27 January 2015

Adakah Amalmu Bermakna?

Engkau telah menggapai kemuliaan dunia yang hakiki. Tak ada orang lain. Tak ada orang yang dapat mencapai derajat tertinggi itu. Engkau telah mencapai derajat yang paling puncak yang tidak dapat didaki, kecuali hanya oleh orang-orang yang ikhlas. Orang-orang banyak beribadah, bercita-cita luhur, dan meninggalkan dunia beserta kesenangannya.

Ia adalah orang yang paling dekat dengan sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu. Ia adalah orang yang paling wara’. Ia adalah seorang pria yang hatinya sangat lembut.Suka menumpahkan air mata. Apabila shalat ia lupa akan segala hal. Tak ingat lagi kehidupan dunia. Ia sangat mencintai Rabbnya. Ibadahnya tak pernah henti. Ada seorang pria ‘Aslam, yang memberikan kesaksian, ketika melihat orang itu sedang shalat, yang ia tak pernah melihat dilakukan oleh orang lain. “Apabila ia sujud, ia laksana kain yang dilempar dan dihinggapi oleh burung-burung”, ujar ‘Aslam.

Saat menjelang malam Ia jarang tidur. Ia tak memejamkan matanya. Saat orang lain sedang asyik dibuai mimpi-mimpi. Keluarganya pun kasihan kepadanya.Sampai seorang putrinya menegurnya. “Wahai ayah!. Mengapa selalu terjaga? Padahal orang-orang sedang asyik tidur?”. Orang itu menjawab pertanyaan putrinya. “Sesungguhnya neraka janaham terbayang di mataku!, ucap ayahnya. Suatu ketika. Orang itu berkata kepada putrinya yan ia cintai itu, dan berkata : “Aku sangat takut. Takut aku tergelincir ke dalam neraka”, kata ayahnya.

Para sahabat lainnya, ingin mengetahui, bagaimana lamanya shalat tahajud di malam hari. Salah seorang sahabat, lalu menuturkan : “Mereka menaruh tanda di rambutnya, karena rambut orang itu tebal, untuk mengetahui orang itu tidak atau tidak? Ternyata tanda yang mereka taruh itu tidak berubah. Dari peristiwa itu, diketahui ia tidak membaringkan tubuhnya di malam hari”.

Bila pagi tiba. Ia berkata :”Selamat datang, wahai para malaikat Allah. Tulislah, ‘Bismillaahir-Rahmanaanir-Rahim, subhanallah, wal-hamdulillah, laa Ilahaa illallaah wallaahu Akbar!”. Ia sangat meresapi makna all-Qur’an, bila membacanya. Mengetahui apa yang diperintah dan larangannya. Mengenal betul janji dan ancamanNya. Suatu kali, ia melakukan shalat tahajud, dan membaca ayat : “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, yaiu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu”. (al-Qur’an : 45:21) Ayat itu merasuk ke dalam pikirannya. Sampai tidak dapat melanjutkannya. Ayat itu diulang-ulang sampai pagi hari. Ia merasakan lezatnya, ketika membaca al-Qur’anul Karim.

Siapa orang itu? Ia tak lain adalah Rabi’ bin Khutsaim bin ‘Aidz rahimahullah. Ia adalah murid Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, yang menjadi pewaris ilmunya, peneladan akhlaknya, imam dalam ibadah, zuhud, dan wara’.

Rabi’ tak suka memperlihatkan amal ibadahnya. Ia bahkan berupaya menyembunyikan ibadahnya. Ketika ada orang menemuinya sedang ia sedang memegang mush’af al-Qur’an, ia menutupinya dengan kain agar tak terlihat. Rabi’ tidak melakukan shalat sunnah di masjid jami’. Ia hanya satu kali orang-orang melihatnya mengerjakan shalat sunnah. Rabi’ bin Khutsaim rahimahullah telah mencapai tingakt rasa takut kepada Allah Azza Wa Jalla yang sangat tinggi. Hatinya selalu dipenuhi oleh khasyatillah (takut kepada Allah). Orang yang keadaan seperti itu, pasti akan ringan bagi dari segala musibah dan ujian dunia.

Suatu kali. Rabi’ pergi bersama dengan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Mereka berdua melihat tukang besi. Mereka berdua melihat besi yang sedang menyala dan ditempa. Lalu, Ibnu Mas’ud melanjutkan ke tempat lain. Sampai ditepian sungai Eufrat. Ditepian sungai yang membelah kota Bagdad itu, mereka bertemu dengan seorang pandai besi yang mengerjakan pembuatan perkakas. Saat melihat api yang menyala-nyala itu, Abdullah bin Mas’ud membacakan ayat al-Qur’an : “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. Dan, apabila mereka dilemparkan ketempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan”. (al-Furqan :25:12-13). Saat itu, tiba-tiba Rabi’ pingsan, dan digotong ke rumahnya. Abdullah bin Mas’ud menunggui sampai dhuhur. Belum juga siuman. Sampai ashar belum juga siuman. Dilanjutkan sampai magrib. Belum juga siuman. Baru sesudah itu, Rabi’ siuman, kemudian Abdullah bin Mas’ud meninggalkannya. Itulah kondisi orang-orang yang bertaqwa.

Seorang dari Bani Taymillah bercerita, dan pernah mendampingi Rabi’ selama dua tahun. Selama dua tahun itu, orang menceritakan, bahwa Rabi’, hanya berbicara satu kali, yang berkaitan dengan dunia, dan dalam bentuk pertanyaan. “Apakah ibumu masih hidup? Berapa masjid dilingkunganmu?”. Orang yang hatinya sibuk dengan zikrullah, tak memiliki kesempatan menyebut-nyebut dunia.

Pernah Rabi’ terkena penyakit lumpuh dalam waktu yang lama. Suatu ketika ia ingin makan daging ayam. Namun, ia menahan keinginannya itu selama empat puluh hari. Baru, ia berkata kepada istrinya : “Aku ingin makan daging ayam sejak empat puluh hari yang lalu, agar keinginanku dapat diredam”, ucapnya. “Subhanllah.Mengapa itu tidak engkau lakukan?”, sahut istrinya. Maka, istrinya menyuruh seseorang pergi ke pasar membeli ayam. Lalu, disembelihnya ayam itu. Usai menyembelih ayamnya, lalu memasak ayam itu, dan dicampur dengan roti, kemudian istrinya menghidangkan masakan itu kepada suaminya.

Betapa. Saat Rabi’ akan makan hidangan ayam beserta roti, di depan pintu datanglah seorang pengemis dan meminta- “Berikanlah ini kepadanya. Semoga Allah Azza Wa Jalla memberkahi”, kata Rabi’ kepada istrinya. “Subhanallah”, sahut istrinya. “Sudahlah. Berikan kepada dia”, kata Rabi’. Isterinya lalu berkata : “Kalau begitu aku akan melakukan hal-hal yang lebih baik”, tukas istrinya. “Apa?”, tanya Rabi’ kepada istrinya. “Aku akan memberikan uang seharga makanan ini”, jawab isterinya. Setelah isterinya menyerahkan uang itu kepada pengemis itu, lalu Rabi’ berkata :”Berikanlah uang berikut makanan itu seluruhnya”.

Suatu hari datang seoran laki-laki ke rumahnya meminta nasehat. Rabi’ rahimahullah mengambil kertas lalu menulsikan kata-kata : “Katakanlah, marilah kebucakan apa yang diharamkan Tuhanmu,yaitu : Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Berbuat baiklah terhadap kedua orang tuamu (ibu-bapak), dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberi rezeki kepada kamu dan mereka,dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, melainkan dengan sebab yang benar”.

Rabi’ bin Khutsaim telah memberikan teladan. Memberikan pelajaran. Memberikan arahan. Semua menjadi jalan menuju kehidupan yang diridhai Allah Azza Wa Jalla. Tak ingin mendapatkan murkaNya, kelak di akherat nanti. Wallahu ‘alam.
 
==============
Mashadi-eramuslim.com

23 January 2015

Selalu Berburuk Sangka

Kebiasaan berburuk sangka (su`uzhan) merupakan pemicu lahirnya prahara dalam rumah tangga. Su`uzhan yang bersarang dalam hati akan membawa seseorang untuk mengucapkan sesuatu yang tidak pantas dan melakukan perbuatan yang tidak semestinya. Selain itu, buruk sangka juga menjadikan pelakunya selalu merasa ada kesalahan yang dilakukan oleh orang yang ia jadikan sebagai obyek prasangkanya.
 
Bila kebiasaan berburuk sangka ini menghiasi rumah tangga muslim, ia menjadi sebab terjadinya pertikaian. Padahal, Allah swt memperingatkan kepada setiap hamba-Nya yang beriman untuk menjauhi prasangka, sebagaimana firman-Nya, 
``Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kalian memata-matai...`` (Al- Hujurat [49]: 12)
 
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata menafsirkan ayat di atas, ``Allah swt melarang hamba-Nya kaum mukminin dari kebanyakan prasangka, yaitu tuduhan dan anggapan berkhianat yang tidak pada tempatnya kepada keluarga/istri, karib kerabat, dan manusia. Karena sebagian dari prasangka tak lain merupakan dosa. Karena itu, jauhilah kebanyakan dari prasangka demi kehati-hatian.`` 
 
 Rasulullah saw bersabda,
``Hati-hati kalian dari prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dusta ucapan. Dan janganlah kalian memata-matai sesama kalian.``
 
Prasangka yang dilarang oleh ayat di atas dan oleh hadits Nabi saw adalah suuzhan (prasangka buruk) yang hukumnya haram. Al-Khaththabi berkata, ``Prasangka (buruk) yang dilarang adalah prasangka (buruk) yang direalisasikan dan dibenarkan, bukan prasangka yang sekedar terlintas dalam jiwa, karena prasangka seperti ini tidak dapat dikuasai (datang tiba-tiba tanpa dikehendaki).``
 
Al-lmam An-Nawawi menerangkan, ``Yang dimaksudkan oleh Al-Khaththabi dengan prasangka yang diharamkan adalah prasangka yang terus menerus ada pada seseorang, menetap dalam hatinya. Bukan prasangka yang sekedar melintas dalam hati dan tidak menetap di dalamnya karena prasangka seperti ini tidak bisa dikuasai dan datang begitu saja, sebagaimana telah lewat dalam hadits bahwa Allah swt mengampuni kesalahan yang terjadi pada umat ini selama mereka tidak membicarakan atau bersengaja melakukannya.`` (Al-Minhaj Syorhu Shahih Muslim, 161335). 
 
Memelihara kebiasaan berprasangka buruk kepada pasangan kita sama artinya dengan mempersiapkan keluarga kita menuju kepada kehancuran. Dengan adanya prasangka buruk, kepercayaan yang seharusnya menjadi pondasi cinta di antara suami-istri semakin memudar. Hendaknya keluarga muslim mampu menghindari kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka adalah dosa dan seburuk-buruk dusta yang di kemudian hari dapat mengikis keharmonisan rumah tangga.
=========================== 
 
Asadulloh Al-Faruq, Ketika Keluarga Tak Seindah Surga

20 January 2015

Semua Makhluk Ada Jalan Hidupnya

Ketika kita memperhatikan gerak kehidupan dari beragam makhluq yang ada di alam ini, kita mungkin akan menemukan keunikan pada masing-masing makhluq yang kita amati. Tak terkecuali manusia, yang mana memiliki gerak kehidupan yang sangat beragam dan unik sesuai keadaan dan kecenderungan masing-masing, dari mereka yang cenderung bergerak sebagai pedagang, dokter, insinyur, pengajar atau guru, hingga petani maupun nelayan, dan seterusnya. Setiap peran yang ada di antara manusia adalah seperti bagian-bagian tubuh yang berbeda namun saling melengkapi dan menopang, dari yang kecil hingga yang besar, dari yang sederhana hingga yang rumit. Semua perbedaan tersebut adalah fenomena keseimbangan yang tak dirancang atau direncanakan oleh manusia itu sendiri. Dan demikian pula halnya dengan beragam makhluq lain selain manusia, yang semuanya memiliki gerak kehidupan dan kecenderungan masing-masing yang khas dan saling melengkapi, yang tentunya juga di luar rencana dan kesadaran mereka sendiri.

Ketika kita mengamati kehidupan para nelayan, yang menjadikan hasil laut sebagai penopang keberlangsungan hidup mereka, maka kita akan mendapati bahwa para nelayan tulen biasanya memang lebih cenderung tertarik dengan dunia laut dan ikan daripada dunia kesibukan lainnya, seakan-akan keahlian mereka dalam menangkap ikan di laut pun sudah menjadi akar semangat yang menjadi penggerak kehidupan mereka, sebagaimana misalnya para pedagang tulen yang tentu jiwanya juga akan lebih bersemangat dengan dunia dagangnya daripada dunia selainnya, yang mana jika misalnya antara nelayan dan pedagang tersebut harus bertukar profesi, pastinya masing-masing akan merasakan kejanggalan dan ketidaksesuaian, karena memang masing-masing memiliki kecenderungan jiwa yang berbeda. Di samping itu, para nelayan biasanya juga akan dengan sendirinya mewariskan kemampuannya kepada generasi berikutnya. Dan tentunya memang harus ada generasi penerus bagi para nelayan, karena memang tak bisa dibayangkan jika ternyata di dunia ini tiada yang tertarik untuk meneruskan profesi tersebut. Dan itulah kenyataan bahwa sistem mewariskan keahlian pun sebenarnya merupakan fenomena alami yang di luar kendali manusia. Sekuat apapun manusia berkehendak untuk menciptakan fenomena keseimbangan tersebut sendiri, atau bahkan menghilangkannya, maka di sana telah ada Kekuatan tak terlihat yang telah lebih dahulu merancang dan mengaturnya, bahkan tanpa manusia minta.

Beralih ke makhluq selain manusia, jika memang strategi berburu ikan di laut menggunakan jaring adalah hal yang wajar dan tak perlu dipertanyakan, karena memang adalah tak mungkin jika manusia yang bisa berfikir dengan akalnya akan menangkap ikan hanya menggunakan kedua tangannya, maka yang mengherankan dan  perlu dipertanyakan adalah jika ada makhluq selain manusia yang memiliki kecerdasan setingkat manusia, yang mana bisa mengatur strategi berburu layaknya para nelayan, padahal makhluq tersebut tidak dilengkapi perangkat akal untuk berfikir.

Laba-laba, dialah makhluq kecil yang meskipun hidup berkaki namun bisa menangkap makhluq terbang yang tak terjangkau oleh kakinya. Kita tidak tahu kecerdasan macam apa yang dimiliki oleh makhluq tak berakal itu hingga dia bisa mengerti bahwa cara menangkap serangga yang terbang adalah dengan membuat perangkap halus di udara, agar mangsa bersayap tersebut nantinya dapat terjerat ketika melewati perangkap yang dibuatnya itu, seakan-akan dia memiliki cara berfikir yang sama seperti para nelayan, yang membuat perangkap jaring di dalam laut untuk menangkap ikan yang tak terjangkau oleh tangan mereka. Dan pola anyaman jaring perangkap yang diciptakan laba-laba pun begitu teratur dan rapi, serta sesuai dengan ukuran medan yang digunakannya, seakan-akan dia juga memiliki kemampuan memperhitungkan hingga mengerti cara mengukur tempat dan menyesuaikannya dengan pola serta ukuran jaring yang harus dirancang dan diciptakannya. Tentu kecerdasan semacam itu hanya akan dimiliki oleh para arsitek. Namun sulit dimengerti bahwa makhluq tak berakal sekecil itu ternyata mampu berbuat sedemikian rupa, seakan-akan ia memiliki daya arsitektur tinggi yang mana pastinya juga menggunakan logika.

Selain itu, dia pun bahkan hingga mengerti beragam fungsi lain dari benang jaringnya tersebut; dia juga menggunakan benang jaringnya itu untuk berayun dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk melarikan diri dengan cepat dari kejaran pemangsa, membungkus dan membekap mangsanya yang telah terjerat dalam perangkap, melindungi lubang sarangnya, atau membuat kantung untuk diisi ratusan telurnya, dan seterusnya. Dan konon, ratusan telur yang kemudian menetas akan mengeluarkan laba-laba kecil yang masih lemah, yang selanjutnya menghadapi tantangan hidup berupa dimakan burung, kadal, semut, atau makhluq lainnya, hingga menyisakan sebagian saja dari mereka untuk bisa sampai menjadi laba-laba dewasa. Dan mungkin memang demikianlah cara makhluq-makhluq yang lain memperoleh rizki mereka. Karena seekor laba-laba betina pun juga tidak pernah merencanakan bahwa dia akan bertelur dalam jumlah ratusan. Dia juga tidak pernah mempertanyakan mengapa dia harus bertelur sebanyak itu. Mungkin saja, jika telur laba-laba hanya berjumlah sedikit, bisa jadi semuanya akan dimakan habis oleh para pemangsanya hingga tiada lagi yang tersisa untuk menyambung keberlangsungan hidup generasi laba-laba berikutnya. Ataupun jika jumlah telur yang sedikit tersebut akan harus selalu selamat semuanya hingga dewasa, maka mungkin peluang rizki bagi para pemangsanya pun akan berkurang, dan jalan rizki mereka pun akan berbeda dari yang biasanya. Dan demikianlah sebagian kecerdasan yang kita dapati di alam ini, tanpa kita mampu melihat secara kasat mata Kekuatan macam apa yang menggerakkan semua itu.

Tiada pula yang bisa mengira bahwa ternyata sebuah tumbuhan yang berbatang segar sanggup bertahan hidup di daerah gurun yang kering sekalipun. Kaktus gurun, dialah makhluq yang memiliki keunikan berupa kemampuan pada akarnya untuk menembus jauh ke dalam tanah agar dapat menyerap air di daerah yang bahkan tergolong kurang air. Dan air yang berharga tersebut kemudian disimpannya di dalam ruang batangnya sebagai persediaan kehidupannya. Dia juga memiliki perlengkapan berupa duri yang menyelimuti permukaan batangnya, yang konon di antara fungsinya adalah sebagai pelindung dari hewan pemakan tumbuhan, dan juga untuk memperkecil potensi penguapan, karena memang tingkat penguapan di daerah gurun tentu jauh lebih tinggi dikarenakan suhu panasnya. Mungkin jika kita diposisikan dalam peran sebagai kaktus, tampaknya kita tidak akan memilih tempat yang kering dan panas untuk melanjutkan hidup. Namun justru memang demikianlah kapasitas dan keunikan sebuah tumbuhan gurun bernama kaktus. Dia bahkan mungkin tidak bisa hidup jika harus terendam di daerah rawa yang berlebihan kadar airnya. Begitu juga sebaliknya, tidak mungkin tumbuhan rawa bisa hidup jika harus bertukar habitat dengan kaktus tersebut. Masing-masing memang telah memiliki cara tersendiri untuk bertahan hidup sekaligus memerankan sebuah fungsi bagi ekosistemnya. Dan itu semua adalah kecanggihan alami yang tentunya di luar kesadaran benda alam itu sendiri.

Begitu pula dengan keunikan yang ada pada makhluq bernama ulat sebagai misal lainnya; kita mungkin bisa mempertanyakan bagaimana bisa makhluq sekecil itu sanggup menghabiskan dedaunan yang cukup banyak pada sebatang tumbuhan, seakan-akan dia memiliki sebuah rencana dan tujuan dalam tingkah lakunya itu. Dan memang konon, proses memakan daun yang terus-menerus dilakukannya tersebut tak lain adalah sebagai langkah persiapannya sebelum memasuki tahapan kepompong di mana akan mengharuskannya berhenti makan untuk beberapa lama. Namun tentunya akan mengherankan jika seekor ulat yang ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran otak manusia ternyata bisa memperkirakan bahwa untuk menghadapi keadaan yang ‘paceklik’ tanpa makanan, maka dia harus bersiap-siap mengumpulkan energi terlebih dahulu sebelumnya, layaknya kebutuhan akan sahur sebelum berpuasa. Padahal jika kita renungkan, tentu kemampuan merencanakan semacam itu hanya akan dimiliki oleh makhluq yang memiliki akal. Namun nyatanya ulat yang tak dianugerahi akal pun telah terbukti sanggup membuat perencanaan semacam itu.

Dan keunikan ulat itupun tak hanya sampai di situ, bahkan pada kenyataannya, dari hasil kepompong itulah sebuah lingkungan alam akan kemudian dilengkapi dengan seekor serangga terbang bernama kupu-kupu, yang mana salah satu fungsinya adalah untuk membantu proses penyerbukan pada tumbuhan. Dan dari penyerbukan itulah tumbuhan akan dapat berkembang biak. Maka di sinipun semakin tampak jelas betapa canggihnya cara kerja alam ini. Dan bahkan jika kita perhatikan lagi dan kemudian lagi, ternyata melalui ulat dan kupu-kupu jugalah burung-burung dapat memberi makan anak-anaknya yang belum bisa terbang untuk mencari makan sendiri. Jika saja ulat dan kupu-kupu tidak pernah ada, mungkin peluang memperoleh makanan bagi burung-burung tersebut pun akan menjadi berkurang.

Dan sesungguhnya, betapapun manusia sangat berkehendak dan berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan fenomena yang tampak tidak nyaman atau perlu dikasihani, misalnya seperti daun yang dimakan ulat tersebut, atau ulat dan kupu-kupu yang dimakan burung, kaktus dengan duri tajamnya yang hidup di tempat yang kekurangan air, laba-laba yang memangsa dan yang dimangsa, atau perbedaan profesi manusia yang kerap menimbulkan perselisihan di antara mereka, maka niscaya semua fenomena itu pun akan selalu tetap ada, dan justru itulah yang sengaja diperlihatkan kepada manusia, agar direnungkan dan disadari betapa tak berdayanya mereka untuk merancang, mengatur, mengendalikan, atau hingga menghilangkan semua itu.

Demikianlah kurang lebih gambaran tentang kehidupan ini. Tiada manusia yang sanggup menghilangkan keburukan sepenuhnya dari dunia ini, karena memang adanya keburukan adalah justru untuk menjadi pembeda bagi kebaikan. Dan manusia dengan akalnya pun akan kemudian terseleksi dengan sendirinya, antara golongan yang dianugerahi keberuntungan dengan golongan yang sebaliknya, antara mereka yang dianugerahi kemampuan untuk meyakini adanya Tuhan, dengan mereka yang meragukan-Nya atau bahkan mengingkari-Nya sama sekali. Dan di sinilah manusia yang dianugerahi keberuntungan akan kemudian kembali dengan sepenuh hati kepada Tuhan mereka, Tuhan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu Pencipta yang tidak pernah menjadi ciptaan, yang tidak pernah butuh untuk melahirkan apalagi hingga dilahirkan. Maha Suci Tuhan dari kekurangan semacam itu.

Dialah Allah (subhaanahuu wata’aalaa), satu-satunya Dzat yang menciptakan segala sesuatu, yang mana karena kesempurnaan-Nya-lah akal manusia yang terbatas pun hingga tak sanggup menampung segenap kebesaran-Nya. Oleh karena itulah Allah (subhaanahuu wata’aalaa) mengutus para Rasul-Nya dari golongan manusia untuk menjelaskan kepada mereka tentang hakikat diri-Nya, juga tentang hakikat kehidupan dunia yang nyatanya tak pernah abadi. Tiada tawa yang abadi di tempat singgah ini, demikian pula dengan kesulitan. Yang ada hanyalah janji abadi tentang hasil dari amal kebaikan dan amal keburukan di hari yang abadi kelak. Pada hari yang abadi itulah segala bentuk amal yang bahkan berupa gerakan batin sekalipun akan dinilai secara tepat, yang tidak baik akan kita sesali, dan yang baik akan menggembirakan kita.

Dan bagaimanapun juga, segala bentuk peran di dunia ini pada hakikatnya adalah anugerah bagi manusia, selama disertai iman dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tiada yang salah dari menjadi nelayan, petani, pengajar atau guru, insinyur, dokter, pedagang, atau apapun selama tetap dalam ketaatan tersebut. Yang salah adalah keadaan di mana kita sengaja melanggar ketaatan itu, ataupun menganggap bahwa profesi kita adalah satu-satunya yang paling penting di antara profesi yang ada. Maka tetaplah berbahagia dengan berbuat kebaikan dalam keadaan masing-masing, sambil berusaha memperbaiki kesalahan yang telah lalu semampunya, karena Allah akan berbahagia pula dengan kebahagiaan hamba-Nya yang bersabar mentaati-Nya dalam keadaan apapun. Dan berbahagialah ketika sesama manusia juga berbahagia dalam usaha mentaati Allah dan Rasul-Nya, karena mungkin demikianlah jalan hidup orang-orang yang beriman dan berserah diri, yaitu ruku’ bersama-sama di hadapan Allah, insyaa’Allaah.

Sesungguhnya tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah (subhaanahuu wata’aalaa), Yang Maha Tunggal dan tak pernah melahirkan tuhan-tuhan lain yang mendampingi-Nya. Maha suci Allah. Dan sesungguhnya Rasul atau utusan Allah yang membawa kebenaran untuk manusia akhir zaman adalah Muhammad (shallallaahu ‘alaihi wasallam), yang membawa al-Qur’an untuk menyempurnakan ajaran para Rasul pendahulunya di dalam Taurat, Injil dan kitab langit lainnya yang telah dicampuri rekayasa tangan manusia.

Dan sesungguhnya tiada manusia yang tahu persis nasib masa depannya di hari yang kekal nanti, apakah akan selamat ataukah justru sebaliknya. Dan tiada manusia yang berhak mendaftarkan orang lain ke dalam neraka selama mereka masih hidup dan memiliki kesempatan untuk meraih hidayah iman dan Islam. Adapun yang telah dijelaskan kepada kita tentang keselamatan akhirat adalah bahwa Allah akan merahmati hamba-Nya dengan cara menjadikannya beramal kebaikan di dunia ini, disertai iman dan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya. Dan bagaimanapun, tugas kita hanyalah berusaha menempuh ketaatan yang diperintahkan tersebut dengan segenap kemampuan, sedangkan perkara hasil hanyalah wewenang Allah semata. Dan hanya milik Allah sajalah segala kebenaran, hidayah dan taufiq.

===============
Ibnu Anwar
ibnuanwar7@yahoo.com

17 January 2015

Kenapa Kanan Selalu didahulukan Dibanding Kiri?

Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suka memulai dari sebelah kanan saat mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, & dalam seluruh aktifitas beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5926 & Muslim no. 268)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila salah seorang dari kalian memakai sandal, hendaknya memulai dengan yang kanan, & apabila dia melepas hendaknya mulai dengan yang kiri. Hendaknya yang kanan pertama kali mengenakan sandal dan yang terakhir melepasnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5856 & Muslim no. 2097)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberi minum susu campur air, sementara di sebelah kanan beliau ada seorang badui dan di sebelah kiri beliau ada Abu Bakr. Maka beliau minum kemudian beliau berikan (sisanya) kepada orang badui tersebut. Beliau bersabda: “Hendaknya dimulai dari sebelah kanan dahulu dan seterusnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5619 & Muslim no. 29029)
Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Jika seseorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika dia minum maka hendaknya juga minum dengan tangan kanannya. Karena setan makan dengan tangan kirinya dan  minum dengan tangan kirinya pula.” (HR. Muslim no. 3764)

Penjelasan ringkas:
Memulai dengan yang kanan pada seluruh amalan-amalan yang sifatnya amalan kemuliaan merupakan salah satu di antara tuntunan Islam yang mulia. Ini menunjukkan bagaimana keuniversalan Islam karena menyinggung masalah yang mungkin dianggap remeh banyak orang, yaitu dalam mengerjakan sesuatu apakah dimulai dari yang kanan atau yang kiri, menggunakan tangan kanan atau tangan kiri, menggunakan kaki kanan atau kaki kiri.
Adapun hikmah dianjurkannya memulai dengan yang kanan pada amalan-amalan yang sifatnya kemuliaan, karena kanan itu lebih mulia daripada kiri.
Sangat banyak dalil-dalil yang menunjukkan hal ini, di antaranya:

1.    Kedua tangan Allah Ta’ala adalah kanan. Berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar (panggung) yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman ‘Azza wa Jalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan-: Yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga, dan adil dalam melaksanakan tugas yang di bebankan kepada mereka.” (HR. Muslim no. 3406)

2.    Kebiasaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memulai setiap aktifitasnya dengan yang kanan.

3.    Karena menggunakan tangan kiri dalam makan adalah perbuatan menyerupai setan, padahal Islam telah mengharamkan seseorang itu serupa dengan setan.

4.    Nabi shallallahu alaihi wasallam mendahulukan orang yang di sebelah kanan beliau padahal dia hanyalah arab badui & mengundurkan orang yang ada di sebelah kiri beliau padahal di situ ada Abu Bakr.

5.    Dalam wudhu anggota wudhu yang kanan lebih didahulukan untuk dicuci daripada yang kiri.

6.    Dan masih banyak dalil-dalil lainnya.

Karenanya disunnahkan seseorang untuk mulai dengan yang kanan pada setiap amalan kemuliaan, seperti: Masuk masjid mulai dengan kaki kanan dan keluar dengan kaki kiri, masuk ke kamar kecil dengan kaki kiri dan keluar darinya dengan kaki kanan, menyentuh kemaluan dengan tangan kiri, bersiwak dengan tangan kanan. Wallahu a’lam
=============================
sumber: www.al-atsariyyah.com tags: Alaihi Wasallam, Abu Hurairah,

12 January 2015

Jangan Nodai Islam dengan “Jilbab”mu

Jilbab bukan hanya selembar dua lembar kain yang menutupi aurat tubuh seorang wanita, tapi ia adalah identitas, pakaian takwa muslimah. Ketundukkan akan seluruh perintah dan larangan Allah, bukan hanya pelaksanaan untuk menutup aurat saja, itulah simbol kecantikan dan keindahan seorang wanita dalam Islam.

Fenomena jilbab beberapa tahun belakangan ini menjadi booming digandrungi karena dikemas modis dan fasionabel. Semua dipermak secara menarik mulai dari bahan kainnya, bentuk model kerudung/ bajunya, motif, warna sampai asesorisnya, juga sepatunya, tas nya, gaya tata rias make upnya ditambah banyaknya video tutorial tentang berjilbab dan berhijab itu sangat memudahkan para muslimah untuk mendapatkan akses tentang jilbab. Bisa dikatakan kampanye jilbab begitu sukses saat ini, namun ada hal penting yang terlupakan mengenai makna jilbab, perintah jilbab dari Allah itu sebenarnya seperti apa. Oleh karena kesadaran akan jilbab yang semakin meningkat, sangat rugi sekali kalau dipakai/ ditiru tanpa mampu menarik simpati Allah, bahkan ada yang mengundang murka Allah, Nauzhubillah.

Tak ketinggalan saat ini film/sinetron tentang jilbab/hijab mulai marak seperti film jilbaber in love (desember 2014), sinetron Aisyah puteri (Jilbab in love) dan film Hijab yang akan tayang Januari 2015. Semua isi ceritanya tidak jauh dari ide-ide sinetron/ film Indonesia, berkisar tentang persahabatan, pacaran (pergaulan bebas) atau keluarga, dimana ceritanya tidak menampakkan ide keislamannya secara benar sesuai ketentuan syara’. Padahal tontonan dari film saat ini sadar tak sadar menjadi sebuah tuntunan. Cara berpakaian, bergaulnya, sopan santun nya itu mudah sekali ditiru oleh anak-anak kita. Dalam film/ sinetron tersebut diceritakan bahwa seorang perempuan yang berjilbab pun tetap bisa berpakaian ketat, pulang malam, bermake up menor plus bulu mata anti badainya (tabarujj), berparfum, tomboy menyerupai laki-laki, tetap pacaran, tetap pegang-pegangan tangan, bergaul tanpa batas syar’i dengan laki-laki non muhrim. Padahal jelas sekali bahwa itu semua di haramkan oleh Allah. Perilaku seperti itu sama sekali tak mencerminkan seorang muslim walau ia berbicara dengan membacakan ayat-ayat Al-qur’an seperti di film-film itu.

Sepatutnya lah sebagai seorang muslimah yang cerdas dan menginginkan surga Allah mencari tahu apa-apa yang disukai/ tak disukai Allah, seperti halnya jilbab. Tentu saja Allah sangat suka ketika kita memilih pakaian takwa itu, namun ketika kita menodainya dengan berbuat dosa-dosa lainnya (tetap pacaran, ketat tidak syar’i) karena kelalaian kita tidak mengkaji ilmu agama, maka sangat rugi sekali waktu yang kita lewati ternyata hanya menumpuk dosa-dosa, sehari demi sehari setahun demi setahun, Astagfirullah. Harus ditanamkan betul-betul bahwa jilbab adalah simbol bahwa muslimah yang memakainya itu (seharusnya) berbeda daripada yang tidak memakai. Sangat aneh bila berjilbab tapi masih suka boncengan sama cowok non mahrom. Berjilbab tapi mojok berduaan dan beraktivitas mesum, nauzhubillah.

Kewajiban berjilbab itu sama dengan perintah kita wajib menunaikan sholat, zakat, shaum, menutup aurat bagi laki-laki, menjauhi riba, memakan makanan halal, memuliakan orang tua. Kedudukannya setara, siap tidak siap, niat tidak niat, suka tidak suka kalau ditinggalkan atau disalah gunakan (tidak syar’i) akan menjadi dosa besar.  Penjelasan mengenai Jilbab ataupun hijab bisa kita lihat dalam ayat-ayat al-qur’an dalam surah Al-Ahzab ayat 58 dan 59, yang menyatakan bahwa jilbab adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah, adapun hijab artinya penutup secara umum. Sedangkan khimar  adalah yang menutupi kepala, leher dan menjulur hingga menutupi dada wanita dari belakang maupun dari depan (termasuk menutupi tulang selangka) sesuai surah An-Nur ayat 31. 

Dalam kesepakatan para ulama maka kriteria jilbab yang syar’i ialah khimar menutupi dada tidak boleh seperti “punuk onta”, tidak ketat, tidak tipis tidak menyerupai suatu kaum, tidak tabarujj dan bermegah-megah, niat karena Allah. Jelas sudah jilbab merupakan bagian dari pelaksanaan hukum syara’ dan aktivitas seperti pacaran, tabarujj dll adalah pelanggaran terhadap hukum syara’, maka tak boleh dicampu adukan antara yang haq dan bathil. Karena kesucian jilbabmu akan ternodai oleh karena dosa-dosa kecil itu.

===========
Maria Ulfah-eramuslim.com

Kenapa Curhat di Medsos ? Aneh…

Mengapa orang (termasuk mungkin aktivis dakwah) suka curhat di media sosial (medsos)? Bisa jadi ada berbagai alasan. Diantaranya karena kemudahannya mengakses medsos tersebut. Tinggal klik simbol facebook atau twitter di layar HP, tulis sesuai luapan hati, posting, beberapa menit kemudian muncullah respon dan komen. Pertanda ada orang yang memperhatikan apa yang kita tulis.

HP memang sudah menjadi teman setia manusia di era gadget seperti sekarang. Sampai-sampai seorang teman bilang, saat HP ketinggalan, maka sama seperti ketinggalan separuh nyawa. Kemanapun pergi selalu nempel, bentar-bentar lihat notifikasi, sampai-sampai muncul sindiran, buka HP lebih sering daripada buka al Qur’an.

Curhat di medsos mungkin dipandang lebih praktis daripada curhat sama orang. Belum tentu orang yang mau kita curhati, belum tentu orang yang mau kita curhati ada di tempat disaat ada masalah yang mengguncang kita. Bahkan bisa jadi juga tak ada orang yang menurut kita layak untuk kita curhati sehingga tumpahlah uneg-uneg itu di medsos.

Padahal, yang namanya medsos adalah forum terbuka. Siapa saja yang menjadi teman kita bisa mengakses dan membaca tulisan-tulisan kita. Sebagai seorang muslim bahkan aktivis dakwah, sudah selayaknyalah pintar membaca situasi. Siapa saja yang menjadi teman kita, dan apa yang dipikirkannya ketika membaca postingan kita?. Bisa jadi, ketika kita kesal dengan seseorang yang tanpa kita sadari menjadi teman kita di medsos, kemudian kita luapkan kekesalan lewat postingan dan kemudian dibaca oleh yang bersangkutan, apa tidak tambah ruwet suasana?

Setiap manusia pasti diberi cobaan oleh Allah dalam hidupnya, termasuk seorang Muslim tak terkecuali pengemban dakwah. Jika kita membayangkan sosok pengemban dakwah atau aktivis Islam, tentu bayangan kita adalah sosok yang ikhlas beramal karena Allah ta’ala, serta berupaya mengikatkan dirinya dengan ketaatan yang menyeluruh kepada Allah serta mengabdikan dirinya untuk perjuangan meninggikan dienul Islam. Dan pada faktanya, sosok yang demikian tetaplah mempunyai masalah dalam perjalanan hidupnya sebagai cobaan dari Allah. Apakah itu cobaan yang terkait dakwah, memperjuangkan syariat Islam maupun cobaan yang berkenaan dengan penghidupannya. Maisyah (nafkah), pendidikan, komunikasi, anak-anak, kesehatan, organisasi, ibadah, nafsiyah dan sebagainya.

Islam sendiri sebagai dien yang sempurna telah menjanjikan solusi segala permasalah hidup. Jika Islam diterapkan dalam sebuah Negara, tentulah masalah-masalah yang saat ini terlihat sangat ruwet bisa diminimalisir sebagaimana yang telah terbukti ketika Kekhilafaan Islam masih ada, dan saat itu umat Islam mulia.
Saat ini khilafah memang belum tegak, dan kaum muslimin serta pengemban dakwah memang menjalani hidup yang berat dalam sistem kapilitalis-sekuler. Sistem ini telah membawa kerusakan diberbagai sisi kehidupan. Maka betapa banyak permasalahan yang kita hadapi sekarang di berbagai lini kehidupan, apakah itu rumah tangga, bertetangga, berjamaah, dan sebagainya. Guru ngaji saya pernah bilang, bahkan untuk sekedar khusnudzon kepada saudara sendiri saja susahnya bukan main. Kenapa? Karena kita telah dicetak oleh sistem ini untuk sesuai dengan karaker sistem; individualis, opportunis, dan sebagainya.

Namun, bagaimanapun kondisinya, Islam tetaplah harus dipegang dan dijadikan pedoman. Kondisi saat ini adalah sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi SAW bahwa kita hidup dalam berpegang teguh pada Islam ibarat menggenggam bara api. Namun, Nabi SAW pun menjanjikan pahala 50 kali pahala sahabat jika kita termasuk orang yang mewarisi sunnah beliau di jaman sekarang.

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu….”. Ketika orang terburu nafsu dalam bertindak atau mengikuti nafsu, sebenarnya itu adalah tuntunan syetan. Akibatnya masalah semakin runyam, ikhlas semakin hambar, amalpun tergadaikan. Sabar memang tidak berarti diam terhadap kedzoliman, tetapi tetap bertindak sesuai syariat. Disitulah pentingnya kita mengkaji kehidupan para Nabi dan shahabat untuk kita tiru kesabaran mereka dalam menghadapi cobaan.

Sholat adalah sarana mendekatkan diri kepadanya. Curhat kepada Allah dalam setiap doa-doa dan dzikir kita. Disitulah Allah akan memberikan petunjuk untuk kita berbuat. Dan disitulah Allah bukakan jalan. Mungkin tak secara langsung, tetapi Allah bukan php. Dia memberikan apa yang kita butuhkan diwaktu yang tepat.

=====================
Ratna Safina-eramuslim.com

06 January 2015

Beribadah dengan Jiwa Bebas

Dalam melaksanakan agamanya, umat tergolong menjadi dua. Ada yang tulus, sering disebut dengan mukhlishin lahu ad-din hunafa (QS al-Bayyinah [98]: 5).

Ada juga yang tidak tulus (disebut ya‘budullaha ‘ala harf, beribadah di tepi. (QS al-Hajj [22]: 11). Tentu saja yang pertama benar, dan yang kedua salah. Tetapi, dalam kelompok pertama pun ada tiga model pendekatan.

Dalam buku Nahj al-Balaghah, sebuah buku kumpulan nasihat, wejangan, dan kata-kata bijak Ali bin Abi Thalib yang disusun dan dikumpulkan Asy-Syarîf ar-Radhiy, sahabat Ali bin Abi Thalib berkata, “Ada orang yang beribadah kepada Allah karena ingin sesuatu, itu adalah cara ibadahnya pedagang. Ada orang yang beribadah kepada Allah karena takut, itu cara ibadahnya budak atau hamba sahaya. Ada pula orang yang beribadah kepada Allah karena rasa syukur, itulah cara ibadahnya orang-orang yang merdeka.”

Jika kita berpikir akan dapat pahala apa atau dapat untung berapa ketika hendak bersedekah, itu artinya kita beribadah dengan cara pedagang, lebih mempertimbangkan untung-rugi. Meski dibolehkan, ibadah cara ini bukan yang terbaik.

Jika kita baru terpanggil untuk beribadah karena takut masuk neraka, itu berarti kita termasuk kelompok kedua, beribadah cara budak. Ini mirip pengendara sepeda motor yang memakai helm karena takut ditangkap polisi, bukan demi keselamatan dirinya.

Kalau tidak ada polisi, dia tidak memakai helm. Polisi boleh saja tidak ada, tetapi kecelakaan bisa terjadi kapan saja.

Ibadah cara seperti ini pun boleh walaupun bukan yang terbaik. Yang ketiga, adalah cara beribadahnya orang-orang yang berjiwa bebas!

Orang seperti ini melaksanakan shalat bukan lantaran takut neraka, tetapi semata-mata karena sadar Allah satu-satunya yang patut disembah. Ibaratnya, ada atau tidak ada polisi, orang seperti ini akan tetap menggunakan helm demi menghindari bahaya.

04 January 2015

Mensikapi Hari Hari-mu

Jika hari yang baru menghampirimu maka ucapkanlah kepadanya,” Selamat datang wahai tamu yang mulia” Selanjutnya, jamulah dia dengan sebaik baiknya, yaitu dengan melaksanakan ibadah dan amalan fardhu, menunaikan yang wajib, dan melakukan sholat berulang ulang, Janganlah engkau cemarkan harimu dengan dosa dan kesalahan karena sesungguhnya dia tidak akan kembali lagi.

Jika engkau ingin mengingat masa lalu maka ingatlah saat pertama engkau ingin mengingat hari yang telah dijalani , maka ingatlah apa yang telah berhasil engkau selesaikan saat itu sehingga engkau akan merasa bahagia. Jika engkau ingin mengingat hari esok maka ingatlah mimpi mimpi indahmu agar dirimu menjadi optimis.
===================

Aidh Al Qarny