13 November 2012

Cara Nabi Muhammad Menghadapi Penghinaan

Kita sering menjumpai penghinaan dan perlakuan yang tidak menyenangkan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dan Alquran, baik melalui kartun maupun fitnah terhadap ayat-ayat Alquran. Kasus terbaru dilakukan Sam Bacile lewat filmnya "Innocence of Muslims". Kita mesti meneladani sikap Rasulullah saw., dalam menghadapi berbagai penghinaan dan fitnah.

Suatu hari di tengah teriknya matahari, Nabi Muhammad saw. mendatangi Kota Thoif untuk mengabarkan bahwa tiada Tuhan selain Allah. Namun, belum lagi ia selesai menyampaikan risalahnya, para penduduk Thoif melempari beliau dengan batu. Nabi Muhammad pun berlari dengan menderita luka cukup parah. Giginya patah dan berdarah terkena lemparan batu.

Malaikat Jibril segera turun dan menawarkan bantuan kepada Nabi Muhammad. "Wahai kekasih Allah, apa yang kau ingin aku lakukan terhadap mereka. Jika kau mau aku akan membalikkan tanah yang menopang mereka sehingga mereka hilang tertelan bumi."

Bukan hanya kita yang sedih mendengar kisah ini, Jibril pun harus turun tangan melihat Nabi Muhammad dihina dan dianiaya begitu rupa. Namun, apa kata Nabi Muhammad.

"Jangan wahai Jibril. Mereka melakukan itu karena mereka belum tahu. Mungkin hari ini mereka menolak ajaranku, tapi aku berharap anak cucu mereka di kemudian hari akan menjadi pengemban risalahku." Dan doa beliau pun terkabul. Banyak di antara penduduk Thoif di kemudian hari yang menjadi ulama penerus risalah Nabi Muhammad. Begitu mulianya akhlak Rasulullah terhadap orang-orang yang menghina dan menganiayanya. Dan beliau pun ingin umatnya mewarisi akhlak mulia tersebut.

Suatu ketika di dalam Kota Mekah ada seseorang yang sangat membenci Nabi Muhammad. Jika Nabi Muhammad lewat di depan rumahnya, ia melempari beliau dengan batu, tidak jarang pula ia meludahi beliau dari atas rumahnya. Tidak cukup dengan itu, ia pun melempari Nabi dengan kotoran manusia.

Suatu hari orang tersebut jatuh sakit. Ketika Nabi Muhammad melewati rumah itu, ia heran dan bertanya-tanya ke mana orang yang biasanya melemparinya. Setelah diketahuinya orang tersebut sedang sakit, Nabi Muhammad pun mengunjunginya.

Orang tadi seakan tidak percaya jika Muhammad yang selama ini ia caci maki dan ia lempari dengan batu dan kotoran masih mau menengoknya di kala sakit, saat orang lain tidak memedulikannya. Ia pun menangis di hadapan Nabi Muhammad dan saat itu pula ia mengakui kemuliaan Nabi Muhammad dan mengucapkan syahadat.

Nabi Muhammad dengan baik sekali mencontohkan apa yang tertera dalam Alquran, Surat Fushshilat Ayat (34): Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

Meskipun penghinaan adalah perbuatan yang tercela, Alquran tidak pernah memuat hukuman bagi pelaku penghinaan atau memberikan wewenang kepada siapa pun untuk melakukan penghakiman. Yang ada adalah seruan untuk meninggalkan orang-orang yang menghina agar penghinaan itu tidak terus berlanjut.

"Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)". (Qs. Al An'am [6]: 68).

Dalam Qs. Annisaa (4): 140 juga menerangkan hal yang sama. Ayat tersebut bisa menjadi pegangan dalam menyikapi orang-orang yang memfitnah dan memutarbalikkan ayat-ayat Alquran.

Jika hinaan dibalas dengan hujatan, lalu apa bedanya antara orang yang dihina dan orang yang menghujat. Reaksi yang berlebihan terhadap penghinaan akan membuat stigma yang lebih buruk terhadap umat Islam. Jika stigma kekerasan itu mencuat, yang bertepuk tangan adalah para provokator yang tidak senang dengan perdamaian.

Tidak sedikit orang yang menginginkan terciptanya permusuhan antara umat beragama. Daripada membalas hujatan dengan kecaman atau bahkan dengan pembunuhan akan lebih baik jika kita mengajak berdialog orang yang melakukan penghinaan. Dalam dialog kita bisa memperkenalkan pribadi Muhammad yang sesungguhnya. Dengan begitu, bukan mustahil orang yang tadinya menghina akan berbalik menjadi sahabat yang setia seperti yang tertera dalam Alquran surat Fushshilat (41): 34.

Nabi Muhammad sebagai sosok yang berkpribadian mulia menginginkan umatnya memiliki akhlak yang mulia pula. Banyak sekali hujatan dan penganiayaan yang beliau terima, tapi Nabi Muhammad mampu mengatasinya tanpa harus kehilangan kemuliaannya.

Di sudut pasar di Kota Madinah ada seorang buta yang setiap harinya selalu meneriakkan Muhammad orang gila. Setiap hari ada orang yang menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Suatu hari orang buta tersebut merasakan jika orang yang menyuapinya kali ini bukanlah orang yang biasa menyuapinya. Berkatalah orang buta dan tua itu, "Kau bukanlah orang yang biasanya menyuapiku, ke manakah gerangan orang yang biasa menyuapiku."

Orang yang ada di hadapannya bertanya, "Bagaimana kau tahu aku bukanlah orang yang biasa menyuapimu sedangkan engkau adalah orang yang tidak bisa melihat?"
Orang tua itu pun menerangkan, "Orang yang setiap harinya menyuapiku akan mengunyah makanan itu lebih dahulu sebelum memasukkan ke mulutku karena ia tahu gigiku sudah tidak kuat lagi mengunyah makanan."

Orang yang ada di hadapannya yang ternyata adalah Abu Bakar menahan tangis dan bertanya kembali, "Tahukah engkau siapa yang biasa menyuapimu setiap hari?"
Orang tua dan buta itu pun menggelengkan kepala. Abu Bakar barkata, "Orang yang menyuapimu setiap hari adalah Muhammad yang biasa engkau caci maki dan sekarang ia telah tiada."

Betapa terkejutnya orang tua itu mengetahui akan hal itu. Ia pun tersungkur menangis dan seketika itu juga mengucapkan kalimat syahadat sebagai sebuah pengakuan atas ke-Esa-an Tuhan dan kemulian Nabi Muhammad.

1 comment: