Misslaini betul-betul hancur-hancuran pada tahun 2005. Usaha keluarga yang digelutinya merugi, bahkan nyaris ambruk. Wanita kelahiran Lampung 16 Mei 1971 yang biasa disapa Missi ini tak tahu harus berbuat apa.
Suaminya, seorang pejabat di sebuah Badan Usaha Milik Negara yang "gemuk," memang berpunya. Namun mengadu pada suaminya pun ia tak tega. "Gajinya saya habiskan untuk hal-hal yang tak berguna," akunya.
la mengurai gaya hidupnya saat itu. "Saya terlalu cinta dunia. Shalat tidak tepat waktu, jangankan yang sunah, yang wajib saja saya tinggalkan," ujar Missi yang sebelum menikah dengan Asep Saefudin bekerja di sebuah perusahaan multinasional bidang tekhnologi informasi.
la berharap kehidupannya akan lebih tenang setelah pulang berhaji tahun 2002. Namun, harapan menjadi haji mabrur tinggal harapan, karena ia lupa mengontrol dirinya. "Saya kembali ke kehidupan lama dan pengeluaran makin tak terkontrol."
Ketika sudah mentok dan tidak punya apa-apa, sementara gaji suami dihabiskan untuk hal-hal yang tak berguna, Misi meminta dibuatkan usaha kepada suami. "Saya berdalih agar hidup ini lebih berguna. Namun saya juga belum tahu mau usaha apa," ujarnya.
Pencerahan datang padanya tanpa diduga-duga. Sesudah berdiskusi dengan sang suami, iseng-iseng ia menonton televisi. Saat itu, Yusuf Mansur, ustadz yang menggiatkan sedekah itu, tengah berceramah di sebuah stasiun televisi. Tema ceramahnya, tentang keutamaan sedekah. "Saya sungguh tersentuh," ujarnya.
Tak mau membuang waktu, ia mencari nomor kontak Yusuf Mansur. "Saya disuruh datang ke pondoknya," tuturnya.
Begitu tiba di Pesantren Daarul Quran Wisata Hati yang terletak di Kampung Bulaksantri, Cipondoh, Tangerang, Ban ten dan mendengarkan ceramah Ustadz Yusuf Mansur, Misi pun mulai tersadarkan. "Yang saya ingat dari ceramahnya Ustadz Yusuf Mansur adalah sedekah dapat menyelesaikan segala macam masalah bahkan menyembuhkan penyakit hati. Mendengar itu rasanya hati saya seperti terbakar, panas hati ini," papar Misi yang sejak setahun lalu menjadi donatur PPPA (Program Pembibitan Penghafal Al-Quran) Daarul Quran Wisa¬ta Hati Tangerang.
Tekadnya sudah bulat untuk bersedekah. Saat itu di dompetnya ada uang Rp 500 ribu. Sang suami mulanya ragu, bagaimana mungkin bersedekah ke Ustadz Yusuf Mansur yang begitu populer hanya Rp 500 ribu. Itu pun belum digunakan untuk biaya bensin, bayar tol dan makan keluarganya di perjalanan. "Tekad saya sudah kuat. Saya bilang, ’Walaupun sedekah Rp 50 ribu asal dengan niat ikhlas, insya Alloh akan besar manfaatnya."
Begitu tiba di pondok, ia langsung mengisi formulir PPPA; Rp 300 ribu diniatkannya untuk sedekah. Sang suami mengomentari, ’Kalau dikasih semua, nanti kita pulang tidak punya apa-apa.’ Namun Missi yakin, Alloh Maha Segala-galanya.
Sampai di rumah, ia merasakan ketenangan yang luar biasa, yang tak pernah dijumpainya sebelumnya. la bertekad un¬tuk menebus kesalahan di masa lalu dengan beribadah kepada Alloh. la bertobat nasuha, dan mengikrarkan bahwa hidupnya harus lebih berguna dan bermanfaat untuk orang lain.
Dan, tak perlu menunggu hari berganti untuk menyaksikan keutamaan sedekah yang ikhlas yang telah dilakukannya. Saat ia tengah berderai-derai dalam doa, telepon berdering dan sang suami mendapatkan proyek yang sebelumnya beberapa kali gagal. Bahkan, sebelum barang dikirimkan, rekanan suaminya sudah mentransfer seluruh uang pembelian.
la dan suaminya kembali bersujud syukur. "Kini, saya datang dengan penuh keimanan, menjalankan sunahnya. Padahal saya sudah tidak minta apa-apa sama Alloh."
la meyakini, sedekah dan ibadah yang ikhlas membuka jalan usaha keluarganya. "Kalau hari ini saya dan keluarga makan Rp 100 ribu dan saya harus bersedekah sama dengan apa yang saya makan," ia berteori. la mengutip filosofi yang sangat indah dari sang suami yang turut berbahagia dengan perubahan dirinya,
"Sedekah dapat mengubah gaya hidup yang tadinya cinta dunia menjadi cinta akhirat."
(Misslaini, Lampung)