Saat ini banyak lelaki yang mengatakan betapa susahnya mencari
pasangan hidup yang sesuai dengan kriteria syariat. Apalagi di kota-kota
besar di mana pergaulan anak-anak perempuan begitu bebas. Belum lagi
pengaruh budaya impor dari Barat yang masuk melalui telivisi yang
kemudian ditiru menjadi gaya hidup. Zaman sekarang, untuk mencari
pasangan memang harus hati-hati.
Laki-laki bila ditanya kriteria apa yang diinginkan untuk calon
istrinya, yang pertama dijawab pasti wanita yang keibuan. Artinya wanita
itu punya sifat lembut, penuh kasih sayang, cinta kepada anak kecil dan
punya sifat perhatian.
Nah, kenyataannya pada masa sekarang, telah jarang wanita punya sifat
keibuan. Yang jadi fenomena saat ini adalah para wanita muda senang
hura-hura, mengidolakan artis-artis sinetron yang jelas-jelas punya
prilaku bebas, matre/ materialistis (cinta harta), malas dan boros. Dan
yang lebih parah lagi yaitu mereka tidak mengerti agama.
Kepada ALLAH ia jauh, sedang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mereka tidak kenal. Dengan orang tua tak ada hormatnya, bahkan
senang menghujat orang tua temannya (yang maksudnya mungkin baginya
hanya saling canda, tetapi karena panduannya sinetron maka candanya itu
mengumpat orang tua temannya). Padahal itu termasuk dosa besar. Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مِنْ
الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَهَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا
الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Di antara dosa besar adalah seorang
laki-laki mencela kedua orang tuanya.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, ‘Apakah (mungkin) seorang laki-laki mencela orang tuanya? ‘
Beliau menjawab: “Ya. Dia mencela bapak seseorang lalu orang tersebut
(membalas) mencela bapaknya, lalu dia mencela ibunya, lalu orang
tersebut (membalas) mencela ibunya.” (Hadits muttafaq ‘alaih, disepakati
shahihnya oleh Al-Bukhari dan Muslim).
Dan satu lagi fenomena rusaknya wanita muda sekarang, yaitu sangat
percaya diri yang sangat kuat dan dihinggapi pula apa yang disebut
narsis sehingga mengakibatkan hilangnya rasa tawadhu’, apalagi rasa
takut kepada ALLAH, itu hal yang tak mereka fikirkan.
Dikhabarkan, semakin mendekati qiyamat, jumlah wanita lebih banyak
dari laki-laki. Dalam kenyataan, meskipun wanita itu banyak, tetapi
laki-laki tetap susah untuk memilih wanita sebagai pendamping hidupnya.
Lain hal dengan laki-laki yang asal pilih. Asal senang sama senang sudah
jadi. Yang begini tentu saja akan mudah didapat.
Ketika si wanita telah menjadi istri, ia tidak paham bagaimana
mendekatkan diri kepada ALLAH SWT. Ia tidak tahu kewajiban untuk
beribadah kepada Robb nya, karena selama menjadi remaja, ia hanya
hura-hura. Ia pun tidak paham bagaimana bakti kepada suami. Karena
selama ramaja panduan pendidikannya adalah artis-artis sinetron, yang
diantaranya mengajarkan seorang istri melawan suami, seorang istri tidak
tunduk kepada suami, dan digambarkan bagaimana cara menentang suami
agar suami takut dengan istri.
Fenomena rusaknya wanita masa kini yang jauh dari kriteria wanita
yang keibuan telah merasuki hampir seluruh wanita-wanita muda yang akan
menjadi ibu rumah tangga. Padahal untuk memasuki dunia rumah tangga ada
kewajiban yang besar yang mau tidak mau harus diikuti yaitu bakti kepada
suami.
Hidup adalah untuk ibadah kepada sang pencipta, ALLAH SWT. Salah satu
ibadah seorang istri yakni mematuhi aturan Allah dan Rasul-Nya adalah
berbakti kepada suami.
Janganlah diikuti fenomena yang sekarang sedang melanda para wanita.
Ikuti apa yang telah diajarkan agama. Karena biar bagaimanpun wanita
dituntut untuk punya sifat keibuan dalam perannya sebagai istri. Wanita
dituntut untuk taat kepada ALLAH SWT dan bakti kepada suaminya.
Bila perannya sebagai istri tetapi prilakunya masih mengikuti
fenomena yang melanda para wanita muda masa kini, prilakunya mengikuti
sinetron-sinetron maka tak akan ada kata tenteram dalam rumah tangganya
dan tunggulah saat kehancuran diri dan keluarganya, serta tak akan ada
jaminan selamatnya seorang ibu rumah tangga kelak di akhirat. Maka
satu-satunya jalan menuju ketenteraman jiwa dan ketenteraman keluarga
adalah bakti kepada suami setelah bakti kepada Allah Ta’ala. Ikuti
peraturan agama. Selalu belajar sabar untuk menjalani peran sebagai
istri dengan sederet kewajiban yang harus ditaati.
Perlu disadari Ridho ALLAH berkaitan pula dengan hubungan isteri
terhadap suami. Sebaliknya, kemarahan suami dapat mengakibatkan
datangnya laknat bagi isteri. Contohnya adalah apa yang disabdakan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا بَاتَتْ الْمَرْأَةُ
هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabdda: “Apabila seorang wanita bermalam sementara ia tidak memenuhi
ajakan suaminya di tempat tidur, maka Malaikat melaknatnya hingga pagi.”
(HR Al-Bukhari dan Muslim).
Ini menunjukkan haramnya isteri menolak ajakan suami di tempat tidur
tanpa halangan syar’i dan tidak karena haidh (ketika haidh pun suami
masih punya hak untuk bersenang-senang dengan isteri di luar kain).
Hadits ini artinya, laknat akan terus menerus atas isteri sehingga ia
tidak lagi maksiat (dengan penolakannya itu) karena telah terbitnya
fajar atau dengan bertaubatnya atau kembali ke tempat tidur suaminya.
Sebaliknya, suami juga tidak boleh dhalim kepada isteri. Sehingga
lelaki yang terpuji adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap
keluarganya yakni terutama kepada isteri.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ
لِأَهْلِهِ وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوهُ
Dari ‘Aisyah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang baik kepada keluarganya,
apabila sahabat kalian meninggal, maka biarkanlah (jangan
mengungkit-ungkit kejelekannya).” (HR Ad-Darimi).
Ketika isteri berbakti kepada suami, sedang suami adalah orang yang
baik kepada isterinya, maka di situlah terjalin rumah tangga yang
harmonis dalam ridho Allah, insya Allah. Dan itulah yang disebut
keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, keluarga yang tenteram, diliputi
cinta dan kasih sayang. Itu semua hanya dapat diperoleh dengan jalan
mengikuti petunjuk Allah Ta’ala yang telah dibawa oleh Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa salam. Oleh karena itu dalam hadits, wanita yang
direkomendasikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
diperisteri adalah yang baik agamanya. Bila tidak, maka celaka.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعٍ
لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ
الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَز أخرجه البخاري، ومسلم ، وأبو داود، والنسائي.
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
berkata: “Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu: karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan karena agamannya. Carilah yang memiliki
agama yang baik, maka engkau akan beruntung.” (HR Al-Bukhari, Muslim,
Abu Daud, dan An-Nasaai).
Sebagaimana agama (Islam) itu hanya untuk kemaslahatan di dunia dan
akherat, maka ketika orang memiliki ilmu agama dan mengamalkannya dengan
baik, di situlah maslahat yang besar bagi pelakunya, baik di dunia
maupun di akherat. Demikian pula dalam berumah tangga. Maka rumah tangga
yang diharapkan berisi isteri yang berbakti kepada suami dan suami yang
baik terhadap isteri dan keluarganya tidak lain hanya ada pada
orang-orang yang mengerti agama dan mentaatinya.
Oleh karena itu bagi wanita yang sudah berkeluarga, handaknya tidak
henti-hentinya menimba ilmu agama dan mengamalkannya agar mampu berbakti
kepada Allah dan juga kepada suami serta bertanggung jawab terhadap apa
yang menjadi amanahnya. Sedangkan wanita yang belum atau tidak bersuami
pun demikian pula, karena mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya itu
bukan hanya untuk ketika adanya suami. Berbakti kepada Allah itu wajib,
kewajiban nomor satu, dan itu wajib pula dilandasi dengan ilmu. Maka
bagaimanapun, mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya itu tetap
dituntut dalam hidup ini.
Dan berbahagialah para wanita yang mampu menjalankan ini. Sehingga
mampu berbakti kepada Allah, masih pula berbakti kepada suami.
Seberapa kadar berbakti kepada suami itupun perlu dipelajari dari
petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menegaskan:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ
لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا
جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ ».
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada
seseorang, niscaya aku perintahkan para wanita agar bersujud kepada
suami-suami mereka, karena hak yang telah Allah berikan atas mereka.”
(HR Abu Daud, dishahikan Al-Albani dalam Shahih Abi Daud nomor 1873).
Itulah petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apabila isteri mematuhi agamanya (Islam) dan taat kepada suaminya
(mengenai hal-hal yang tidak dilarang Allah dan Rasul-Nya) maka diberi
khabar gembira sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا
وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ
أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ (ابن حبان عن أبى هريرة . أحمد عن عبد الرحمن
بن عوف . البزار عن أنس)
Dari Abdurrahman bin Auf berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima
waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta’at kepada
suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; ‘Masuklah kamu ke dalam
syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan’.” (HR Ahmad, Ibnu
Hibban, dan Al-Bazzar, menurut Al-Albani hasan lighairih).
Khabar gembira dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu hendaknya
diperhatikan dan ditaati oleh setiap wanita Muslimah, agar berbahagia di
dalam berumah tangga atau hidup di dunia ini, dan juga bahagia di
akherat kelak.
================
(Dari buku Lifestyle Wanita Muslimah, Meluruskan Gaya Hidup Semu, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta)