Setelah lama menghilang dari kampung halaman dan sebut saja namanya erwin , saat serwin kembali ke sana, ada cita rasa khusus dan kebahagiaan tersendiri. Erwin terus memutar pandangan meneliti setiap sudut kampung dan wajah setiap orang; generasi tua dan generasi muda. Sungguh banyak.
Setelah lama menghilang, erwin pun rindu ingin berjalan-jalan di jalanan kampung. Di antara gang-gang, erwin menyaksikan bangunan tua dan lorong yang sempit.
Dalam waktu singkat, tidak lebih dari satu jam erwin berjalan- jalan, erwin merasa tidak terlalu lama menghilang. Masa bertahun- tahun habis dalam jalan-jalan singkat. Itu karena erwin tidak melihat bangunan baru kecuali sedikit saja. Sedangkan bangunan tua, rata-rata sudah tampak usang dan bobrok.
Hari berikutnya, kami bersiap-siap untuk shalat jumat di masjid jami’ yang tampak semakin luas dan lebar serta tinggi menjulang.
Erwin pun meluruskan pandangan ke mimbar. dan ingin melihat, apakah yang akan naik adalah imam lama yang dia tinggalkan beberapa tahun lalu, ataukah sudah berubah?
Erwin kaget melihat seorang pemuda tambun dengan jenggot tebal. Dia menghadap jamaah dengan salam penuh percaya diri yang tampak dalam nadanya. Kemudian dia berkhutbah dengan lugas, lancar, dan kuat. Khutbah yang menarik, apalagi suaranya keras dan intonasinya menyentuh.
Setelah selesai shalat, erwin pun penasaran dan segera bertanya kepada orang yang ada di sisiku tentang khatib muda istimewa ini. Orang yang kutanya tertawa, "Apakah kamu tidak mengenalnya? Dia si Fulan," jawabnya.
erwin tidak percaya dan mendongakkan kepala, seolah-olah erwin berkata, "Tidak."
erwin mengira dia akan menyebutkan nama-nama yang erwin kenal, namun kalau si Fulan, dia sendiri selamanya tidak masuk dalam hitungan.
Hari itu juga, erwin berhasrat mengunjungi khatib muda itu di rumahnya. erwin sudah tahu alamat rumahnya. Di tengah jalan, erwin mencoba mengingat kenangan masa lalu, mengenang kejadian yang berhubungan dengan pemuda itu. erwin melihat banyak hal yang aneh.
Kami, sekelompok anak-anak bergegas pergi ke masjid hendak melaksanakan shalat ketika kami mendengar azan. Masjid tidak jauh dari tempat kami bermain. Temanku yang satu ini tidak pernah mau pergi ke masjid, bahkan kadang- kadang dia melontarkan kata-kata menghina kepada kami. Dia lebih memilih tinggal bersama kelompok yang lebih besar untuk melanjutkan permainan. Permainan yang sebagian besar termasuk jenis judi. Saat kami selesai shalat dan kembali ke tempat bermain, kadang-kadang kami mendapati mereka menghina kami.
Saat kunjungan, erwin membolak-balik berkas-berkas memori. Kemudian erwin memaksa dia untuk menceritakan kisah dia mendapat hidayah. Dia lantas bercerita, "erwin meninggalkan sekolah di awal tingkat SMA karena kondisi yang menimperwin. erwin melamar kerja dan uang mengalir di tanganku. erwin semakin bertambah buruk. Hanya saja Allah menghendaki erwin kebaikan, erwin sakit sehingga erwin tidak mampu meninggalkan tempat tidur. Mungkin kalian membenci sesuatu, padahal itu itu yang terbaik untuk kalian [ Kata-kata merujuk pada firman Allah dalam surah al-Baqarah: 216 (Pen.). ]."
"Sudah menjadi watakku sejak kecil, aku sangat takut sakit karena khawatir menjadi penyebab akhir hidupku."
"Saat aku sakit, aku menyadari bahwa teman-temanku yang jahat tidak mau menginjakkan kaki menjengukku. Tidak ada yang menjengukku kecuali dua orang dari mereka dalam tempo yang berjauhan."
"aku berkenalan dengan seorang pemuda yang sering menjenguk sahabatnya yang berada di satu ruang bersamerwin. Kamar ini luas sekali, berisi lebih dari dua puluh ranjang. Pemuda ini tidak pernah melupakanku. Setiap kali dia datang, dia selalu membahagiakanku dengan kebaikan, pertanyaan, dan hadiahnya yang bermacam-macam. Suatu hari, dia memberiku sebuah kaset, dia memaksa agar aku mendengarkannya dengan penuh perhatian. Dia mengatakan hendak bertanya kepadaku mengenai kandungannya, sebab dia sulit memahaminya."
"akun mendengarkan kaset itu dengan seksama. Masya Allah, apa yang menyebabkan kaset ini ada dalam hatiku?"
"Kaset ini berbicara tentang su’ul khatimah (akhir hidup yang buruk), penyebabnya dan kisah-kisah seputar itu. Seluruh tubuhku bergetar. aku menyembunyikan wajahku di balik selimut dan mulai menangis tersedu-sedu. aku kembali mendengarkan kaset itu berkali-kali. Malam itu juga, aku hampir hafal seluruh kalimat yang ada di dalamnya. Keesokan paginya, aku membawa tape recorder ke taman samping. aku tidak tahu berapa lama aku di sana. aku kembali mendengarkan kaset itu. Itu adalah permulaan hidayah datang menjengukku dan kemudian langkah-langkah hidayah datang berkesinambungan di atas jalan yang panjang."
"Setelah sembuh, aku segera memutus hubungan dengan kawan-kawan burukku sebagai langkah pertama yang harus aku tempuh. Kebetulan, kepribadianku lebih kuat daripada mereka. Dengan jelas aku mengumumkan kepada mereka, Terserah kalian, apakah akan berjalan di jalan yang cahayanya tampak kepaderwin atau berpisah dariku dengan cara yang baik?’"
"Karena di daerah kami tidak ada seorang syekh yang bisa aku jadikan rujukan dan dijadikan guru, aku harus berjuang sendiri seraya meminta pertolongan kepada Allah. aku mendengarkan satu kaset sampai hafal per huruf. aku hafal banyak kaset milik beberapa syekh terkenal yang hanya kasetnya saja yang sampai kepada kami. Salah satunya adalah Syekh Abdul Hamid Kasyik. Retorika dan gaya bahasa beliau banyak mempengaruhiku. aku hafal banyak kaset pelajaran milik beliau."
"Suasana negara tidak mendukung adanya perpustakaan Islam. Kaset-kaset itu kami dapatkan dengan susah payah, secara rahasia, jauh dari pantauan orang lain. Begitu juga, judul-judul buku, kami dapatkan dari tangan ke tangan."
"aku membaca buku-buku islami yang ada di tanganku berkali-kali sehingga aku menyimpan semua kitab itu di otakku. Tidak berapa lama, aku menemukan lisanku bisa lancar berbicara dengan baik dan penuh makna yang lahir dari lubuk hati. Pertamanya, aku mulai mengadakan pengajian ilmu-ilmu sederhana. Berapa lama kemudian, selangkah demi selangkah, aku mengadakan pengajian nasihat dan pengarahan. Sedikit demi sedikit. Dengan kemudahan yang dikaruniakan Allah, sekarang aku bisa menjadi seperti yang kamu lihat."
No comments:
Post a Comment