19 February 2015

Mengingat Kematian, Ringankan Kesulitan Hidup

Cukuplah kematian sebagai pelembut hati, pengucur air mata, pemisah dengan keluarga dan sahabat, pemutus angan-angan”

Mengingat kematian, mendampingi orang yang menghadapi sakratul maut, mengantar jenazah, mengingat gelap dan beratnya siksa kuburan niscaya akan membangunkan jiwa kita dari tidurnya, menyadari kelalaiannya, membangkitkan semangatnya, menggelorakan nilai perjuangannya dan mengembalikannya segera kepada Allah.

Allah berfirman: “setiap jiwa pasti akan merasakan kematian”

AL Hasan berkata: “kematian telah menelanjangi dunia sehingga tidak menyisakan kegembiraan bagi orang yang berakal”

Orang yang banyak mengingat kematian akan ringan baginya semua kesulitan hidup.

Orang yang banyak mengingat kematian akan dimuliakan dengan tiga hal: segera bertaubat, ketenangan hati dan semangat ibadah.

Suatu hari Ibnu Muthi’ melihat rumahnya, dia terkesima dengan keindahannya lalu dia menangis seraya berkata: “kalau tidak karena kematian niscaya aku akan gembira denganmu”.

Ibnu Munkadir berkata tentang seseorang yang sering ziarah kubur: “Orang ini menggerakkan hatinya dengan mengingat kematian”

Oleh karenanya Rasulullah selalu mengajak para sahabat untuk memperbanyak mengingat kematian, dengan mengingat mati akan melapangkan dada, menambah ketinggian frekwensi ibadah

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan oleh Al Bani di dalam kitab Shahih Al Jami’)

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang ke-sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR. Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri)
 
==================
Oleh Ustdaz Didik Hariyanto 

10 February 2015

Allah Memberikan Kami Ujian Praktek

Pemahaman tentang sebuah duka lara yang selama ini di emban oleh seorang janda beranak tiga menjadikannya selalu menangis saat mengikuti pengajian mingguan kami. Seringkali tak terasa dia mengalirkan air di pipinya yang tirus dan wajah yang terlihat ‘lemah’. Kondisi fisiknya tidak begitu baik, dari dulu dia selalu mendapatkan cobaan penyakit, bahkan penyakit hati melalui perlakuan suaminya semasa masih hidup ( suaminya telah meninggal beberapa tahun lalu).

Dia telah mendapatkan pemahaman bahwa tiada sesuatupun yang menimpa kita, pastilah semuanya atas kehendak-Nya. Dan diapun mampu menjalani hari-harinya dengan tanggungjawab sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Tentu beban ini sangat berat untuk dipikulnya karena mengingat anak-anaknya sedang tumbuh-tumbuhnya ditambah kesehatannya yang selalu bermasalah. Untungnya, dia rajin mengikuti kajian islam, dan dari tempat itulah dia memahami semua kisah hidupnya di masa lalu, dan banyak sekali penyesalan, diantaranya betapa dia telah berbuat dzalim terhadap suaminya, di saat akhir hidupnya, karena merasa suaminya telah menghancurleburkan harapan dan cinta sekaligus bahtera kehidupan mereka beserta anak-anak yang mereka cintai. Kisah pahit sang janda ini sedikit banyak merupakan kisah hidup yang menjadikan aku selalu berusaha memfokuskan perhatianku padanya.

Kisah hidup yang akan banyak sekali tertuang dalam kalbuku, tentang bagaimana cara Allah menguji iman hamba-Nya dan bagaimana Allah mencintai hamba-Nya yang selalu bersandar pada-Nya. Kisah hidup yang merupakan hidayah bagiku dalam menapaki kehidupanku selama ini, dan bagaimana aku harus menapaki kehidupan rumahtanggaku yang kami bangun dari nol bersama suami dan Allah pun memberikan tiga putra yang kami cintai bersama pula. Kadang dengan kisah wanita ini, aku seringkali merenungi tentang betapa berbedanya jalan yang kami tempuh dalam menerima ujian Allah. Dan tanpa dia sadari, aku sering berguru kepadanya melalui ceritanya.

Berbicara tentang wanita ini, beberapa bulan lalu, dia mendapati anaknya, siap membunuh dirinya dengan meminum racun serangga di kamarnya. Padahal selama ini dia mendapati anaknya seorang yang sangat santun, dan berbakti kepada ibunya, mencintai kedua saudaranya. Dia anak laki-laki, putera pertama dari wanita tersebut, membantu keluarganya dengan bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah instansi pemerintahan.

Apa yang kita bisa bayangkan, jika sang anak yang dikira ibunya, adalah seorang anak yang sudah mandiri dan berkepribadian tangguh, ternyata memiliki sifat rapuh. Hanya karena sebuah persoalan yang tidak terlalu berharga menurut ibunya, ternyata mampu membuatnya nekat untuk menghabisi nyawanya. Padahal ibunya selama ini selalu berusaha menanamkan akidah yang benar kedalam jiwa-jiwa anaknya. Perasaan wanita yang menjadi orangtua tunggal adalah sangat tertohok, dan merasakan bumi seperti terbelah untuk siap menerima jasadnya. Hatinya sangat hancur, dan berkeping-keping karena tidak disangka, putra sulung yang sangat diharapkannya, ternyata memiliki aqidah yang sangat lemah.

Disaat yang genting, datanglah keluarga dan beberapa tetangga untuk memaksa sang anak tersebut untuk dibawa ke rumah sakit. Walaupun sampai di rumah sakit, dia menolak untuk diobati, bahkan meronta untuk mengeluarkan racun melalui cara cuci perut. Sementara sang ibu yang terhenyak di dalam rumah, tak mampu mengantar sang putranya, hanya bisa mengambil air wudhu dan menyerahkan dirinya kepada sang Pencipta Hidup, dalam sujudnya yang lama dihiasi dengan uraian airmata yang tak henti membasahi sajadahnya.

Ibu yang telah mengikuti pengajian rutin berbilang tahun, dan telah diuji dengan beberapa ujian yang sangat berat ( menurutku)beberapa tahun sebelumnya, menangis dan menghiba bagaikan seseorang yang tak punya tulang belulang lagi, lemah lunglai tubuhnya, terbang jiwanya, kepada Allah Swt. tentang ujiannya kali ini, agar dia bisa ikhlas menerima semua takdir yang diperuntukkan baginya.

Sujud lamanya dan tangisannya akhirnya berhenti dan termenung untuk beberapa saat, memikirkan kejadian saat itu.

Beberapa hari setelah kejadian, dan anaknya telah pulih dari usaha bunuh diri itu, aku bertemu dengannya, dan akupun siap untuk menerima ‘transfer’ ilmu yang didapatnya.

Dia berkata kepadaku dengan nada riang, : “Mbak, kejadian anakku itu merupakan ujian praktek dari Allah Swt. Allah mengujiku, apakah dengan kejadian yang sangat dahsyat itu, akankah aku akan panik dan menyalahkan Allah, atau aku akan berpasrah kepada-Nya….”

Sahabatku, nikmatnya iman yang kau emban saat ini. Semoga iman tersebut tetap tertancap hingga ke liang lahat. Amin


==========================

Sangatta, 12 April 2013

Halimah taslima

halimahtaslima@gmail.com

03 February 2015

Cari Jodoh

Apa ada aktivitas cari jodoh? Atau…apakah jodoh memang harus dicari? Yang pasti, setiap orang normalnya ingin menikah. Meskipun ada yang karena satu dan lain hal menjadi tak ingin atau tidak ditakdirkan berjodoh di dunia.

Aktivitas cari jodoh itu ada dan sudah sejak zaman dahulu banyak budaya melakukannya. Konon budaya valentin didasari budaya semacam itu.

Apakah Islam juga menyediakan aktivitas ini untuk muda-mudi kita? Sejujurnya penulis belum pernah menemukan sebuah ritual resmi atas nama Islam tentang ini, yang ada dan cukup banyak adalah berbagai arahan tentang mencari jodoh, memilih, dan memutuskan yang mana.

Mencari jodoh:
Ada sebuah tuntunan sangat praktis langsung dari Allah SWT.

” Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (An Nur 26).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT sudah menjodohkan setiap orang bersesuaian jiwanya satu sama lain, mereka yang ”sesuai” akan cenderung betah satu sama lain dan karenanya akan mudah berjodoh. Jika kita masih lajang dan ingin cari jodoh, maka jika kita ingin mendapat jodoh yang baik berarti kitalah yang lebih dahulu harus menjadikan diri kita baik, maka Insya Allah kita akan dijodohkan dengan yang baik oleh Allah. Mudah ’kan? Itu langkah adalah langkah pertama.

Langkah pertama ini jika diyakini dengan sepenuh hati Insya Allah menjadi doa sekaligus usaha yang diajukan kepada Allah SWT tentang calon pendamping seperti apa yang kita inginkan.
Apakah kriteria ”baik” itu? Bagaimanakah kita ingin jodoh yang baik dengan cara kita berusaha menjadi baik terlebih dahulu?

Ketaqwaan adalah ukuran baku dari Allah SWT. Kadar ketaqwaan ini berdampak luas kepada semua sisi kehidupan seorang manusia. Ketika ia sedang diuji dengan kesenangan, ia akan bersyukur dengan pas, tepat, akurat, sehingga Allah menambah nikmat dariNya. Ketika ia diuji dengan musibah dan kesulitan, ia bersabar, sehingga Allah bertambah menyayanginya dan memberikan pahala yang banyak.

Hanya saja angka ketaqwaan tak dapat ditera manusia. Hanya Allah-lah yang Maha Tahu kadar ketaqwaan manusia. Bahkan si manusia itu sendiri tak pernah tahu berapa derajat ketaqwaannya, sebab ia sebagai manusia selain sarat dengan khilaf, lupa dan lalai, juga seringkali tidak mempertajam matahatinya sehingga semakin buta hakikat.

Manusia hanya mampu ”khawatir tak diterima Allah” (khouf) dan berharap ”agar ia diterima oleh Allah” (roja’). Khouf dan Roja’ ini seyogyanya ada dalam diri manusia yang sadar ia manusia yang sangat mungkin salah. Panjang lebar berbagai ulama modern maupun ulama salaf membahas dalam topik-topik tentang taqwa dan manajemen hati. Di situlah taqwa dibina.

Orang yang terbiasa mengelola hatinya Insya Allah juga mampu memprogram dirinya untuk maju menjadi lebih baik setiap harinya tanpa terjebak rasa sombong dan pongah bahwa ia sudah sampai kepada ”maqom” taqwa padahal sesungguhnya belum. Alah bisa karena biasa. Pepatah ini benar adanya.

Hendaknya kaum muda sibuk mengelola hatinya, sibuk meningkatkan taqwanya dengan keyakinan itulah kelak tiketnya ke surga dan ke pelaminan. Janganlah kaum muda muslim harapan ummat malah sibuk ”te-pe te-pe” (tebar pesona) di berbagai mal maupun layar kaca atau media lain dalam rangka membangun masa depan mereka.

Ada yang pernah bertanya kepada penulis: kalau begitu kapan berkesempatan berkenalan dengan orang banyak? Kalau sibuk menata hati kapan berjumpa orang-orang yang potensial menjadi calon? Bukankah harus ”gaul”?

Tergantung apa makna ”gaul”. Jika ”gaul” bermakna harus ikut segala tren dan mode, segala hura-hura dan pesta-pesta, maka itu tak perlu. Berapa banyak remaja dan anak muda justru terjebak mendapat jodoh buruk di tempat pergaulan semacam itu, dan bahkan bertemu dengan narkoba!

Bergaul normal, sebagaimana aktivitas sehari-hari, itu cukup. Bahkan aktivitas zaman ini tidak terbatas di lingkungan fisik belaka, ada dunia maya yang juga dapat menjadi ajang silaturahim. Sejak ketemu di dunia maya, lanjut ke dunia nyata, maka selanjutnya terserah anda.

Itu cukup, asalkan dalam bergaul sehari-hari, patokan bergaul terus dipegang sesuai aturan Islami. Ini sangat penting.

Dalam pergaulan, cara seseorang bergaul akan menentukan siapa selanjutnya kawannya. Seorang gadis yang berhati-hati dalam bergaul maka sikapnya akan menyingkirkan pemuda mata-keranjang sebab gadis ini ogah diperlakukan sembarangan. Sebaliknya jika si gadis selalu memberi ”lampu hijau” bagi teman-teman prianya untuk memperlakukan dirinya dengan sembarangan, maka dirinya hanya akan dipermainkan kemudian dicampakkan.

Jangan khawatir sikap yang ”penuh aturan” ini akan menjauhkan teman, sebaliknya, akan menseleksi dengan baik. Lagipula, buat apa punya teman yang hanya ingin mempermainkan?
Allah SWT tak pernah lupa dan tak pernah tidur. Allah SWT selalu memberikan kita bimbingan dan petunjuk, asal saja kita mau melihatnya.

Allah juga selalu menguji kita, hanya saja kita sering tak sadar. Kadang kita menyangka sedang ditawarkan sesuatu yang baik karena seolah indah dan baik (tampaknya), padahal sesungguhnya itu adalah ujian yang harus kita hindari dan jauhi karena di balik itu ada keburukan tersembunyi dan bahaya kepada agama.

Ada banyak anak muda muslim dan muslimah yang tertipu dengan manusia-manusia penuh misi pemurtadan. Para misionaris ini memang sengaja menjadi ”kawan terbaik” bagi calon sasarannya. Tujuannya adalah menjadi kawan akrab, kemudian, pacar, kemudian menikahi, kemudian memurtad-kan.
Entah ini memang sebuah gerakan terselubung atau hanya aktivitas pribadi, yang pasti fenomena ini sudah sangat banyak dan sudah berlangsung sejak puluhan tahun di bumi pertiwi ini. Ahh, andai saja setiap pemuda-pemudi muslim tetap berpegang pada aturan Islam dalam bergaul, berteman, bersahabat apalagi mencari jodoh, niscaya segala kisah pemurtadan seperti itu tak pernah terjadi. Waspadalah.
Wallahua’lam
 
========
Siti Aisyah Nurmi