Seorang bocah duduk di kelas tiga sekolah dasar. Di salah satu mata pelajaran, sang guru berbicara tentang shalat subuh. Dia berbicara dengan gaya bahasa yang menyentuh hati anak- anak didiknya. Dia juga berbicara tentang keutamaan dan pentingnya shalat subuh.
Bocah kecil ini mendengarkannya dan tersentuh dengan pembicaraan sang guru. Bocah ini tidak pernah shalat subuh, begitu juga keluarganya.
Saat pulang ke rumah, dia berpikir bagaimana caranya dia bangun untuk shalat besok harinya. Dia tidak menemukan jalan keluar kecuali begadang sepanjang malam sampai azan shalat berkumandang. Dia benar-benar melaksanakan idenya dan saat mendengar azan, dia segera bertolak untuk menunaikan shalat. namun muncul masalah. Masjid jauh dan dia tidak bisa pergi sendirian. Lalu sang bocah menangis dan duduk di belakang pintu.
Tiba-tiba dia mendengar bunyi sepatu dijalan. Dia membuka pintu dan segera keluar. Ternyata seorang tua sedang berjalan menuju masjid. Sang bocah memandang kakek tua itu. cLa mengenalnya. Dia adalah kakek temannya, Ahmad, anak tetangga. Dengan tenang dan sembunyi-sembunyi, sang bocah membuntuti sang kakek sehingga sang kakek tidak merasakan kehadirannya dan memberitahu keluarganya. Dia takut kena hukuman oleh keluarganya.
Kondisinya terus seperti ini, tapi umur manusia terbatas, Kakek Ahmad meninggal. Ketika sang bocah mengetahuinya, dia bingung dan menangis keras. Kedua orang tuanya merasa heran melihat tangis sang anak.
"Nak, kenapa kamu menangisinya seperti ini? Dia tidak seusia denganmu untuk kamu ajak bermain dan dia juga bukan kerabatmu sehingga kamu merasa kehilangan," tanya sang ayah.
Sang bocah menatap ayahnya dengan mata berlinang dan tatapan sedih, "Aku kehilangan dia bukan karena itu. Juga bukan karena seperti yang Ayah katakan," jawab sang bocah.
Sang ayah semakin merasa heran, "Terus karena apa?"
"Karena shalat."
Kemudian sang bocah melanjutkan bicaranya sambil menelan air matanya, "Ayah, kenapa kamu tidak shalat subuh? Kenapa kamu tidak seperti kakek itu dan orang-orang yang aku lihat."
"Di mana kamu melihat mereka?" Tanya sang ayah.
"Di masjid."
"Bagaimana mungkin?" Tanya sang ayah heran.
Lalu sang bocah menceritakan kisahnya kepada sang ayah. Sang ayah pun tersentuh dengan cerita anaknya. Kulitnya bergetar dan air matanya hampir tumpah. Lalu dia memeluk anaknya.
Sejak saat itu, dia tidak pernah meninggalkan satu shalat pun di masjid.
Selamat untuk sang ayah, selamat untuk sang bocah, dan selamat untuk sang guru.
Sumber : Kisah Kisah Penggugah Jiwa
Karya : Abdurrahman Bakar
No comments:
Post a Comment