Susah?
Iya susah. Jujur saja.
Hidup di masa sekarang terasa susahnya. Bagi yang 
tak mau mengakui susah, mungkin saja memang tak merasa susah; atau tak 
mengalami susah.
Susah bagi orang yang berusaha konsisten dengan nilai-nilai agamanya. Apakah dia muslim, kristen atau yahudi.
Orang Yahudi sedemikian merasa susahnya hidup 
sampai-sampai merasa perlu selalu mengingat-ingat terus menerus ”tragedi
 etnik Yahudi” di Perang Dunia Kedua. Museum peringatannya dibangun 
diberbagai negeri bahkan lintas benua. Dalam museum tersebut 
dipamerkanlah ”kesengsaraan” mereka di masa itu, konon. If you believe 
it.
Orang kristen juga mengalami susah, sebagaimana 
yang dialami komunitas kristen di Amerika. Mereka yang masih ingin 
mempertahankan nilai-nilai kristiani  harus menempuh jalan Homeschooling
 bagi generasi penerus mereka. Jika mereka membiarkan anak-anak mereka 
sekolah di sekolah umum maka anak-anak akan diajarkan Yoga, Semedi, 
bertoleransi dengan Gay dan Lesbian, membolehkan aborsi bebas, 
dan…anak-anak mereka tidak akan menghargai orangtuanya lagi.
Para pendeta di negeri-negeri barat susah payah 
mempertahankan jumlah jemaatnya, tanpa hasil yang berarti, akhirnya 
harus merelakan gerejanya dijual untuk kemudian dialih –fungsikan 
sebagai gedung biasa.
Lain lagi muslim.
Bagi mereka yang hidup di negara mayoritas muslim, 
mereka disusahkan dengan maraknya berbagai aliran ”baru” (baca: sesat/ 
bid’ah) di tengah-tengah komunitas muslim. Berbagai aliran inipun getol 
mencari pembelaan dan dukungan dari beberapa tokoh penting elit negeri 
ini sehingga ”fatwa-fatwa” para politisi-pun bergema 
dikoran-koran lebih kencang dari dalil Al Qur’an dan Hadits. Bagi yang 
awam dengan dalil rujukan, maka kebingungan sudah pasti menyerbu.
Masih ada lagi kesusahan gara-gara ulah entah siapa
 yang dengan manisnya menyebar bom-bom (baca kaliber petasan) dalam buku
 kepada sejumlah tokoh anti Islam, sehingga kemudian lagi-lagi ”dendang 
tentang terorisme” kembali dinyanyikan media massa.
Bagaikan hantu jin dedemit entah turunan mana, 
”teroris” dikabarkan bergentayangan di seantero kota. Siapa sih teroris?
 Nah ini susahnya, selalu ada nyanyiannya, namun kemudian 
penyelesaiannya cukup dengan dar-der-dor, habislah sudah tanpa bisa 
menjawab lagi.
Masih ditambah lagi dengan kemudian label ini 
dengan mudah ditempelkan ke mana saja. Kelompok A itu teroris, si B itu 
teroris, ustad anu  teroris…
Kabur, samar, kacau…. tidak ada kejelasan ayat-ayat
 atau hadits rujukan kecuali berbagai teori dari para pakar yang 
kadang-kadang muncul bagaikan dalang penutur di pagelaran wayang. Jika 
anda mendengarkan para pakar teroris sedang diwawancarai oleh media 
elektronik, anda akan tercengang dengan betapa banyaknya yang mereka 
ketahui tentang para teroris tersebut, sampai ke relung-relung hati para
 teroris itu dapat di terangkan dengan gamblang oleh si pakar. ”Si A 
ini semula direkrut oleh si X, kemudian ada konflik antar mereka 
kemudian si A malah bergabung dengan Y yang lebih bergaris keras”. ”Si Z ini menjadi aktor bom bunuh diri karena kecewa dengan kehidupan dalam keluarganya, ayahnya dipenjara, dst, dst”.
Siapa yang tidak merasa susah hidup di dunia? Bukankah dunia memang sudah dijanjikan sebagai ”daarul ibtila” yakni  berarti ’kampung/ negeri ujian’.
Terlebih lagi bagi kita manusia ummat Muhammad SAW ynga hidup di Akhir Zaman.
Simaklah keterangan dari Nabi Muhammad Saw dalam Hadits berikut:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ أَنْبَأَنَا إِسْمَاعِيلُ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
: Telah menceritakan kepada kami Sulaiman telah memberitakan kepada 
kami Isma’il telah mengabarkan kepadaku Al ‘Ala` dari bapaknya dari Abu 
Hurairah berkata; Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 “Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti sepenggalan 
malam yang gelap gulita, seorang laki-laki diwaktu pagi mukmin dan 
diwaktu sore telah kafir, dan diwaktu sore beriman dan pagi menjadi 
kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (AHMAD – 8493)
Nah inilah hadits yang memberitakan situasi yang 
sangat mengkhawatirkan di Akhir Zaman. Sebagaimana seorang Ustadz selalu
 menyebut-nyebut ketika menerangkan Hadits ini: Nabi SAW ketika 
mengeluarkan hadits ini tidak mengatakan seseorang pagi berbuat baik 
kemudian sore berbuat dosa; yang jika demikian orang tersebut masih ada 
imannya. Namun Beliau Saw mengatakan seseorang akan pagi beriman dan 
sore hari kafir yang berarti keimanannya hilang.
Kehilangan iman merupakan kerugian dan musbah 
terbesar sepanjang hidup dan matinya seseorang, yang berakibat buruknya 
nasib orang tersebut selama-lamanya di Akhirat. Semoga kita tidak 
bernasib demikian.
Hadits tersebut memberikan penegasan ancaman atau 
tantangan besar yang pasti akan selalu kita jumpai dalam kehidupan 
sehari-hari.
Dewasa ini segala nilai agama sudah dibolak-balikkan sedemikian rupa sehingga seseorang tak lagi merasa perlu akan agama.
Baru-baru
 ini kami berkesempatan berjumpa dengan seorang yahudi yang lolos dari 
peristiwa holocaust. Setelah panjang lebar beliau menceritakan kembali 
pengalaman buruknya di masa itu, kami memberanikan diri bertanya apakah 
yang mendorong dia untuk tetap bertahan hidup setelah siksaan dan 
penderitaan luar biasa yang dialaminya? Dia menjawab: well, life has to 
go on…hidup harus berjalan terus, kemudin aku mencoba pergi jauh-jauh 
dari sana dan memulai hidup baru di sini. Kemudian kami bertanya lagi: 
apakah Tuhan menjadi motivasi anda bertahan hidup? Apakah anda percaya 
Tuhan?
Jawaban kakek tua berusia 93 th tersebut sangat 
mengejutkan kami: Tidak! Saya tidak percaya Tuhan, sebab jika Dia memang
 ada maka seharusnya semua kekejaman tersebut tak perlu terjadi!
Menyedihkan! Itulah gambaran seseorang yang sudah 
berputus –asa dari Rahmat Allah, padahal bangsanya selama ini mengaku 
sebagai bangsa pilihan Tuhan, sebagai bangsa unggul yang berhak mewarisi
 bumi, ternyata setelah mengalami ujian dunia ,yang betapapun beratnya 
tetap saja bersifat fana dan pasti akan berakhir, ternyata ia malah 
membuang imannya dan menggantikan dengan kepemimpinan otaknya. Bangsa 
yang satu ini memang sangat mengagungkan kecerdasan otak dan bergantung 
pada itu. Semoga Allah Memberi Petunjuk pada kakek tersebut sebelum 
kematiannya, karena itu lebih baik baginya.
Itulah gambaran sekelumit contoh tentang kesusahan 
hidup di dunia, di mana sejak kehidupan sehari-hari kita sudah dikepung 
dengan berbagai kesulitan ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, namun 
kesusahan dan kesulitan juga sampai pada kesulitan mempertahankan iman 
karena cobaan hidup di dunia. Semoga kita dan keluarga terhindar dari 
fitnah-fitnah yang berbahaya. Terhindar dari fitnah dunia, fitnah 
kehidupan dan kematian, fitnah kubur dan fitnah almasihuddajjal. Amin ya
 Rabbal ’alamin.
================
Siti Aisyah Nurmi  - eramuslim.com
No comments:
Post a Comment