Alangkah indahnya bangunan itu, fondasinya kokoh, tiang-tiangnya tinggi kuat, atapnya luas, jendelanya besar menawan, menyita perhatian setiap orang yang melihatnya. Sungguh serasi dan saling menguatkan. Itulah bangunan masyarakat muslim bagaikan bangunan yang kokoh masing-masing bagian saling menguatkan antara satu dan lainnya.
“Seorang mukmin bagi mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan yang saling menopang, lalu beliau menautkan antar jari-jemari (kedua tangannya)”. (HR. Bukhari, Muslim)
Musibah seorang mukmin adalah musibah bagi semua orang yang beriman, mereka bersaudara dalam balutan kasih sayang, saling membantu, saling mengingatkan saling meringankan beban yang lainnya. Peduli atas penderitaan sesama, berusaha mengangkat saudaranya dari kubangan masalah, membantunya bangkit, berdiri dan melangkahkan kakinya agar kelak bisa berlari bersama lagi memikul beban dakwah yang tidak ringan.
Orang-orang yang beriman bagaikan satu jasad yang tak akan bisa tidur nyenyak apabila ada anggota tubuhnya yang sakit. Kakipun melangkah walau terasa penat, tanganpun bergerak mecari obat agar rasa pening itu pergi meninggalkan kepala. Rasulullah bersabda:
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan tidak bisa tidur”. (HR. Bukhari, Muslim)
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak mendzalimi saudaranya, tidak menipunya, tidak memperdayanya dan tidak meremehkannya”. (HR. Muslim)
Suatu hari Ibnu Syubrumah membantu seseorang menyelesaikan permasalahan besar yang dihadapinya. Orang itupun datang membawa hadiah.
Ibnu Syubrumah berkata: “Apa ini?”
Dia menjawab: “Balasan atas jasamu dalam membantu kesulitanku”
Beliau berkata: “ambillah uangmu, semoga Allah mengampunimu. Jika engkau meminta tolong kepada saudaramu untuk membantu menyelesaikan kesulitanmu lalu dia tidak bekerja keras membantumu maka ambillah wudhu, shalatlah dengan empat takbir (shalat jenazah) dan masukkanlah dia ke dalam golongan orang-orang mati. Orang yang tidak mau mebantu menyelesaikan masalah saudaranya seiman dia adalah orang mati karena tidak ada kebaikan dalam dirinya”.
Subhanallah, nasehat yang amat menyentuh, obat mujarrab bagi masyarakat muslim dalam zaman modern ini yang telah ternodai dengan nilai-nilai materialisme. Nasehat beliau bagaikan tetesan air hujan di masa kemarau panjang yang menumbuhkan kesadaran kita bahwa nilai ukhuwah di atas semua sekat-sekat duniawi. Seringkali setan menggoda kita dengan beribu macam alasan agar tidak peduli dengan keadaaan saudara kita, khususnya alasan klasik: “itu kan kesalahn dia”. “salahnya sendiri” dan ungkapan-ungkapan lainnya yang berasal dari bisikan setan.
Mari kita renungkan sabda Rasulullah:
“Janganlah seorang mukmin membenci wanita mukminah, jika dia membenci salah satu perangainya, niscaya dia akan ridha dengan perangainya yang lain.” (HR. Muslim)
Tidak ada sosok manusia yang sempurna di muka bumi ini, kelemahan seseorang adalah kewajiban bagi kita sesama mukmin untuk menutupunyi agar menjadi bangunan yang kokoh. Bukan mengekspos kelemahan itu karena kelak akan menghancurkan bangunan yang susah payah kita bangun.
Untuk meraih cinta Allah tak cukup hanya dengan kesolehan pribadi kita juga harus menggapainya dengan kesolehan sosial, mari kita renungkan kisah berikut:
seorang lelaki mendatangi Rasulullah Shallallahualaihiwassalam dan berkata,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah ? dan amal apakah yang paling dicintai Allah swt?” Rasulullah Shallallahualaihiwassalam menjawab,”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani, disohihkan syeh Al Bani dalam silsilah sohihah)
MUTIARA ULAMA SALAF
Dalam sejarah kehidupan orang soleh terdahulu terdapat banyak contoh nyata bagi kita dalam membantu saudara seiman menyelesaikan berbagai macam problematika hidupnya. Berikut sebagian sejarah itu:
Abu bakar as shiddiq biasa memerahkan susu bagi penduduk desa, saat beliau diangkat menjadi kholifah seorang wanita berkata: “sekarang beliau tidak akan memerahkan lagi untuk kita” abu bakar berkata: “Tidak, saya berharap jabatan ini tidak akan mengubah perbuatan baik yang biasa aku lakukan sebelumnya”.
Umar bin Khottab biasa membantu beberapa janda mengambilkan air untuk mereka di malam hari. Pada suatu malam Tolhah melihat Umar masuk ke salah satu rumah wanita. Keesokan harinya Tolhah masuk ke rumah tersebut, ternyata di dalamnya ada seorang wanita tua dan buta. Tolhah bertanya: “apa yang dilakukan laki-laki itu tadi malam?”
Wanita itu menjawab: “Dia sudah lama membantu saya, membawakan kebutuhan saya dan mejauhkan kotoran dan penyakit”
Tolhah berkata: “Sungguh engkau telah memberatkan ibumu wahai Tolhah. Apakah engkau hendak mencari-cari kesalahan Umar?”
Abu Wail setiap hari keliling kampung membantu para wanita dan orang-orang lanjut usia, membeli kebutuhan mereka dan keperluannya.
mujahid berkata: “Saya menemani Ibnu Umar dalam sebuah perjalanan untuk membantu beliau tapi ternyata beliau malah lebih banyak membantu saya”.
Hakim bin Hizam selalu sedih atas hari di mana beliau tidak mendapatkan seseorang yang bisa beliau bantu menunaikan keperluannya. Beliau berkata: “Kalau saya memasuki waktu pagi tanpa menemui orang lemah yang bisa kubantu di depan pintu rumaku maka aku sadar kalau itu adalah musibah yang ditimpakan Allah kepadaku. Semoga Allah akan memberikan pahala bagiku di dalamnya”.
“Seorang mukmin bagi mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan yang saling menopang, lalu beliau menautkan antar jari-jemari (kedua tangannya)”. (HR. Bukhari, Muslim)
Musibah seorang mukmin adalah musibah bagi semua orang yang beriman, mereka bersaudara dalam balutan kasih sayang, saling membantu, saling mengingatkan saling meringankan beban yang lainnya. Peduli atas penderitaan sesama, berusaha mengangkat saudaranya dari kubangan masalah, membantunya bangkit, berdiri dan melangkahkan kakinya agar kelak bisa berlari bersama lagi memikul beban dakwah yang tidak ringan.
Orang-orang yang beriman bagaikan satu jasad yang tak akan bisa tidur nyenyak apabila ada anggota tubuhnya yang sakit. Kakipun melangkah walau terasa penat, tanganpun bergerak mecari obat agar rasa pening itu pergi meninggalkan kepala. Rasulullah bersabda:
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan tidak bisa tidur”. (HR. Bukhari, Muslim)
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak mendzalimi saudaranya, tidak menipunya, tidak memperdayanya dan tidak meremehkannya”. (HR. Muslim)
Suatu hari Ibnu Syubrumah membantu seseorang menyelesaikan permasalahan besar yang dihadapinya. Orang itupun datang membawa hadiah.
Ibnu Syubrumah berkata: “Apa ini?”
Dia menjawab: “Balasan atas jasamu dalam membantu kesulitanku”
Beliau berkata: “ambillah uangmu, semoga Allah mengampunimu. Jika engkau meminta tolong kepada saudaramu untuk membantu menyelesaikan kesulitanmu lalu dia tidak bekerja keras membantumu maka ambillah wudhu, shalatlah dengan empat takbir (shalat jenazah) dan masukkanlah dia ke dalam golongan orang-orang mati. Orang yang tidak mau mebantu menyelesaikan masalah saudaranya seiman dia adalah orang mati karena tidak ada kebaikan dalam dirinya”.
Subhanallah, nasehat yang amat menyentuh, obat mujarrab bagi masyarakat muslim dalam zaman modern ini yang telah ternodai dengan nilai-nilai materialisme. Nasehat beliau bagaikan tetesan air hujan di masa kemarau panjang yang menumbuhkan kesadaran kita bahwa nilai ukhuwah di atas semua sekat-sekat duniawi. Seringkali setan menggoda kita dengan beribu macam alasan agar tidak peduli dengan keadaaan saudara kita, khususnya alasan klasik: “itu kan kesalahn dia”. “salahnya sendiri” dan ungkapan-ungkapan lainnya yang berasal dari bisikan setan.
Mari kita renungkan sabda Rasulullah:
“Janganlah seorang mukmin membenci wanita mukminah, jika dia membenci salah satu perangainya, niscaya dia akan ridha dengan perangainya yang lain.” (HR. Muslim)
Tidak ada sosok manusia yang sempurna di muka bumi ini, kelemahan seseorang adalah kewajiban bagi kita sesama mukmin untuk menutupunyi agar menjadi bangunan yang kokoh. Bukan mengekspos kelemahan itu karena kelak akan menghancurkan bangunan yang susah payah kita bangun.
Untuk meraih cinta Allah tak cukup hanya dengan kesolehan pribadi kita juga harus menggapainya dengan kesolehan sosial, mari kita renungkan kisah berikut:
seorang lelaki mendatangi Rasulullah Shallallahualaihiwassalam dan berkata,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah ? dan amal apakah yang paling dicintai Allah swt?” Rasulullah Shallallahualaihiwassalam menjawab,”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani, disohihkan syeh Al Bani dalam silsilah sohihah)
MUTIARA ULAMA SALAF
Dalam sejarah kehidupan orang soleh terdahulu terdapat banyak contoh nyata bagi kita dalam membantu saudara seiman menyelesaikan berbagai macam problematika hidupnya. Berikut sebagian sejarah itu:
Abu bakar as shiddiq biasa memerahkan susu bagi penduduk desa, saat beliau diangkat menjadi kholifah seorang wanita berkata: “sekarang beliau tidak akan memerahkan lagi untuk kita” abu bakar berkata: “Tidak, saya berharap jabatan ini tidak akan mengubah perbuatan baik yang biasa aku lakukan sebelumnya”.
Umar bin Khottab biasa membantu beberapa janda mengambilkan air untuk mereka di malam hari. Pada suatu malam Tolhah melihat Umar masuk ke salah satu rumah wanita. Keesokan harinya Tolhah masuk ke rumah tersebut, ternyata di dalamnya ada seorang wanita tua dan buta. Tolhah bertanya: “apa yang dilakukan laki-laki itu tadi malam?”
Wanita itu menjawab: “Dia sudah lama membantu saya, membawakan kebutuhan saya dan mejauhkan kotoran dan penyakit”
Tolhah berkata: “Sungguh engkau telah memberatkan ibumu wahai Tolhah. Apakah engkau hendak mencari-cari kesalahan Umar?”
Abu Wail setiap hari keliling kampung membantu para wanita dan orang-orang lanjut usia, membeli kebutuhan mereka dan keperluannya.
mujahid berkata: “Saya menemani Ibnu Umar dalam sebuah perjalanan untuk membantu beliau tapi ternyata beliau malah lebih banyak membantu saya”.
Hakim bin Hizam selalu sedih atas hari di mana beliau tidak mendapatkan seseorang yang bisa beliau bantu menunaikan keperluannya. Beliau berkata: “Kalau saya memasuki waktu pagi tanpa menemui orang lemah yang bisa kubantu di depan pintu rumaku maka aku sadar kalau itu adalah musibah yang ditimpakan Allah kepadaku. Semoga Allah akan memberikan pahala bagiku di dalamnya”.
=================
(Didik Hariyanto LC)