Tidak ada manusia yang terbebas dari kekurangan, tidak terkecuali pasangan kita. Bersiap-siaplah untuk mengalami kekecewaan sehingga rumah tangga kita penuh dengan air mata duka jika kita mengharap pendamping yang sempurna, tanpa kekurangan. Pengharapan kita inilah yang menjadikan pendamping kita selalu tampak penuh kekurangan meski orang-orang di sekelililng kita takjub melihat kesempurnaannya. Sebaliknya, pasangan kita akan senantiasa tampak sempurna apabila kita merelakan hati untuk menerima kekurangan. Satu-satunya cara untuk mendapatkan pendamping yang benar-benar sempurna adalah menerima dia apa adanya.
Menerima pendamping kita apa adanya dengan tidak berharap terlalu banyak, merupakan bekal untuk mencapai kemesraan rumah tangga dan kebahagiaan di akherat. Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita. Akan tetapi, semakin besar harapan kita dalam pernikahan, semakin sulit kita mencapai kebahagiaan dan kemesraan. Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan kita, akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan. Keluh kesah kita terhadap pasangan akan sedikit.
Apa yang membedakan antara harapan terhadap perkawinan dengan komitmen perkawinan? Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin kita dapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang sangat besar, sulit bagi kita untuk menerima dia apa adanya. Kita akan selalu melihat dia penuh kekurangan. Jika kita menikah karena terpesona oleh kecantikannya, kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak bisa berlemah lembut terhadap istri begitu kita mendapati bahwa istri kita sudah tidak memikat lagi. Betapa cepat berlalu dan betapa besar nestapa yang harus ditanggung. Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti apa yang ingin kita bangun. Kalau boleh memilih, tentu kita mendambakan pasangan yang paling sempurna. Akan tetapi, jika ia memiliki banyak kekurangan, komitmen yang besar diatas pijakan yang kokoh akan membuat kita memiliki kekuatan untuk memperbaiki.
Sebaik apapun pasangan kita, bila ia selalu kita bandingkan dengan harapan sebelum dan sesudah menikah, ia tidak akan pernah mencapai keutamaan sedikitpun. Selalu saja ada yang membuat kita mengeluh dan kecewa sehingga akhirnya dapat membuat kita putus asa. Sebabnya bukan karena dia tidak memiliki keutamaan dan kesempurnaan. Bisa jadi, orang lain memandangnya dengan iri sambil diam-diam berdoa agar mendapatkan pasangan seperti dia. Akan tetapi, jika hati kita keruh dan jiwa kita keras, tidak ada lagi yang dapat membuahkan rasa syukur di hati kita.
Bila kita menuntut kesempurnaan – bukannya menguatkan komitmen untuk mencapai kesempurnaan – jiwa kita akan selalu gelisah. Apapun yang dilakukannya selalu tampak kurang dan penuh cacat., sekalipun orang berdecak kagum melihatnya begitu hebat. Ibarat minum air laut, semakin banyak kita meminumnya, semakin kita kehausan. Seperti itu pula jika rumah tangga ditegakkan dengan tuntutan agar pasangan kita sempurna. Semakin lama kita hidup bersamanya, semakin besar kekecewaan kita.
Jika kita mengalami lonjakan kekecewaan, masalah kecil saja dapat menggoncangkan rumah tangga. Semuanya bermula dari tuntutan kita agar pasangan kita sempurna, meski kita tak merasa menuntut. Tuntutan inilah yang menyebabkan kita kurang mampu merasakan kebaikan meskipun ia sangat baik. Tuntutan pula yang menyebabkan kita kurang bisa menerima dengan lapang dada meskipun ia begitu setia dan penuh perhatian. Sementara itu, penerimaan yang tulus disertai dengan komitmen yang kuat, akan melahirkan kehendak untuk memperbaiki.
No body’s perfect. Tak ada manusia yang sempurna. Akan tetapi, sangat banyak kekurangan yang bisa diperbaiki bersama apabila kita memiliki komitmen yang kuat, kesediaan untuk menerima apa adanya, termasuk mengikhlaskan hati untuk menerima kekurangannya. Kerelaan untuk menerima kekurangan, membuat kita lebih mudah menyukuri kekurangan. Lalu bagaimana caranya memperbaiki kekurangan? Mungkin bukunya Mohammad Fuazil Adhim yang berjudul Agar cinta bersemi indah dapat membantu.
Jika penerimaan yang tulus dan apa adanya akan membuat kita lebih bahagia, pengharapan yang terlalu besar akan membuat kita menuai kekecewaan demi kekecewaan. Pengharapan melahirkan tuntutan-tuntutan di satu sisi dan hambatan untuk bisa merasakan kebaikan di sisi lainnya. Sementara itu, tuntutan akan menjadi beban bagi jiwa kita. Tuntutan menghambat langkah kita dalam memperbaiki diri.
Alhasil, jika engkau menemukan kekurangan pada suami atau istrimu, janganlah engkau mengingat-ingatnya. Ketauhilah kekurangan itu dalam rangka memahami sehingga dapat berlaku baik pada pendamping hidupmu. Jangan pula engkau sibuk menyebut-nyebutnya dengan harapan agar ia segera memperbaiki diri, sebab menyebut-nyebut keburukan dan kekurangan tidak akan memperbaiki masalah. Justru, ia akan semakin sulit untuk dibenahi. Jika engkau sibuk berkeluh kesah terhadap kekurangan yang ada pada pendampingmu, dengan tidak mensyukuri kebaikannya, ia akan terhambat dan terbebani. Keluh kesah yang sering diperdengarkan, membuat orang mudah putus asa dalam menempuh jalan kebaikan.
Kita sendiri punya kekurangan, kenapa kita sibuk menuntut pasangan kita untuk sempurna? Ada amanat yang diemban bersama ketika menikah. Ada ruang untuk saling memperbaiki. Bukan saling mengeluhkan dan menyebut-nyebut kekurangannya.
Terimalah ia apa adanya. Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati maka akan engkau temukan cinta yang bersemi indah. Sesudahnya, ada perbaikan yang bisa kita lakukan bersama. Bukan tuntutan untuk sempurna.
No comments:
Post a Comment