12 June 2013

Balasan yang Berlipat

Pada suatu hari, Fatimah az-Zahra sakit. Sebagai seorang suami, Ali bin Abi Thalib menawari ma­kanan kesukaannya. "Wahai Fatimah, makanan apa­kah yang paling engkau inginkan saat ini?" tanya Ali kepada sang istri. Sebenarnya, Ali saat itu tidak mempunyai uang barang sedikit pun. Tetapi, demi cintanya pada Fatimah, maka dia akan berusaha untuk memenuhinya. "Tidak ada makanan yang aku inginkan saat ini selain buah delima!" jawab Fatimah az-Zahra.

"Baiklah, aku akan ke pasar!" kata Ali. Dia pun segera pergi ke pasar. Sesampainya di sana, dia menceritakan tentang kesulitannya. Salah seorang penjual itu mengutanginya buah delima satu buah saja. Itulah Ali, dia hanya berutang bila sangat perlu sekali, selain itu hanya secukupnya saja.

Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, dia pun pulang. Kali ini, dia melewati jalan yang berbeda dari berangkat tadi. Tetapi, di tengah per­jalanan, dia bertemu dengan orang tua yang ter­geletak di tepi jalan. Keadaannya sangat parah. Dia tidak mampu berdiri. Merasa kasihan, maka Ali pun menghampirinya.

"Wahai Kakek, apakah yang engkau rasakan? Apakah engkau kelaparan?" tanya Ali bin Abi Thalib.

"Wahai Ali, sudah lima hari aku tergeletak di sini dan tidak ada seorang pun yang menyapaku."

"Apa yang engkau inginkan, Kek?"

"Sungguh, saat ini tiada yang aku inginkan selain makan buah delima!"

Ali kaget mendengar kata sang kakek. Dia me­mang mempunyai buah delima. Tetapi sayang, jumlahnya hanya satu. Kalau buah itu dia berikan kepada lelaki tua itu, maka Fatimah pasti akan kecewa. Sebaliknya, kalau buah itu dia bawa pulang untuk Fatimah, lalu bagaimana dengan orang tua ini?

Akhirnya, Ali pun mempunyai sebuah ide. Dia membelah buah delima itu menjadi dua bagian. Satu bagian dia berikan untuk orang tua itu, lalu satu bagian yang lain akan dia bawa pulang untuk istrinya.

Setelah lelaki tua itu menerima buah delima, dia pun segera memakannya dengan lahap. Dan ajaib, dia langsung sembuh seperti tidak pernah sakit sebelumnya. Begitu pula dengan Fatimah, yang saat itu berada di rumah menanti suaminya, telah disem­buhkan oleh Allah sebelum dia makan buah delima itu. Mungkin itulah hikmah dari seorang yang suka berbagi.

Setelah memastikan keadaan orang tua itu baik-baik saja, maka Ali pun segera pulang. Sesampainya di rumah, dia menceritakan kejadian saat di pasar kepada istrinya. Mengapa saat itu dia pulang hanya membawa se­paruh dari buah delima itu.

"Segala puji bagi Allah, wahai Ali. Ketahuilah bahwa ketika kamu memberikan de­lima itu kepada orang tua itu, tiba-tiba saja keinginanku untuk makan buah itu lenyap.

Jadi, engkau tidak usah ber­sedih," kata Fatimah sambil menenangkan suaminya.

Di saat mereka sedang asyik bercengkerama, dari luar terdengar suara orang yang mengetuk pintu. "Siapa itu?" tanya Ali.

"Aku Salman al-Farisi!" kata Salman dari balik pintu.

Mendengar suara Salman, maka Ali pun segera membukakan pintu. Di luar terlihat Salman datang sambil membawa sebuah nampan yang tertutup sapu tangan. Sang tamu memberikan oleh-oleh itu kepada Ali.

"Dari manakah nampan itu?" tanya Ali saat me­lihat oleh-oleh yang dibawa Salman.

"Dari Allah kepada Rasulullah. Lalu, dari Rasulullah untukmu, wahai Ali!"

Ali mengangguk sambil berusaha membuka tutup nampan itu. Subbanallah! Di sana dia melihat buah delima yang ranum berjumlah sembilan buah. "Wahai Salman, kalau benar itu dari Allah untuk Rasulullah, lalu dari Rasul Allah untukku seharusnya berjumlah sepuluh, bukan sembilan. Bukankah Allah telah berfirman bahwa "Barang siapa berbuat kebaikan, maka Allah pasti akan mengganti sepuluh kali lipat. "

Mendengar teguran Ali, Salman pun tertawa sambil mengeluarkan satu buah delima dari ba­lik bajunya. "Engkau benar, wahai Ali. Aku memang sengaja mengujimu," buah delima itu pun digabungkannya dengan yang sembilan tadi. Jadi, semuanya berjumlah sepuluh. Begitulah. Sungguh Allah akan mengganti apa-apa yang kita keluarkan di jalan-Nya dengan sesuatu yang lebih baik dan berlipat-lipat.

No comments:

Post a Comment