28 June 2015

Sholatkan, Bila Mereka Tidak Membantu

Alangkah indahnya bangunan itu, fondasinya kokoh, tiang-tiangnya tinggi kuat, atapnya luas, jendelanya besar menawan, menyita perhatian setiap orang yang melihatnya. Sungguh serasi dan saling menguatkan. Itulah bangunan masyarakat muslim bagaikan bangunan yang kokoh masing-masing bagian saling menguatkan antara satu dan lainnya.

“Seorang mukmin bagi mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan yang saling menopang, lalu beliau menautkan antar jari-jemari (kedua tangannya)”. (HR. Bukhari, Muslim)

Musibah seorang mukmin adalah musibah bagi semua orang yang beriman, mereka bersaudara dalam balutan kasih sayang, saling membantu, saling mengingatkan saling meringankan beban yang lainnya. Peduli atas penderitaan sesama, berusaha mengangkat saudaranya dari kubangan masalah, membantunya bangkit, berdiri dan melangkahkan kakinya agar kelak bisa berlari bersama lagi memikul beban dakwah yang tidak ringan.

Orang-orang yang beriman bagaikan satu jasad yang tak akan bisa tidur nyenyak apabila ada anggota tubuhnya yang sakit. Kakipun melangkah walau terasa penat, tanganpun bergerak mecari obat agar rasa pening itu pergi meninggalkan kepala. Rasulullah bersabda:

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan tidak bisa tidur”. (HR. Bukhari, Muslim)

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak mendzalimi saudaranya, tidak menipunya, tidak memperdayanya dan tidak meremehkannya”. (HR. Muslim)

Suatu hari Ibnu Syubrumah membantu seseorang menyelesaikan permasalahan besar yang dihadapinya. Orang itupun datang membawa hadiah.

Ibnu Syubrumah berkata: “Apa ini?”

Dia menjawab: “Balasan atas jasamu dalam membantu kesulitanku”

Beliau berkata: “ambillah uangmu, semoga Allah mengampunimu. Jika engkau meminta tolong kepada saudaramu untuk membantu menyelesaikan kesulitanmu lalu dia tidak bekerja keras membantumu maka ambillah wudhu, shalatlah dengan empat takbir (shalat jenazah) dan masukkanlah dia ke dalam golongan orang-orang mati. Orang yang tidak mau mebantu menyelesaikan masalah saudaranya seiman dia adalah orang mati karena tidak ada kebaikan dalam dirinya”.

Subhanallah, nasehat yang amat menyentuh, obat mujarrab bagi masyarakat muslim dalam zaman modern ini yang telah ternodai dengan nilai-nilai materialisme. Nasehat beliau bagaikan tetesan air hujan di masa kemarau panjang yang menumbuhkan kesadaran kita bahwa nilai ukhuwah di atas semua sekat-sekat duniawi. Seringkali setan menggoda kita dengan beribu macam alasan agar tidak peduli dengan keadaaan saudara kita, khususnya alasan klasik: “itu kan kesalahn dia”. “salahnya sendiri” dan ungkapan-ungkapan lainnya yang berasal dari bisikan setan.

Mari kita renungkan sabda Rasulullah:

“Janganlah seorang mukmin membenci wanita mukminah, jika dia membenci salah satu perangainya, niscaya dia akan ridha dengan perangainya yang lain.” (HR. Muslim)

Tidak ada sosok manusia yang sempurna di muka bumi ini, kelemahan seseorang adalah kewajiban bagi kita sesama mukmin untuk menutupunyi agar menjadi bangunan yang kokoh. Bukan mengekspos kelemahan itu karena kelak akan menghancurkan bangunan yang susah payah kita bangun.

Untuk meraih cinta Allah tak cukup hanya dengan kesolehan pribadi kita juga harus menggapainya dengan kesolehan sosial, mari kita renungkan kisah berikut:

seorang lelaki mendatangi Rasulullah Shallallahualaihiwassalam dan berkata,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah ? dan amal apakah yang paling dicintai Allah swt?” Rasulullah Shallallahualaihiwassalam menjawab,”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani, disohihkan syeh Al Bani dalam silsilah sohihah)

MUTIARA ULAMA SALAF

Dalam sejarah kehidupan orang soleh terdahulu terdapat banyak contoh nyata bagi kita dalam membantu saudara seiman menyelesaikan berbagai macam problematika hidupnya. Berikut sebagian sejarah itu:

Abu bakar as shiddiq biasa memerahkan susu bagi penduduk desa, saat beliau diangkat menjadi kholifah seorang wanita berkata: “sekarang beliau tidak akan memerahkan lagi untuk kita” abu bakar berkata: “Tidak, saya berharap jabatan ini tidak akan mengubah perbuatan baik yang biasa aku lakukan sebelumnya”.

Umar bin Khottab biasa membantu beberapa janda mengambilkan air untuk mereka di malam hari. Pada suatu malam Tolhah melihat Umar masuk ke salah satu rumah wanita. Keesokan harinya Tolhah masuk ke rumah tersebut, ternyata di dalamnya ada seorang wanita tua dan buta. Tolhah bertanya: “apa yang dilakukan laki-laki itu tadi malam?”

Wanita itu menjawab: “Dia sudah lama membantu saya, membawakan kebutuhan saya dan mejauhkan kotoran dan penyakit”

Tolhah berkata: “Sungguh engkau telah memberatkan ibumu wahai Tolhah. Apakah engkau hendak mencari-cari kesalahan Umar?”

Abu Wail setiap hari keliling kampung membantu para wanita dan orang-orang lanjut usia, membeli kebutuhan mereka dan keperluannya.
mujahid berkata: “Saya menemani Ibnu Umar dalam sebuah perjalanan untuk membantu beliau tapi ternyata beliau malah lebih banyak membantu saya”.

Hakim bin Hizam selalu sedih atas hari di mana beliau tidak mendapatkan seseorang yang bisa beliau bantu menunaikan keperluannya. Beliau berkata: “Kalau saya memasuki waktu pagi tanpa menemui orang lemah yang bisa kubantu di depan pintu rumaku maka aku sadar kalau itu adalah musibah yang ditimpakan Allah kepadaku. Semoga Allah akan memberikan pahala bagiku di dalamnya”.
 
=================
(Didik Hariyanto LC)

13 June 2015

Sibuk Bekerja ataukah Ibadah?

Seringkali urusan dunia menjadikan sibuk manusia. Banyak aktivitas yg dilakukan hingga bekerja seharian menjadikan manusia sering mengeluh dan merasa lelah...

Kadangkala mereka merasa iri dengan mereka yang selalu taat beribadah didalam Mesjid. Mereka merasa sulit untuk berlama-lama di rumah Allah itu, bahkan untuk sekedar melakukan shalat wajib berjamaah pun sering tidak sempat.

Bahkan mereka sempat berangan2, "Andai aku bisa seperti mereka, menggunakan waktunya hanya untuk beribadah kepadaNYA. Betapa beruntungnya aku..Bukan hanya sekedar direpoti oleh urusan kerja dan mencari nafkah belaka.."

Ada hadits yang cukup menghibur mereka:
"Suatu ketika Nabi SAW dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat berkomentar:"Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya dijalan Allah.” Rasulullah saw menjawab: “Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.”
(Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb).

Sungguh penghargaan yang luar biasa kepada siapa pun yang lelah bekerja mencari nafkah. Islam memandang bahwa usaha mencukupi kebutuhan hidup di dunia juga memiliki dimensi akhirat.Bahkan secara khusus Rasulullah saw memberikan kabar gembira kepada siapa pun yang kelelahan dalam mencari rejeki."Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan mencari rejeki pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni dosanya oleh Allah SWT."

Apakah ada iri yang diperbolehkan? Silahkan membaca yang berikut ini:
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh iri kecuali dalam dua hal; seseorang yang Allah beri Al Qur'an, kemudian ia membacanya sepanjang siang dan malam. Lalu orang yang iri itu berkata 'Kalaulah aku diberi kepandaian seperti orang itu, niscaya kulakukan sepertinya.' Dan seseorang yang diberi harta, lantas dia membelanjakannya dalam haknya (dijalan Allah). Lalu orang yang iri itu berkata, 'Kalaulah aku diberi harta si fulan, niscaya kulakukan seperti yang dilakukannya'."
(No. Hadist: 6974 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Muhammad bin Ismail menceritakan kepada kami. Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Ubadah bin Muslim menceritakan kepada kami, Yunus bin Khabbab menceritakan kepada kami, dari Sa'id AthTha'i Abu Al Bakhtari, ia berkata: Abu Kabsyah Al Annamari menceritakan kepadaku, ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,"Ada tiga macam yang aku bersumpah atasnya. Aku akan memberitahukan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah!". Beliau melanjutkan, "Tidak akan berkurang harta seseorang karena sedekah. Tidaklah seseorang dizhalimi dengan suatu perbuatan zhalim, lalu ia bersabar atas kezhaliman tersebut, malainkan Allah akan menambahkan kemuliaan pada dirinya. Tidaklah seseorang membukakan pintu meminta-minta, melainkan Allah akan membukakan baginya pintu kefakiran — atau dengan redaksi kalimat yang serupa dengan ini —. Aku akan memberitahukan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah!". Beliau melanjutkan, "Sesungguhnya dunia itu untuk empat macam orang, yaitu:
    Seorang hamba yang diberi rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu, lalu ia bertakwa dengannya kepada Rabbnya dan terus menjalin hubungan silaturahim, serta menyadari bahwa ada hak Allah pada rezekinya itu. Ini adalah derajat (kedudukan) yang paling utama.

    Kemudian seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan namun tidak dikaruniai harta. Lalu dengan niat yang benar (tulus) dia berkata, 'Seandainya aku memiliki harta, maka aku akan melakukan amal (kebaikan) seperti amal yang dilakukan oleh si Fulan. Ia akan mendapat ganjaran (pahala) dengan niatnya itu. dan ganjaran keduanya (dirinya dengan si Fulan) sama.
    Kemudian, seorang hamba yang diberikan rezeki berupa harta oleh Allah namun tidak dikaruniai ilmu. Lalu dia membelanjakan hartanya itu tanpa menggunakan ilmu, tidak bertakwa kepada Rabbnya, dan tidak menyambung hubungan silaturahim, serta tidak menyadari bahwa ada hak Allah pada hartanya itu. Maka. orang seperti ini mendapatkan kedudukan (derajat) yang paling buruk.
    Kemudian, seorang hamba yang tidak diberikan rezeki berupa harta dan tidak dikaruniai ilmu oleh Allah. Lalu dia berkata, 'Seandainya aku memiliki harta maka aku akan melakukan amal perbuatan (dosa) seperti si Fulan.' Maka, dengan niatnya ini dia akan mendapatkan dosa, dan dosa keduanya (dirinya dan si Fulan) sama "
Shahih: Ibnu Majah (4228).

Namun, pertanyaannya, sesibuk apakah mereka, sehingga meninggalkan sholat fardlu berjamaah di Masjid? Mencari nafkah untuk bekal supaya bisa "hidup" didunia ataukah untuk mencari kekayaan dan kemewahan dunia? Lebih mengutamakan mencari kemewahan dunia ataukah mencari keridloan Allah? Setidaknya, apakah mereka sempat sholat fardlu berjamaah di Masjid sebagai ibadah minimalnya? Sebab hukum sholat fardlu berjamaah di Masjid menurut sebagian ulama dalah wajib, walau ada yg mengatakan Sunnah Muakkad (yg sangat2 dianjurkan).

Dalam KITAB SHAHIH BUKHARI telah dijelaskan mengenai Wajibnya shalat fardlu dengan berjama'ah:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku ingin memerintahkan seseorang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan seseorang untuk adzan dan aku perintahkan seseorang untuk memimpin orang-orang shalat. Sedangkan aku akan mendatangi orang-orang (yang tidak ikut shalat berjama'ah) lalu aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seseorang di antara kalian mengetahui bahwa ia akan memperoleh daging yang gemuk, atau dua potongan daging yang bagus, pasti mereka akan mengikuti shalat 'Isya berjama'ah." (No.Hadist: 608 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Keterangan:
Dari hadits diatas terlihat ekstrim/radikal, namun sebenarnya hal itu menunjukkan betapa pentingnya mendirikan sholat fardlu berjamaah. Rasulullah sendiri tidak pernah sekalipun melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah bagi yg laki-lakinya tidak sholat fardlu berjamaah di Masjid. Rasulullah SAW selalu sholat fardlu berjamaah di Masjid, demikian pula istri2 beliau. Juga para sahabat yg nyata2 keimanannya kepada Allah SWT.
Ada juga yang berpendapat tidaklah sah sholat fardlu seorang laki-laki yang tidak berjamaah, apabila ia:
1. Bermukim
2. Sehat atau tidak terkena uzhur
3. Tidak bepergian
Berarti hukum sholat fardlu berjamaah oleh sebagian ulama adalah lebih dari sekedar wajib, seperti keterangan diatas.
Hukum Sholat berjamaah oleh Ibn Hajar Al Atsqalani dalam Fathul Bari, adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat2 dianjurkan), namun ada sebagian ulama (mis: ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim) yg mengatakan, tidak sah sholat seorang laki2 jika ia tidak sholat fardlu berjamaah.

Bahkan pernah terjadi, khalifah Umar ra. menyedekahkan kebunnya yg subur dan menyejukkan mata, hanya gara2 kebun yg subur itu, menjadikan beliau ketinggalan sholat Asar berjamaah. Beliau terlalu sibuk mengurusi kebunnya, hingga terlambat sholat Asar berjamaah. Tidak pernah sekalipun para sahabat yg ketinggalan sholat fardlu berjamaah di Masjid. Bahkan hingga beberapa jaman sesudah mereka.
Umar bin Abdul Aziz juga tidak pernah ketinggalan sholat fardlu berjamaah di Masjid.

Berikut sedikit uraian ttg khalifah Umar bin Abdul Aziz:
Khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat sekitar umur 40 thn. Dengan waktu sependek itu, beliau sudah bisa menjadikan rakyatnya makmur. Hingga janda2 dan para yatim sudah tdk mau diberi sedekah lagi, karena sudah tercukupinya mereka. Beliau sangat merasa berat unt menjadi kholifah, hingga beliau hampir pingsan ketika diangkat menjadi khalifah, seraya mengucap, "Innalillahi ...". Beliau meninggalkan gemerlap dunia unt diri dan keluarganya. Dijauhinya kemewahan dunia, dan didekatinya Masjid Allah, sehingga tidak pernah sekalipun beliau ketinggalan Sholat fardlu berjammah di Masjid. Beliau juga sangat memperhatikan rakyatnya. Banyak yg membencinya, yakni dari golongan pejabat yg korup dan zhalim. Hingga akhirnya, pembantu beliau disuap unt meracuninya. Umar bin Abdul Aziz berkata pada pembantunya,"Mengapa kau meracuniku?", dijawab oleh pembantunya, "karena mereka memberiku 1000 dinar unt ini". Umar bin Abdul Aziz berkata lagi," segeralah pergi wahai pembantuku, karena kalau mereka melihatmu yg meracuniku, niscaya mereka akan menghukummu". Lalu pembantu itupun pergi. Betapa mulyanya sifat  Umar bin Abdul Aziz, yg masih punya garis keturunan dng Khalifah Umar bin Khattab ra ...

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam, beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada mesjid (selalu melakukan salat jamaah didalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk berzina), tapi ia mengatakan: Aku takut kepada Allah, seseorang yang memberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya dan seseorang yang berzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya.
(Shahih Muslim No.1712)

Nah, sekarang bagaimana pilihan kita? Mengejar kemewahan dunia ataukah bekerja hanya sekedar untuk hidup didunia, yang intinya menuju negeri Akhirat? Meremehkan/meninggalkan sholat fardlu berjamaah dengan alasan masih bekerja demi profesionalisme? Ataukah hanya ke Masjid saja dengan meninggalkan bekerja mencari Nafkah? Ataukah bekerja mencari nafkah namun minimal tetap menjaga sholat fardlu berjamaah di Masjid? Semua pilihan adalah tergantung Anda, karena hanya Anda yg bertanggung-jawab kelak dihadapan Allah ...
Wa Allahu 'alam ...

Sebagai renungan:

Seringkali orang mengatakan:"Kerjakan hari ini, jangan tunda hingga esok hari, karena belum tentu esok hari kita sempat/hidup".
Seringkali orang memakainya supaya semangat unt bekerja, bekerja lembur tanpa lelah. Namun benarkah demikian?
Perkara dunia itu tidak kekal, dan tidak akan dibawa sbg bekal mati. Sedangkan perkara akhirat, pasti akan dibawa sampai mati. Sehingga, seharusnya mengatakan, "Janganlah menunda2 unt mendirikan sholat, zakat, puasa dan Haji!, karena belum tentu esok hari kita sempat/hidup".

>> Ada yg mengerjakan amal dunia sangat banyak, hingga kepayahan. Mulai pagi, hingga malam hari, bekerja tanpa memperdulikan ibadah. Sholat dilupakan bahkan ditinggalkan, merasa dirinya sudah berbuat baik. Berbuat baik kepada sesama, kepada keluarga, namun meninggalkan ibadah. Kasihan sekali, padahal merasa amal baiknya sangat banyak, hingga menuai kepayahan. Namun akhirnya dicampakkan ke dalam Neraka yg menyala-nyala.
Amal baik yg dikerjakan ketika di dunia namun sia2, hingga akhirnya dicampakkan ke dalam Neraka.

Atau bisa juga bekerja keras didunia namun dicampur dng kemaksiatan dalam memperolehnya. Sogok-menyogok, tipu-menipu, main cewek, zina dsb., hingga merasakan kepayahan di dalam Neraka dng adzab dan kebinasaan. (diringkas dari tafsir ibnu katsir surat al Ghasyiyah).

QS.88. Al Ghaasyiyah ayat 3-4:

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ

3. bekerja keras lagi kepayahan,


تَصْلَىٰ نَاراً حَامِيَةً

4. memasuki api yang sangat panas (neraka),


>> Bagaimana kalau sudah parah dalam mencintai dunia?

Surat Al Quran berikut ini mengemukakan celaan dan ancaman terhadap orang-orang yang bermegah-megahan dengan apa yang diperolehnya dan tidak membelanjakannya di jalan Allah. Mereka lupa dan melupakan segala perintah Allah, dengan bermegah2an mencari kemewahan dunia, mereka meninggalkan sholat, zakat dll, dan terjebak dengan kesombongan karena harta yg melimpah dan keturunan yg baik. Karena itu, mereka pasti diazab dan pasti akan ditanya tentang apa yang dimegah-megahkannya itu.

QS.102. At Takaatsur:
 
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
2. sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), 
4. dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. 
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, 
6. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, 
7. dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin[mata kepala sendiri sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat]. 
8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

=======================
http://tausyiahaditya.blogspot.com

Musibah

Kadangkala kita mendapati suatu perkara yg sulit ...
Mendapatkan suatu cobaan yang sangat berat ...
Dan ketika berdo'apun terasa lambat datangnya pertolonganNya ...

Bahkan terkadang putus-asa menghinggapi perasaan ...
Suatu yg diharapkan ternyata tak kunjung tiba ...
Meskipun kita telah berdo'a dan berharap dengan sungguh² ...

Tidak ada satu musibah pun yang datang tanpa seijinNya ...
Tidak ada satupun yang lepas dari pengawasanNya ...
Tidak ada satupun musibah yg menimpa, melainkan Allah akan menggantinya dng yg lebih baik, jika kita bersabar ...

Sabar itu adalah pada pukulan pertama ...
Maksudnya, bersabar itu dapat terlihat pada sikapnya, saat pertama kali mendapatkan musibah ...
Saat pertama kali mendapatkan musibah itu, apakah ia bersabar ataukah tidak ...
Jika saat pertama kali ia mendapatkan musibah ia bersabar, maka ia termasuk orang yg sabar ...
Namun jika ia bersabar agak belakangan/terlambat, berarti ia bukan termasuk orang yg sabar ...
__________________
Dan yg patut diingat dan diketahui bahwa keridhaan Allah mendahului kemurkaan-Nya ...
Karena itu mintalah keridloan Allah dng merendahkan diri dan bersungguh-sungguh ...

Dan ingatlah bahwa ampunan Allah mendahului siksa-Nya ...
Karena itu mintalah ampunan-Nya dengan penuh harap dari siksaan-Nya ...

Dan ingatlah pula bahwa rahmat Allah mendahului musibah—Nya ...
Karena itu memintalah dengan rahmat Allah dari musibah—Nya ...
__________________
Dan tidak ada do'a yg dipanjatkan kepada Allah, dng tanpa menyekutukanNya dan dng memurnikan ibadah hanya kepadaNya, melainkan do'a itu pasti akan dikabulkanNya ...

QS. 2. Al Baqarah:

يَـٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسْتَعِينُواْ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

153. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat], sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَـٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوۤاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّـآ إِلَيْهِ رَٰجِعونَ

156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.].

QS. 64. At Taghaabun:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ ٱللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

11. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Qutaibah menceritakan kepada kami, AlLaits memberitahukan kepada kami dari Yazid bin Abu Habib, dari Sa'ad bin Sinan, dari Anas, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sabar adalah pada benturan yang pertama (ketika awal musibah)."
Shahih: Ahkamul Janaiz (hal. 22) dan Muttafaq 'alaih

Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Yahya bin Said memberitahukan kepada kami dari Sufyan, ia berkata, "Zubaid bin Al Ayami menceritakan kepada kami dari Ibrahim, dari Masruq, dari Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 'Tidak termasuk golonganku orang yang menyobek-nyobek pakaian, memukul-mukul pipi, dan memanggil seperti panggilan orang Jahiliyah'."
Shahih: Ibnu Majah (1584) dan Muttafaq 'alaih

Ali bin Khasram menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus memberitahukan kepada kami dari Abu Laila, dari Atha', dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, "Nabi SAW memegang tangan Abdurrahman bin Auf, ia datang bersama Nabi kepada putranya (yaitu Ibrahim). Nabi mendapatkan putranya menghembuskan nafas (yang terakhir/wafat), maka Nabi mengambilnya dan meletakkan di pangkuannya dan Nabi menangis. Abdurrahman berkata kepadanya, 'Kamu menangis? Bukankah kamu melarang untuk menangis?' Nabi menjawab, 'Tidak(tidak melarang untuk menangis) , Tetapi aku melarang dari suara yang pandir dan lacur, yaitu suara ketika musibah datang, manampar-nampar muka, menyobek-nyobek baju, dan suara nyaring syetan (seruling dan lainnya)'. "
Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan shahih" - pada kitab Shahih Sunan Tirmidzi

Rasulullah bersabda, "... Allah menciptakan setiap jiwa lalu Dia telah mencatat (menentukan) kehidupannya (umurnya), rezekinya, dan bencana-bencana (musibah) yang akan menimpanya'."
Shahih: AshShahihah (1152) - pada kitab Shahih Sunan Tirmidzi

Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Amr bin Ashim menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Ali bin Zaid, dari Al Hasan, dari Jundab, dari Hudzaifah, ia berkata, Rasulullah bersabda, "Seorang mukmin tidak sepatutnya merendahkan dirinya sendiri". Para sahabat bertanya, "Bagaimana seorang mukmin merendahkan dirinya sendiri?" Rasulullah menjawab, "Dia menghadapi bencana (musibah) yang dia tidak mampu".
Shahih: Ibnu Majah (4016).

Qutaibah menceritakan kepada kami, AlLaits menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abu Habib, dari Sa'ad bin Sinan, dari Anas, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Jika Allah menghendaki kebaikan pada hambaNya, maka Dia akan menyegerakan siksa kepadanya di dunia. Dan, jika Allah menghendaki keburukan bagi hambaNya, maka Dia akan menahan (menangguhkan) siksaan itu hingga Allah melakukannya pada hari kiamat kelak".
Hasan shahih: Ash-Shahihah (1220) Al Misykah (1565).

Dengan sanad seperti ini, dari Rasulullah, beliau bersabda, "Sesungguhnya besarnya pahala —itu sesuai— dengan besarnya cobaan. Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberikan cobaan kepada mereka. Siapa yang ridha (terhadap cobaan itu), maka baginya keridhaan dariNya. Siapa yang murka (terhadap cobaan itu), maka baginya kemurkaan dariNya".
Hasan: Ibnu Majah (4031).

Qutaibah menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ashim bin Bahdalah, dari Mush'ab bin Sa'ad, dari bapaknya, ia berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah, siapa manusia yang cobaannya paling besar?" Beliau menjawab, "Para nabi. kemudian orang yang setara dan yang setara dengan mereka. Seseorang itu diuji sesuai dengan tingkat keagamaannya (keimanannya). Jika agamanya (keimanannya) kuat, maka cobaan pun makin berat. Jika agamanya (keimanannya) tipis, maka ia akan diuji berdasarkan tingkat agamanya (keimanannya) itu. Bencana (musibah) itu tidak akan terlepas dari seorang hamba, hingga ia meninggalkan hamba itu berjalan di muka bumi ini tanpa ada kesalahan (dosa) ".
Hasan shahih: Ibnu Majah (4023).

Muhammad bin Humaid ArRazi dan Yusuf bin Musa Al Qaththan Al Baghdadi menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Abdurrahman bin Maghra' Abu Zuhair menceritakan kepada kami, dari Al A'masy, dari Abu AzZubair. dari Jabir. ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda, "Pada kari kiamat nanti orang-orang yang sehat —ketika orang yang terkena musibah diberikan ganjaran pahala— berandai-andai kalau seandainya kulit mereka dulu digunting (diiris) ketika masih di dunia(yakni meminta cobaan ketika masih didunia, seperti di zhalimi dng kulit diiris) ".
Hasan: AshShahihah (2206), AtTa'liq ArRaghib (4/146), dan Al Misykah (1570).

Keterangan:
Pada kari kiamat nanti orang-orang yang sehat, melihat orang2 yang dulunya ketika masih di dunia terkena musibah, sekarang di akhirat diberikan ganjaran pahala yg besar (karena musibah yg mereka terima dulu). Hingga mereka (orang2 yg sehat) berandai-andai, kalau seandainya kulit mereka dulu pernah digunting (diiris) ketika masih di dunia (yakni meminta cobaan ketika masih didunia, seperti di zhalimi dng kulit diiris).


Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak mengabarkan kepada kami, Yahya bin Ayyub mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Zahr, dari Khalid bin Abu Imran, bahwa Ibnu Umar berkata: Jarang sekali Rasulullah SAW berdiri dari suatu majlis. hingga beliau mendo'akan para sahabatnya dengan do'a (berikut) ini.
"Ya Allah,
1. Jadikanlah rasa takut kami kepada-Mu sebagai penghalang antara kami dan maksiat terhadap-Mu.
2. ketaatan kami kepada-Mu sebagai sesuatu yang dapat menyampaikan kami ke surga-Mu.
3. Keyakinan (kami kepada-Mu) sebagai sesuatu yang dapat
meringankan bencana-bencana dunia (yang menimpa kami), dan
4. Senangkanlah kami dengan pendengaran, penglihatan dan kekuatan kami —untuk taat kepada-Mu—, selama kami hidup.
5. Jadikanlah —semua— itu senantiasa ada pada diri kami, sampai kami meninggal dunia.
6. Jadikanlah dendam kami hanya untuk orang-orang yang
menganiaya kami.
7. dan tolonglah kami atas orang-orang yang memusuhi kami.
8. Janganlah Engkau menimpakan musibah kepada agama kami.
9. Janganlah Engkau menjadikan dunia sebagai —tujuan—
kami yang paling besar, atau puncak pemikiran kami.
10. Janganlah Engkau menguasakan atas diri kami orang-orang yang tidak menyayangi kami."
Hasan: Al Katun Ath-Thayib (225/169), Al Misykah (2492-tabqiq kedua).

Ketika mendekati kematiannya, Abu Salamah berkata, "Ya Allah, berilah pengganti untuk keluargaku dengan orang yang lebih baik daripada aku." Ketika Abu Salamah wafat, Ummu Salamah berkata, "Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya kami kembali. Kepada Allah-lah aku memohon pahala dalam menghadapi musibahku, maka berilah pahala (kepadaku)."
Shahih sanad-nya: Ummu Salamah, seperti hadits sebelumnya.

Keterangan:
Setelah berdoa seperti itu, dan Abu Salamah r.a wafat (yakni suami Ummu Salamah r.a), maka Ummu Salamah r.a mendapat pengganti (suami) yg jauh lebih baik, yakni menjadi istri Nabi Muhammad SAW.


Ahmad bin Mani' menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Amru Al Fazari, dari Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi SAW pernah berdo'a dalam (shalat) witirnya, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu. Aku berlindung dengan ampunan-Mu dari siksaan-Mu. Aku berlindung dengan —rahmat—Mu dari —musibah—Mu. Aku tidak dapat menghitung sanjungan kepada-Mu, sebagaimana engkau telah menyanjung atas Dzat-Mu."
Shahih: Ibnu Majah (1179).

Hadis riwayat Anas Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Janganlah seorang di antara kamu mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya dan apabila dia memang harus mengharapkan, sebaiknya dia berkata: Ya Allah! Hidupkanlah aku selama kehidupan itu yang terbaik bagiku, dan matikanlah aku jika kematian itu yang terbaik bagiku. (Shahih Muslim No.4840)

Hadis riwayat Khabbab Radhiyallahu’anhu: Dari Qais bin Abu Hazim ia berkata: Saya datang menemui Khabbab yang sedang menderita tujuh luka bakar di perutnya, lalu dia berkata: Seandainya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak melarang kita untuk memohon kematian niscaya aku telah memohonnya. (Shahih Muslim No.4842)

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Janganlah seorang di antara kamu mengharapkan kematian dan jangan pula memohonnya sebelum kematian itu datang menjemputnya. Sesungguhnya apabila seorang di antara kamu meninggal dunia maka terputuslah amal perbuatannya dan sesungguhnya usia seorang mukmin itu akan menambah kebajikan (bagi dirinya). (Shahih Muslim No.4843) 

======================
http://tausyiahaditya.blogspot.com

04 June 2015

Istrimu Teman Seperjuanganmu

Istri shalihah idaman bagi setiap pria sebagaimana suami shalih idaman bagi setiap wanita. Istri shalihah adalah aset terbesar bagi sang suami. Karena melalui rahimnya akan lahir keturunan-keturunan yang shalih dan shalihah. Merekalah yang akan melanjutkan perjuangan kedua orang tuanya, merekalah yang akan menjaga nama baik kedua orang tuanya, merekalah yang akan senantiasa mendoakan kedua orang tuanya dan merekalah peninggalan berharga setelah kedua orang tuanya kembali ke haribaan Sang Ilahi. Selain itu, istri shalihah adalah motivator bagi sang suami saat dia mulai patah semangat, sebagai pegangan saat dia mulai tak tentu arah dan pelipur lara saat dia menelan kekecewaan.

Setiap orang sukses, pasti di belakangnya ada istri shalihah yang selalu mendukung dan mendoakan dalam setiap langkahnya. Kesuksesan Nabi Muhammad saw dalam mengemban amanah suci sebagai penyampai risalah, tak lepas dari dukungan istrinya, yaitu Khadijah. Kesuksesan Umar bin Al Khaththab dalam mengemban amanah sebagai Khalifah, juga tak lepas dari dukungan istrinya yang shalihah. Dan banyak lagi para tokoh yang meraih kesuksesan, tak lepas dari perjuangan istri-istri mereka. Namun tak mudah mempunyai pendamping hidup yang bisa kita jadikan sebagai teman seperjuangan. Banyak orang-orang di sekitar kita gagal dalam membina rumah tangga bahkan sampai berakhir di ujung perceraian.

Setiap orang pasti mendambakan seorang istri yang bisa memahami keadaan suaminya, seorang istri yang bisa menjadi teman, tempat curahan hati bagi sang suami. Tapi, sayangnya tak banyak orang yang memahami bagaimana cara membimbing istri agar mendapatkan predikat shalihah. Kadang kita (para suami) cenderung egois, menuntut istri agar menjadi wanita shalihah, namun kita sendiri tak pernah berpikir bagaimana supaya kita menjadi suami yang shalih.

Ada beberapa tips yang harus dilakukan oleh seorang suami agar istrinya menjadi istri yang shalihah, istri yang membuat bidadari surga cemburu melihatnya, di antaranya:

Mengajarkan Ilmu Agama

Ilmu agama adalah pondasi utama dalam membina rumah tangga agar tercipta keharmonisan di dalamnya yang dihiasi dengan cinta dan kasih sayang. Karena itu, seorang suami setidaknya harus lebih banyak memahami tentang ilmu agama, baik yang berkaitan dengan masalah ubudiyah ataupun yang berkaitan dengan masalah amaliyah dalam kehidupan sehari-hari. Dan seandainya dia belum juga paham tentang agama, maka dia wajib bertanya kepada para pakarnya agar dia bisa memberikan pelajaran agama kepada istrinya. Lalu jika hal ini tidak memungkinkan bagi dirinya, maka dia harus mengizinkan istrinya keluar rumah guna menuntut ilmu agama. Karena melalui agama kita bisa memahami hak-hak suami dan istri. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw, “Agama adalah nasihat.” (HR. Muslim)
Doa

Di samping usaha yang maksimal, kita sebagai orang yang beriman juga dianjurkan untuk berdoa. Semakin tinggi keimanan seorang muslim, semakin sering dia memanjatkan doa. Karena doa adalah pengakuan seorang hamba, bahwa dirinya tidak mempunyai kekuatan apapun untuk mewujudkan keinginannya tanpa adanya pertolongan dari Allah swt. Demikian juga dalam membimbing seorang istri.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, dari Nabi saw, beliau bersabda,


“Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan istri atau pelayan atau hewan tunggangan, hendaklah dia memegang ubun-ubunnya dan berdoa ‘Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan kebaikannya serta kebaikan karakternya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya serta keburukan karakternya’.”

Bersikap lemah lembut

Sesuai dengan fitrah wanita, sikap lemah lembut adalah cara terbaik dalam membimbingnya agar menjadi istri yang shalihah dan bisa dijadikan sebagai teman seperjuangan. Sikap temperamen hanya membuat seorang istri akan merasa terpojok dan tak menemukan solusi dalam dirinya, sehingga hal ini tak jarang akan mengganggu kejiwaannya. Bahkan cara seperti ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah yang terjadi dalam rumah tangga.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka apabila dia menyaksikan sesuatu, hendaklah dia berkata baik atau diam. Berwasiatlah kepada wanita dengan baik, karena wanita itu tercipta dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Namun jika engkau membiarkannya, maka dia akan tetap bengkok.” (Muttafaq Alaih)

Jika kita mampu melakukan tiga hal di atas insya Allah kita bisa membimbing istri kita menjadi wanita yang lebih baik, wanita yang bisa berkontribusi untuk membangun dan memperkokoh agama kita. Umar bin Al Khaththab ra berkata, “Anugerah terbesar yang Allah berikan kepada kita setelah iman adalah istri shalihah.”

====================
Sumber: dakwatuna.com