13 June 2015

Sibuk Bekerja ataukah Ibadah?

Seringkali urusan dunia menjadikan sibuk manusia. Banyak aktivitas yg dilakukan hingga bekerja seharian menjadikan manusia sering mengeluh dan merasa lelah...

Kadangkala mereka merasa iri dengan mereka yang selalu taat beribadah didalam Mesjid. Mereka merasa sulit untuk berlama-lama di rumah Allah itu, bahkan untuk sekedar melakukan shalat wajib berjamaah pun sering tidak sempat.

Bahkan mereka sempat berangan2, "Andai aku bisa seperti mereka, menggunakan waktunya hanya untuk beribadah kepadaNYA. Betapa beruntungnya aku..Bukan hanya sekedar direpoti oleh urusan kerja dan mencari nafkah belaka.."

Ada hadits yang cukup menghibur mereka:
"Suatu ketika Nabi SAW dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat berkomentar:"Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya dijalan Allah.” Rasulullah saw menjawab: “Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia dijalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.”
(Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb).

Sungguh penghargaan yang luar biasa kepada siapa pun yang lelah bekerja mencari nafkah. Islam memandang bahwa usaha mencukupi kebutuhan hidup di dunia juga memiliki dimensi akhirat.Bahkan secara khusus Rasulullah saw memberikan kabar gembira kepada siapa pun yang kelelahan dalam mencari rejeki."Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan mencari rejeki pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni dosanya oleh Allah SWT."

Apakah ada iri yang diperbolehkan? Silahkan membaca yang berikut ini:
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh iri kecuali dalam dua hal; seseorang yang Allah beri Al Qur'an, kemudian ia membacanya sepanjang siang dan malam. Lalu orang yang iri itu berkata 'Kalaulah aku diberi kepandaian seperti orang itu, niscaya kulakukan sepertinya.' Dan seseorang yang diberi harta, lantas dia membelanjakannya dalam haknya (dijalan Allah). Lalu orang yang iri itu berkata, 'Kalaulah aku diberi harta si fulan, niscaya kulakukan seperti yang dilakukannya'."
(No. Hadist: 6974 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Muhammad bin Ismail menceritakan kepada kami. Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Ubadah bin Muslim menceritakan kepada kami, Yunus bin Khabbab menceritakan kepada kami, dari Sa'id AthTha'i Abu Al Bakhtari, ia berkata: Abu Kabsyah Al Annamari menceritakan kepadaku, ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,"Ada tiga macam yang aku bersumpah atasnya. Aku akan memberitahukan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah!". Beliau melanjutkan, "Tidak akan berkurang harta seseorang karena sedekah. Tidaklah seseorang dizhalimi dengan suatu perbuatan zhalim, lalu ia bersabar atas kezhaliman tersebut, malainkan Allah akan menambahkan kemuliaan pada dirinya. Tidaklah seseorang membukakan pintu meminta-minta, melainkan Allah akan membukakan baginya pintu kefakiran — atau dengan redaksi kalimat yang serupa dengan ini —. Aku akan memberitahukan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah!". Beliau melanjutkan, "Sesungguhnya dunia itu untuk empat macam orang, yaitu:
    Seorang hamba yang diberi rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu, lalu ia bertakwa dengannya kepada Rabbnya dan terus menjalin hubungan silaturahim, serta menyadari bahwa ada hak Allah pada rezekinya itu. Ini adalah derajat (kedudukan) yang paling utama.

    Kemudian seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan namun tidak dikaruniai harta. Lalu dengan niat yang benar (tulus) dia berkata, 'Seandainya aku memiliki harta, maka aku akan melakukan amal (kebaikan) seperti amal yang dilakukan oleh si Fulan. Ia akan mendapat ganjaran (pahala) dengan niatnya itu. dan ganjaran keduanya (dirinya dengan si Fulan) sama.
    Kemudian, seorang hamba yang diberikan rezeki berupa harta oleh Allah namun tidak dikaruniai ilmu. Lalu dia membelanjakan hartanya itu tanpa menggunakan ilmu, tidak bertakwa kepada Rabbnya, dan tidak menyambung hubungan silaturahim, serta tidak menyadari bahwa ada hak Allah pada hartanya itu. Maka. orang seperti ini mendapatkan kedudukan (derajat) yang paling buruk.
    Kemudian, seorang hamba yang tidak diberikan rezeki berupa harta dan tidak dikaruniai ilmu oleh Allah. Lalu dia berkata, 'Seandainya aku memiliki harta maka aku akan melakukan amal perbuatan (dosa) seperti si Fulan.' Maka, dengan niatnya ini dia akan mendapatkan dosa, dan dosa keduanya (dirinya dan si Fulan) sama "
Shahih: Ibnu Majah (4228).

Namun, pertanyaannya, sesibuk apakah mereka, sehingga meninggalkan sholat fardlu berjamaah di Masjid? Mencari nafkah untuk bekal supaya bisa "hidup" didunia ataukah untuk mencari kekayaan dan kemewahan dunia? Lebih mengutamakan mencari kemewahan dunia ataukah mencari keridloan Allah? Setidaknya, apakah mereka sempat sholat fardlu berjamaah di Masjid sebagai ibadah minimalnya? Sebab hukum sholat fardlu berjamaah di Masjid menurut sebagian ulama dalah wajib, walau ada yg mengatakan Sunnah Muakkad (yg sangat2 dianjurkan).

Dalam KITAB SHAHIH BUKHARI telah dijelaskan mengenai Wajibnya shalat fardlu dengan berjama'ah:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku ingin memerintahkan seseorang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan seseorang untuk adzan dan aku perintahkan seseorang untuk memimpin orang-orang shalat. Sedangkan aku akan mendatangi orang-orang (yang tidak ikut shalat berjama'ah) lalu aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seseorang di antara kalian mengetahui bahwa ia akan memperoleh daging yang gemuk, atau dua potongan daging yang bagus, pasti mereka akan mengikuti shalat 'Isya berjama'ah." (No.Hadist: 608 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Keterangan:
Dari hadits diatas terlihat ekstrim/radikal, namun sebenarnya hal itu menunjukkan betapa pentingnya mendirikan sholat fardlu berjamaah. Rasulullah sendiri tidak pernah sekalipun melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah bagi yg laki-lakinya tidak sholat fardlu berjamaah di Masjid. Rasulullah SAW selalu sholat fardlu berjamaah di Masjid, demikian pula istri2 beliau. Juga para sahabat yg nyata2 keimanannya kepada Allah SWT.
Ada juga yang berpendapat tidaklah sah sholat fardlu seorang laki-laki yang tidak berjamaah, apabila ia:
1. Bermukim
2. Sehat atau tidak terkena uzhur
3. Tidak bepergian
Berarti hukum sholat fardlu berjamaah oleh sebagian ulama adalah lebih dari sekedar wajib, seperti keterangan diatas.
Hukum Sholat berjamaah oleh Ibn Hajar Al Atsqalani dalam Fathul Bari, adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat2 dianjurkan), namun ada sebagian ulama (mis: ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim) yg mengatakan, tidak sah sholat seorang laki2 jika ia tidak sholat fardlu berjamaah.

Bahkan pernah terjadi, khalifah Umar ra. menyedekahkan kebunnya yg subur dan menyejukkan mata, hanya gara2 kebun yg subur itu, menjadikan beliau ketinggalan sholat Asar berjamaah. Beliau terlalu sibuk mengurusi kebunnya, hingga terlambat sholat Asar berjamaah. Tidak pernah sekalipun para sahabat yg ketinggalan sholat fardlu berjamaah di Masjid. Bahkan hingga beberapa jaman sesudah mereka.
Umar bin Abdul Aziz juga tidak pernah ketinggalan sholat fardlu berjamaah di Masjid.

Berikut sedikit uraian ttg khalifah Umar bin Abdul Aziz:
Khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat sekitar umur 40 thn. Dengan waktu sependek itu, beliau sudah bisa menjadikan rakyatnya makmur. Hingga janda2 dan para yatim sudah tdk mau diberi sedekah lagi, karena sudah tercukupinya mereka. Beliau sangat merasa berat unt menjadi kholifah, hingga beliau hampir pingsan ketika diangkat menjadi khalifah, seraya mengucap, "Innalillahi ...". Beliau meninggalkan gemerlap dunia unt diri dan keluarganya. Dijauhinya kemewahan dunia, dan didekatinya Masjid Allah, sehingga tidak pernah sekalipun beliau ketinggalan Sholat fardlu berjammah di Masjid. Beliau juga sangat memperhatikan rakyatnya. Banyak yg membencinya, yakni dari golongan pejabat yg korup dan zhalim. Hingga akhirnya, pembantu beliau disuap unt meracuninya. Umar bin Abdul Aziz berkata pada pembantunya,"Mengapa kau meracuniku?", dijawab oleh pembantunya, "karena mereka memberiku 1000 dinar unt ini". Umar bin Abdul Aziz berkata lagi," segeralah pergi wahai pembantuku, karena kalau mereka melihatmu yg meracuniku, niscaya mereka akan menghukummu". Lalu pembantu itupun pergi. Betapa mulyanya sifat  Umar bin Abdul Aziz, yg masih punya garis keturunan dng Khalifah Umar bin Khattab ra ...

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam, beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada mesjid (selalu melakukan salat jamaah didalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk berzina), tapi ia mengatakan: Aku takut kepada Allah, seseorang yang memberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya dan seseorang yang berzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya.
(Shahih Muslim No.1712)

Nah, sekarang bagaimana pilihan kita? Mengejar kemewahan dunia ataukah bekerja hanya sekedar untuk hidup didunia, yang intinya menuju negeri Akhirat? Meremehkan/meninggalkan sholat fardlu berjamaah dengan alasan masih bekerja demi profesionalisme? Ataukah hanya ke Masjid saja dengan meninggalkan bekerja mencari Nafkah? Ataukah bekerja mencari nafkah namun minimal tetap menjaga sholat fardlu berjamaah di Masjid? Semua pilihan adalah tergantung Anda, karena hanya Anda yg bertanggung-jawab kelak dihadapan Allah ...
Wa Allahu 'alam ...

Sebagai renungan:

Seringkali orang mengatakan:"Kerjakan hari ini, jangan tunda hingga esok hari, karena belum tentu esok hari kita sempat/hidup".
Seringkali orang memakainya supaya semangat unt bekerja, bekerja lembur tanpa lelah. Namun benarkah demikian?
Perkara dunia itu tidak kekal, dan tidak akan dibawa sbg bekal mati. Sedangkan perkara akhirat, pasti akan dibawa sampai mati. Sehingga, seharusnya mengatakan, "Janganlah menunda2 unt mendirikan sholat, zakat, puasa dan Haji!, karena belum tentu esok hari kita sempat/hidup".

>> Ada yg mengerjakan amal dunia sangat banyak, hingga kepayahan. Mulai pagi, hingga malam hari, bekerja tanpa memperdulikan ibadah. Sholat dilupakan bahkan ditinggalkan, merasa dirinya sudah berbuat baik. Berbuat baik kepada sesama, kepada keluarga, namun meninggalkan ibadah. Kasihan sekali, padahal merasa amal baiknya sangat banyak, hingga menuai kepayahan. Namun akhirnya dicampakkan ke dalam Neraka yg menyala-nyala.
Amal baik yg dikerjakan ketika di dunia namun sia2, hingga akhirnya dicampakkan ke dalam Neraka.

Atau bisa juga bekerja keras didunia namun dicampur dng kemaksiatan dalam memperolehnya. Sogok-menyogok, tipu-menipu, main cewek, zina dsb., hingga merasakan kepayahan di dalam Neraka dng adzab dan kebinasaan. (diringkas dari tafsir ibnu katsir surat al Ghasyiyah).

QS.88. Al Ghaasyiyah ayat 3-4:

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ

3. bekerja keras lagi kepayahan,


تَصْلَىٰ نَاراً حَامِيَةً

4. memasuki api yang sangat panas (neraka),


>> Bagaimana kalau sudah parah dalam mencintai dunia?

Surat Al Quran berikut ini mengemukakan celaan dan ancaman terhadap orang-orang yang bermegah-megahan dengan apa yang diperolehnya dan tidak membelanjakannya di jalan Allah. Mereka lupa dan melupakan segala perintah Allah, dengan bermegah2an mencari kemewahan dunia, mereka meninggalkan sholat, zakat dll, dan terjebak dengan kesombongan karena harta yg melimpah dan keturunan yg baik. Karena itu, mereka pasti diazab dan pasti akan ditanya tentang apa yang dimegah-megahkannya itu.

QS.102. At Takaatsur:
 
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
2. sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), 
4. dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. 
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, 
6. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, 
7. dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin[mata kepala sendiri sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat]. 
8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

=======================
http://tausyiahaditya.blogspot.com

No comments:

Post a Comment