sana? Lantas bagaimana jika (Naudzubillahi Min Dzaalika) suami yang saya tercinta berpulang ke rahmatullah di waktu yang tidak saya duga sebelumnya, sedangkan saya harus menggantikannya sebagai kepala keluarga?

No Execuse!! Allah telah menentukan dan mengatur jodoh, rezeki, dan maut bagi tiap-tiap kita. Banyak cara untuk mengupayakan rezeki yang disebar-Nya di seluruh muka bumi ini. Niat yang baik akan beriring dengan hasil yang baik, Insya Allah.

Rumah adalah sekolah dan madrasah paling murah bagi anak-anak kita, dan baik tidaknya kualitas pendidikan yang mereka terima itu bergantung pada kita, orang tua mereka. Maka bersemangatlah, Allah menghadirkan masalah berpasangan dengan solusinya. Pasti.

“Semoga Allah memberikan kemantapan hati jika cita-cita itu bukan sesuatu yang salah, menjadikannya tidak sebatas pada keinginan, tetapi juga kebutuhan. Semoga Allah memperkenankan cita-cita sederhana saya menjadi nyata, meridainya dan menjadikannya jalan terbaik yang dipilihkan-Nya untuk saya, memberi kemudahan bagi kami untuk melalui aral-melintangnya. Percaya bahwa Allah akan menjaga dan memelihara apa yang menjadi kepunyaan-Nya. Percaya bahwa berkarya menjemput rezeki-Nya bisa dimana saja. Percaya bahwa tidak ada sandaran hidup yang lebih baik selain Allah.”

===========
Oleh: Aizzah Nur, Jakarta Timur.

Renungan, Bagi Mereka yang Sibuk Berkarir

Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.

“Kok, belum tidur?” sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya, Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”

“Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”

“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”

“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”

Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya. “Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya.

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah Rudi. Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?”

“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”

“Tapi, Ayah…”

Kesabaran Rudi habis. “Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Imron.

Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya. Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, “Maafkan Ayah, nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih.”

“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”

“Iya,iya, tapi buat apa?” tanya Rudi lembut.

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Imron polos.

Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.

Saya tidak tahu apakah kisah di atas fiktif atau nyata. Tapi, saya tahu kebanyakan anak-anak orang kantoran maupun wirausahawan saat ini memang merindukan saat-saat bercengkerama dengan orangtua mereka. Saat dimana mereka tidak merasa “disingkirkan” dan diserahkan kepada suster, pembantu, atau sopir. Mereka tidak butuh uang yang lebih banyak. Mereka ingin lebih dari itu. Mereka ingin merasakan sentuhan kasih-sayang Ayah dan Ibunya. Apakah hal ini berlebihan? Sebagian besar wanita karier yang nampaknya menikmati emansipasinya, diam-diam menangis dalam hati ketika anak-anak mereka lebih dekat dengan suster, supir, dan pembantu daripada ibu kandung mereka sendiri. Seorang wanita muda yang menduduki posisi asisten manajer sebuah bank swasta, menangis pilu ketika menceritakan bagaimana anaknya yang sakit demam tinggi tak mau dipeluk ibunya, tetapi berteriak-teriak memanggil nama pembantu mereka yang sedang mudik lebaran.

10 June 2014

12 Hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan

Islam adalah agama yang ilmiah. Setiap amalan, keyakinan, atau ajaran yang disandarkan kepada Islam harus memiliki dasar dari Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang otentik. Dengan ini, Islam tidak memberi celah kepada orang-orang yang beritikad buruk untuk menyusupkan pemikiran-pemikiran atau ajaran lain ke dalam ajaran Islam.

Karena pentingnya hal ini, tidak heran apabila Abdullah bin Mubarak rahimahullah mengatakan perkataan yang terkenal:

الإسناد من الدين، ولولا الإسناد؛ لقال من شاء ما شاء

“Sanad adalah bagian dari agama. Jika tidak ada sanad, maka orang akan berkata semaunya.” (Lihat dalam Muqaddimah Shahih Muslim, Juz I, halaman 12)

Dengan adanya sanad, suatu perkataan tentang ajaran Islam dapat ditelusuri asal-muasalnya.

Oleh karena itu, penting sekali bagi umat muslim untuk memilah hadits-hadits, antara yang shahih dan yang dhaif, agar diketahui amalan mana yang seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam serta amalan mana yang tidak perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.

Berkaitan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, akan kami sampaikan beberapa hadits lemah dan palsu mengenai puasa yang banyak tersebar di masyarakat. Untuk memudahkan pembaca, kami tidak menjelaskan sisi kelemahan hadits, namun hanya akan menyebutkan kesimpulan para pakar hadits yang menelitinya. Pembaca yang ingin menelusuri sisi kelemahan hadits, dapat merujuk pada kitab para ulama yang bersangkutan.

Hadits 1

صوموا تصحوا

“Berpuasalah, kalian akan sehat.”




Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (3/227).

Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).

Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Hadits 2

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ



“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).

Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).

Terdapat juga riwayat yang lain:

الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه

“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).

Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.

Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.

Hadits 3

يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، و قيام ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ، و من أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر الصبر و الصبر ثوابه الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال : يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و من أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله رحمة و وسطه مغفرة و آخره عتق من النار ،

“Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)

Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.

Yang benar, di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini adalah:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه

“Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)

Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada pertengahan Ramadhan saja. Lebih jelas lagi pada hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah bersabda:

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

“Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam” (HR. Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Hadits 4

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم

“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.“




Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710)

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.

Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:

اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين

“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”

Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.”

Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/

(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.

Hadits 5

من أفطر يوما من رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله

“Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di Sunannya (2396), oleh Tirmidzi di Sunan-nya (723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunan-nya (4/228).

Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173), juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami’ (5462) dan Silsilah Adh Dha’ifah (4557). Namun, memang sebagian ulama ada yang menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal (2/17), juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma’ Az Zawaid (3/171). Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang yang sengaja tidak berpuasa.

Yang benar -wal ‘ilmu ‘indallah- adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (Komisi Fatwa Saudi Arabia), yang menyatakan bahwa “Seseorang yang sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syar’i,ia harus bertaubat kepada Allah dan mengganti puasa yang telah ditinggalkannya.” (Periksa: Fatawa Lajnah Daimah no. 16480, 9/191)



Hadits 6

لا تقولوا رمضان فإن رمضان اسم من أسماء الله تعالى ولكن قولوا شهر رمضان

“Jangan menyebut dengan ‘Ramadhan’ karena ia adalah salah satu nama Allah, namun sebutlah dengan ‘Bulan Ramadhan.’”


Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya (4/201), Adz Dzaahabi dalam Mizanul I’tidal (4/247), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313), Ibnu Katsir di Tafsir-nya (1/310).

Ibnul Jauzi dalam Al Maudhuat (2/545) mengatakan hadits ini palsu. Namun, yang benar adalah sebagaimana yang dikatakan oleh As Suyuthi dalam An Nukat ‘alal Maudhuat (41) bahwa “Hadits ini dhaif, bukan palsu”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313), An Nawawi dalam Al Adzkar (475), oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari (4/135) dan Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (6768).

Yang benar adalah boleh mengatakan ‘Ramadhan’ saja, sebagaimana pendapat jumhur ulama karena banyak hadits yang menyebutkan ‘Ramadhan’ tanpa ‘Syahru (bulan)’.

Hadits 7

أن شهر رمضان متعلق بين السماء والأرض لا يرفع إلا بزكاة الفطر

“Bulan Ramadhan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali zakat fithri.”


Hadits ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/157). Al Albani mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At Targhib (664), dan Silsilah Ahadits Dhaifah (43).

Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang yang meyakini bahwa puasa Ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah, karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukanlah syarat sah puasa Ramadhan, namun jika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.

Hadits 8

رجب شهر الله ، وشعبان شهري ، ورمضان شهر أمتي

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi di Tartibul Maudhu’at (162, 183), Ibnu Asakir di Mu’jam Asy Syuyukh (1/186).

Hadits ini didhaifkan oleh di Asy Syaukani di Nailul Authar (4/334), dan Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (4400). Bahkan hadits ini dikatakan hadits palsu oleh banyak ulama seperti Adz Dzahabi di Tartibul Maudhu’at (162, 183), Ash Shaghani dalam Al Maudhu’at (72), Ibnul Qayyim dalam Al Manaarul Munif (76), Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Tabyinul Ujab (20).

Hadits 9

من فطر صائما على طعام وشراب من حلال صلت عليه الملائكة في ساعات شهر رمضان وصلى عليه جبرائيل ليلة القدر


“Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.”


Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/300), Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1441), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Adh Dhuafa (3/318), Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (1/152)

Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (495), Al Albani dalam Dhaif At Targhib (654)

Yang benar,orang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapatkan pahala puasa orang yang diberi hidangan tadi, berdasarkan hadits:

من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا

“Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)



Hadits 10

رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا : وما الجهاد الأكبر ؟ قال : جهاد القلب

“Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar.” Para sahabat bertanya: “Apakah jihad yang besar itu?” Beliau bersabda: “Jihadnya hati melawan hawa nafsu.“

Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (2/6) hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Takhrijul Kasyaf (4/114) juga mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh An Nasa’i dalam Al Kuna.

Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulla Ali Al Qari dalam Al Asrar Al Marfu’ah (211). Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (2460) mengatakan hadits ini Munkar.

Hadits ini sering dibawakan para khatib dan dikaitkan dengan Ramadhan, yaitu untuk mengatakan bahwa jihad melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan lebih utama dari jihad berperang di jalan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang berangapan seperti ini, baik dari perkataan maupun perbuatan Nabi. Selain itu jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang tidak wajib pun merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan.” (Majmu’ Fatawa, 11/197). Artinya, makna dari hadits palsu ini pun tidak benar karena jihad berperang di jalan Allah adalah amalan yang paling mulia. Selain itu, orang yang terjun berperang di jalan Allah tentunya telah berhasil mengalahkan hawa nafsunya untuk meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi.

Hadits 11

قال وائلة : لقيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عيد فقلت : تقبل الله منا ومنك ، قال : نعم تقبل الله منا ومنك

“Wa’ilah berkata, “Aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada hari Ied, lalu aku berkata: Taqabbalallahu minna wa minka.” Beliau bersabda: “Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (2/319), Al Baihaqi dalam Sunan-nya (3/319), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (3/1246)

Hadits ini didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (7/524), oleh Ibnu Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz (4/1950), oleh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (5666).

Yang benar, ucapan ‘Taqabbalallahu Minna Wa Minka’ diucapkan sebagian sahabat berdasarkan sebuah riwayat:

كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض : تقبل الله منا ومنك

Artinya:

“Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya ketika saling berjumpa di hari Ied mereka mengucapkan: Taqabbalallahu Minna Wa Minka (Semoga Allah menerima amal ibadah saya dan amal ibadah Anda)”

Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni (3/294), dishahihkan oleh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354). Oleh karena itu, boleh mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak diyakini sebagai hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Hadits 12

خمس تفطر الصائم ، وتنقض الوضوء : الكذب ، والغيبة ، والنميمة ، والنظر بالشهوة ، واليمين الفاجرة

“Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131)

Hadits ini adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131), Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (1708).

Yang benar, lima hal tersebut bukanlah pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa. Sebagaimana hadits:

من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل ، فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه



“Orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta mengganggu orang lain, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya.” (HR. Bukhari, no.6057)

Demikian, semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang sahih. Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat dan ampunannya kepada kita di bulan mulia ini. Semoga amal-ibadah di bulan suci ini kita berbuah pahala di sisi Rabbuna Jalla Sya’nuhu.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

***

Disusun oleh: Yulian Purnama

Muraja’ah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar

08 June 2014

Ketulusan dalam Bekerja

Selain kedisiplinan, semangat mengabdi juga harus jadi prioritas utama seorang pemimpin. Ia harus menjadi contoh bagi para bawahannya bahwa ia siap memberi sesuatu yang "lebih" bagi perusahaannya walaupun imbalan yang ia dapat belum sebanding.

Kalau kita melakukan pekerjaan dengan tulus maka akan menghasilkan karya yang luar biasa. Karena ketulusan dapat melahirkan gairah semangat untuk memberikan yang terbaik. Ketulusan itu lahir dari keyakinan diri bahwa semua yang kita lakukan akan kembali kepada diri sendiri. Bila saat ini kita melakukan kebaikan maka di kemudian hari kebaikan itu akan berbuah dan berlipatganda.

Sebaliknya, bila kita melakukan kejahatan maka suatu saat nanti balasannya akan menimpa kita. Pengabdian lahir dari kebersihan hati yang dapat mendorong seseorang untuk mencintai sesamanya. Dengan kata lain bila kifa bekerja dengan landasan cinta maka kita akan berusaha seoptimal mungkin dengan harapan bila pekerjaannya sukses akan menjadi jalan orang lain mendapatkan kebahagiaan. Pengabdian seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi semua orang.

Caranya bisa dengan datang ke kantor lebih awai, tak pernah berhitung dengan waktu bekerja, selalu terdepan dalam menyelesaikan permasalahan, memberikan lebih banyak daripada yang didapatkan, menularkan semangat, dan terdepan dalam kebaikan.

06 June 2014

Fastabiqul Khairat, Budaya yang Tertinggal atau Ditinggalkan ?

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah:148).

Hidup adalah fungsi dari waktu. Ia terus saja berjalan, tidak ada delay. Maka tataplah jam yang melekat di dindingmu, adakah ia menunggu?

Ini sebuah kisah tentang seorang lelaki surga yang tak mau menunggu, ia menjadi yang terdepan dalam kebaikan. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memaparkan profil penghuni surga tanpa azab dan hisab mulai dari para nabi hingga Nabi Muhammad. Para sahabat sudah mulai kasak-kusuk, menduga-duga, gusar, bagaimanakah gerangan rupa istimewa tersebut?

Ketika itu Nabi bertanya kepada para sahabatnya, “Apa yang kalian bicarakan?”, maka setelah mereka memberitahukan, Sang Nabi pun bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan ruqyah, tidak meramal yang buruk-buruk dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal.”

Tiba-tiba saja, seorang lelaki bangkit dan berkata, “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”. Setelah itu, ada lagi lelaki yang bangkit, untuk kedua kalinya dengan permintaan yang sama, “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”, Rasulullah menjawab, “Engkau sudah di dahului Ukasyah”.

Yah, pemuda yang pertama kali bangkit adalah Ukasyah bin Mihsan. Ukasyah tidak perlu menunggu untuk menjadi yang kedua. Karena keberaniannya pada kesempatan yang pertama, permohonannya di ‘amini’ oleh Rasulullah. Seperti api yang menyala-nyala, seperti itulah semangat Ukasyah yang hadir di awal, bukan di akhir. Inilah sahabat Rasulullah, mereka memiliki satu budaya yang sudah lama kita tinggalkan. Budaya fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Mereka itu bergegas segera dalam meraih kebaikan, Dan merekalah orang-orang yang terdahulu memperolehnya,” (Al. Mu’minun : 61).

Ketika turun ayat tentang hijab, tanpa membuang tempo, para shahabiyah langsung mengambil kain-kain mereka dan melilitkan ke seluruh tubuhnya. Para shahabiyah yang berada di pasar-pasar lantas tidak langsung pulang ke rumah. Mereka memilih untuk bersembunyi di balik batu-batu besar, menunggu malam yang sepi barulah mereka pulang ke rumah. Lagi-lagi Ini adalah bukti, bahwa sahabat Rasulullah adalah orang-orang yang memiliki budaya fastabiqul khairat, budaya tak mau menunggu dan selalu kompetisi dalam ketaatan.

Faktanya, kondisi kekinian dalam masyarakat kita berbeda, budaya kompetisi ini lebih di gandrungi dalam ranah keduniaan. Kitapun Berlomba-lomba dalam memperkaya diri, mempercantik rupa, menggagah-gagahkan sikap, mengejar jabatan, mencicil gelar demi gelar dan menumpuk atribut-atribut keduniaan lainnya.

“Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya seperti dimana yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya,” (Bukhari dan Muslim).

Jikalaupun kita memperoleh dunia, maka teruslah melangkah sebagai orang yang dititipi amanah, berjalanlah sambil menunduk, indahkan titipan itu dengan keihklasan dan niat pengabdian kepada umat.

Purwarupa Orang-Orang Pilihan

Fastabiqul khairat adalah purwarupa orang-orang yang terpilih. Dalam surah Al-Fatir ayat 32, Allah menggambarkan purwarupa atau prototipe manusia menjadi tiga jenis.

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar,” (Fatir : 32).

Jenis Pertama adalah mereka yang zalim. Keburukan mereka lebih banyak daripada kebaikan yang mereka ukir. Mereka menghabiskan usia pada perkara-perkara yang Allah tidak ridai.

Jenis yang kedua adalah mereka yang pertengahan. Dalam artian, disatu waktu mereka melakukan keburukan tetapi di waktu lain merekapun melakukan kebaikan. Merekalah orang yang ibadahnya jalan, keburukannya pun jalan.

Dan jenis yang ketiga adalah mereka yang selalu membangun budaya fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam ketaatan. Inilah karakteristik dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Karena budaya fastabiqul khairat inilah para sahabat Nabi pantas dikatakan “khairu ummah” atau generasi yang terbaik. Mereka tidak pernah melewatkan momentum untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Tak rela melepaskan kesempatan untuk mengisi setiap desahan nafas dalam ketaatan kepada Allah. Mereka selalu memaksimalkan setiap pintu kebaikan yang Allah bukakan.

Sejenak menengok purwarupa di atas, adakah kita menjadi manusia jenis ketiga? Jawabannya tentu kembali kepada laku kita masing-masing.

Saatnya kita merenung, alangkah berbedanya ghirah/semangat beribadah para sahabat dengan kebanyakan dari kita sekarang. Seringkali kita tidak memiliki semangat untuk ber-fastabiqul khairat- berlomba-lomba dalam kebaikan. Kita seolah merasa cukup dan baik-baik saja berada di luar arena, menjadi penonton atau bahkan komentator, pengeritik perlombaan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain.

Ketika orang lain mengenakan hijab secara sempurna, kita sering mengomentari mereka “Terlalu ekstrimlah, kampunganlah” dan sebagainya. Ataupun di saat yang lain bersedekah, kita berpikir mereka mungkin mencari muka atau ingin dibilang pemurah. Ketika saudara kita menahan perkataan untuk mengamalkan sebuah hadis, kita lantas menyimpulkan bahwa mereka adalah orang-orang sombong yang pelit perkataan. Dan di saat yang lain memanjangkan sujudnya, terbersit di hati, mereka hanya ingin dikatakan khusyu’ saja.

Terkadang kita memosisikan diri sebagai komentator dan kritikus tanpa terlibat dalam perlombaan meraih rida Allah. Sebuah peran yang teramat melelahkan, membuang-buang waktu. Adalah sebuah musibah jika kita kehilangan kesempatan dalam ketaatan kepada Allah, lantas kita tenang-tenang saja Tak inginkankah kita meraih syurga seperti ukasyah?

Maka Jangan hanya jadi penonton, mari membangun budaya yang telah lama tertinggal. budaya fastabiqul khairat. Wallahu a’lam

===================

Magdalena 
*Penulis adalah mahasiswi pascasarjana IPB, Aktivis Lembaga Muslimah Wahdah Islamiyah.

04 June 2014

Hujan

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. “Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?” ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

“Anakku,” ucap sang induk kemudian. “Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik.” jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. “Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?” tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

“Anakku. Itu cuma angin,” ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. “Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!” tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

“Blarrr!!!” suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. “Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!” ucapnya sambil terus memejamkan mata.

“Sabar, anakku!” ucapnya sambil terus membelai. “Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang,” ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, “Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!”
 
***

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.

Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan. Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu, insya Allah, akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan.
 
 

03 June 2014

Semakin Sulit Didapat Semakin Manis Terasa

“Ani, nanti selesai liqo jangan pulang dulu ya, aku mau ngomong sedikit,”kata Ustadzah Aminah.

“Iya deh, mbak. Kebetulan aku juga nggak ada acara,” Jawab Furyani

Rasanya nggak tenang menunggu selesainya acara liqo, karena penasaran, ada apakah gerangan sehingga ustadzah menahanku seusai liqo ini. Baca alquran, setor hafalan, kultum dan info dunia Islam telah terlewati. Sekarang acara materi inti yang membahas masalah Membina Keluarga Samara (Sakinah Mawaddah Wa Rahmah). Walaupun disampaikan dengan jelas dan perlahan, namun aku sulit mencerna karena pikiranku susah untuk konsentrasi, menebak nebak apa yang hendak diomongkan ustadzah kepadaku nanti.

Seusai acara, teman teman pada pulang dan aku sendiri yang masih bertahan di rumah Ustadzah.

“Begini Ani, maaf sebelumnya kalau terlalu mencampuri urusan pribadi. Namun sebagai sesama muslim tidak ada jeleknya kalau kita saling berbagi rasa dan nasehat menasehati. Dalam kelom-pok liqo ini, kan tinggal Ani yang belum nikah tuh, kira kira bagaimana, apakah sudah ada rencana? Nikah kan bernilai setengah agama pasti ingin dong mendapatkannya? Insya Alloh kami siap untuk membantu.”

“Afwan Ustadzah, dan terimakasih atas perhatiannya. Sebenarnya siapa sih tak tak ingin menikah. Sejak kuliah dulu Ani juga sudah kepingin nikah, tapi rasanya kepedihan masa lalu masih belum benar benar sirna. Bagaimana nggak sakit, kalau sudah merencanakan nikah, bahkan ketika kuliah aku juga sering membantu biaya kuliahnya, buat skripsi dan sebagainya, eh ternyata setelah lulus dia malah MBA (married by accident) dengan teman kuliahku. Astaghfirulloh, walaupun itu masalalu, namun luka itu kadang masih terasa.”

“Ya, kami memahami. Memang masa lalu yang pahit kadang selalu menghantui pikiran kita. Namun kita tak boleh hanyut oleh masa lalu. Tataplah masa depan. Usahakan lebih baik lagi dan semoga tak terulang peristiwa kelam masa lalu. Sekarang mari kita pikirkan dan rencanakan masa depan dengan lebih baik. Adakah keinginan Ani untuk mendapatkan setengah agama?

“Ya, tentu sangat mau Ustadzah, namun sampai saat ini belum ada yang sreg. Orang tua sih sudah sering mendesak, bahkan mau menjodohkan aku dengan pilihan mereka. Cuma aku nggak tertarik padanya.”

“Kalau masalah prinsip yang nggak cocok itu alasan yang penting, tapi kalau masalah teknis kiranya tak perlu jadi masalah.”

“Iya ustadzah, ini masalah prinsip. Salah satunya adalah ia sholatnya aja bolong bolong. Sering tidaknya daripada mengerjakannya.”

“Wah kalau itu masalah penting. Itu menunjukkan kadar keimanan, kefahaman dan pengetahuan Islamnya. Padahal Nabi menyuruh kita dalam memilih pasangan harus mengutamakan faktor agamanya. Karena suami adalah teman selama hidup kita, bukan sehari dua hari, sehingga sangat mempengaruhi perilaku kita.” “Itulah, makanya aku nggak setuju dengan pilihan orang tuaku, namun mereka selalu mendesakku.

Masalahnya, aku ingin mendapatkan suami yang sholeh, yang bisa membimbingku, namun sampai saat ini aku bingung sendiri bagaimana caranya.”

“Nah, ini dia. Maksud saya menahan kamu sekarang adalah mau omongkan masalah ini. Begini, kemarin saat Abinya Fatma acara Usroh di Reggae, ada ikhwan yang minta dicarikan akhwat untuk diajak menikah. Bahkan sudah ngasih biodata. Dia sudah ikut tarbiyah lebih dari empat tahun, jadi wawasan dan ghiroh keIslamannya bagus. Dialah yang selama ini aktif ngurusi kalau ada kegiatan kegiatan keagamaan di Reggae. Lagi pula, kalau sudah sama sama di sini, kan nggak perlu susah susah bikin visa, he he. Kalau Ani mau dan serius, nanti akan kami bicarakan dengan Abinya Fatma. Gemana?”

“Iya,ustadzah. InsyaAlloh aku serius. Mudah mudahan cocok dan Alloh beri kemudahan”.
“Ya, insyaAlloh untuk proses selanjutnya akan kami beritahu. Banyak banyak do’a ya”

Hari hari terasa indah bagi Furyani. Ia makin ceria dan semangat. Setelah lama menunggu nunggu akhirnya tiba juga saatnya. Semoga Alloh memudahkan untuk mengakhiri masa lajangnya. Setelah tahajud dan istikhoroh dalam beberapa hari ia merasa mantap dengan ikhwan yang dita’arufkan oleh ustadzahnya. Ia pun memberi tahu orang tuanya. Dengan bergegas ia membeli kartu Delta three untuk menelpon orang tuanya, bahkan sampai tiga kartu ia beli sekaligus.

“Hallo, assalamu alaikum…”

“Wa alaikum salam. Oh Ani. Sudah lama ibu nunggu nunggu telpon dari kamu. Gemana kabarmu, sehat kan?”

“Iya bu, alhamdulillah Ani baik baik saja. Maaf bu lama nggak nelpon.”

“Bapakmu selalu nanya, apa Ani telpon? Soalnya keluarga Anton selalu nanyakan jawaban Ani. Gemana, setuju kan? Kalau setuju, bulan depan mau lamaran. Kurang gemana coba si Anton itu. Anaknya orang kaya dan terpandang. Lulusan Amerika. Anak satu satunya lagi. Jadi kalau menikah dengan dia, Ani nggak perlu merantau jauh jauh ke Kuwait. Gemana sayang, setuju kan?“

“Ee..em.maaf bu. Bukannya aku menolak kemauan ibu, bukannya aku membantah keinginan orang tua, tapi menikah kan bukan masalah sepele. Dan suami adalah teman untuk selama hidup. Ani rasa, tak cocok dengan Anton, karena perbedaan prinsip yang cukup mendasar. Ani tak mau punya suami yang sholatnya aja nggak karuan, bagaimana dengan pola pikirnya, bagaimana mungkin jadi pejuang agama, bagaimana mau berdakwah, bagaimana…

“Stop Ani, jangan teruskan alasan alasanmu itu. Katanya kamu sekarang rajin mengaji. Kok bukannya patuh pada orang tua, tapi malah suka membantah…”

“Mm.maaf.. bu. Bukannya aku mau membantah. Sungguh, Ani sangat ingin berbakti dan membahagiakan orang tua. Tapi masalah suami adalah masalah yang sangat penting Bu. Salah memilih suami, akibatnya bukan hanya di dunia, tapi bisa sampai akherat Bu.
Ibunda sayang, justru saat ini Ani mau membicarakan calon pilihan Ani. Insya Alloh orangnya sholeh, tanggung jawab dan baik akhlaknya. …

“Ani, kalau kau masih menganggap ibu sebagai orang tua, kau harus menuruti kata ibu. Di mana wajah ibu mau ditaruh. Ibu dan bapakmu sudah mengiyakan lamaran dan berjanji untuk membujuk Ani agar mau menerima Anton. Merekalah yang sudah berjasa membantu kita saat bapakmu terlilit utang. Merekalah yang selama ini selalu …

Perdebatan panjang Ani dan Ibunya tak membuahkan kata sepakat. Susah payah Ani menjelaskan alasan bahkan samapi tiga kartu habis, namun tetap tak ada titik temunya. Bahkan semakin merenggangkan hubungan.

“Bagaimana Ani, apakah orang tuamu setuju?”

“Afwan Ustadzah, mungkin cara pandang kami yang berbeda, sehingga susah payah Ani menjelaskan ke Ibu, namun tetap saja nggak setuju. Bahkan mengancam takkan merestui kalau Ani menikah dengan selain Anton. Bahkan mengancam nggak akan mengakui sebagai anak lagi.”

“Sabarlah Ani. Semua masalah InsyaAlloh ada jalan pemecahannya. Sebagaimana firman Alloh dalam Albaqoroh 153: “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolong bagimu…”
Maka menghadapi masalah ini kita harus bersabar. Rajin rajinlah tahajud dan berdoa semoga Alloh membukakan hati orang tuamu.”

“Iya Ustadzah, mohon bantu doain ya..”

Dalam keheningan malam, seusai tahajud, Ani bermunajat.

“Ya Alloh, Tuhan yang membolak balikkan hati, bukalah hati ayah bundaku, agar mau menerima kebaikan dan kebenaran. Ya robb, sebagaimana Engkau janjikan, bahwa wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Maka hamba pun ingin menjadi wanita yang sholehah, maka berilah hambamu ini suami yang sholeh, yang bisa membimbing dan mengarahkanku, agar selalu taat padaMu. Ya robb, yang maha kuasa dan perkasa, yang mengatur segala urusan, mudahkanlah urusan urusan kami, urusan dunia maupun urusan akherat……

Suatu sore, sehabis sholat maghrib, telpon di kamar Ani berdering.

“Hallo assalamu alaikum, oh ibu. Apa kabar Bu. Wah njanur gunung, nggak biasanya ibu telpon. Ada berita penting bu?”

“Iya Ani, maafkan ibu ya. Selama ini ibu memaksa Ani agar mau menerima lamaran Anton. Ibu nggak nyangka kalau Anton itu ternyata bandar narkoba. Tadi siang, ibu lihat diacara Buser di TV, ia ditangkap polisi saat pesta shabu shabu dengan seorang cewek di hotel.

Maafkan ibu ya Nak. Untung Ani nggak menerima lamaran mereka. Kalau jadi betapa malunya kita. Memang ternyata fisik dan materi tak bisa dibandingkan dengan keindahan budi, tak sepadan dengan keluhuran akhlak. Sekarang, ibu setuju dan merestui dengan pilihan Ani. Cepatlah dikenalkan pada keluarga dan kita rencanakan pernikahanmu….

Tanggal 14 Oktober, jam 08.30 wib “Saya terima nikahnya Furyani binti Junaedi dengan mas kawin seperangkat alat sholat, tunai…..

14 Oktober, jam 22.30 WIB “Mas, akhirnya kita menikah juga ya. Tak membayangkan, bagaimana dulu orang tuaku begitu keras menentang kita, tapi dengan kesabaran dan doa akhirnya Alloh memudahkan semuanya.”

“Iya dik, semakin sulit di dapat semakin manis terasa…..Ayo dik, sekarang apa nanti?”
“Sekarang juga boleh mas…..”
………

================
pamuji05@yahoo.com