Terkadang kita menjumpai ada yang begitu mudah menyalahkan dan menjustice kesalahan, padahal orang tersebut sejatinya adalah mempunyai banyak kebaikan. Semua kebaikan itu seolah sirna dan yang ada hanyalah keburukannya saja. Ada pepatah yang sangat lama populer : “Nila setitik merusak susu satu belanga” atau “Kemarau satu tahun dihapus oleh hujan satu hari”. Maksud dari pepatah ini adalah sindiran bukan pembenaran dari sikap melupakan kebaikan.
Di era keterbukaan informasi dan media seperti hari ini sering terjadi, banyak yang sejatinya tidak baik tapi karena yang selalu diinformasikan dan diberitakan kebaikannya, maka seolah ia memiliki sejuta kebaikan, dan banyak yang sejatinya baik tapi karena yang selalu diinformasikan dan diberitakan ketidak kebaikannya, maka seolah ia memiliki sejuta kejelekan. Ini adalah sebuah pemandangan paranoid yang sering kita jumpai, fakta yang seringkali gelap karena sebuah bayangan.
Tapi, marilah kita sejenak melihat bagaimana Islam memandang hal ini, sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
“Tidak ada seorang pun yang selamat dari kesalahan, dan tidaklah sepatutnya (kita) melenyapkan kebaikan-kebaikan seseorang karena suatu kesalahan. Sebagaimana halnya air, apabila telah mencapai dua kulah, maka air itu tidaklah mengandung kotoran.” (ini lafazh riwayat hadits Ad Darimi, 737-738; ad Daruquthni, I21-22.)
Yang dimaksud air dua kulah adalah jumlahnya berkisar 216 liter. Air tersebut menjadi air mutlak (air suci dan bisa digunakan untuk mensucikan sesuatu) dan tidak musta’mal (air bekas bersuci dan tidak bisa mensucikan sesuatu), bila ukurannya minimal dua kulah. Bila bercampur najis dan tidak merubah salah satu dari tiga unsurnya (warna bau dan rasa), maka air tersebut bersih dari najis.
Ini adalah pandangan bagaimana Islam memandang proporsional dua kutub antara kebaikan dan kekurangan orang lain. Jika faktanya adalah kebaikan atau ketaqwaannya masih lebih banyak dari keburukannya dan tidak merusak amal kebaikannya. Keburukan yang bukan menjadi karakter pribadi maka sesungguhnya ia adalah orang baik. Karena kebaikan itu menghapus dosa dan dan kesalahan.
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud:114).
Kalau kita melihat sisi kehidupan para sahabat nabi SAW, benar mereka adalah manusia luar biasa yang terlahir di bumi. Namun mereka adalah manusia bukan malaikat, yang pasti tidak luput kesalahan dan dosa. Zubair bin Awwam yang menceraikan Asma binti Abu Bakar, adalah satu contoh bahwa mereka adalah manusiawi juga, tapi keimanan mereka amal-amalnya, ketaqwaannya, karya-karyanya adalah jauh sangat besar jika dibandingkan dengan satu keburukannya.
Karena kita adalah kumpulan manusia dan bukan kumpulan malaikat, maka sisipkanlah kacamata air dua kulah untuk melihat kesalahan saudaranya.
Wallahu A’lam bishshawab
==================
Oleh : Imam Rohani, ST. MT
Di era keterbukaan informasi dan media seperti hari ini sering terjadi, banyak yang sejatinya tidak baik tapi karena yang selalu diinformasikan dan diberitakan kebaikannya, maka seolah ia memiliki sejuta kebaikan, dan banyak yang sejatinya baik tapi karena yang selalu diinformasikan dan diberitakan ketidak kebaikannya, maka seolah ia memiliki sejuta kejelekan. Ini adalah sebuah pemandangan paranoid yang sering kita jumpai, fakta yang seringkali gelap karena sebuah bayangan.
Tapi, marilah kita sejenak melihat bagaimana Islam memandang hal ini, sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
“Tidak ada seorang pun yang selamat dari kesalahan, dan tidaklah sepatutnya (kita) melenyapkan kebaikan-kebaikan seseorang karena suatu kesalahan. Sebagaimana halnya air, apabila telah mencapai dua kulah, maka air itu tidaklah mengandung kotoran.” (ini lafazh riwayat hadits Ad Darimi, 737-738; ad Daruquthni, I21-22.)
Yang dimaksud air dua kulah adalah jumlahnya berkisar 216 liter. Air tersebut menjadi air mutlak (air suci dan bisa digunakan untuk mensucikan sesuatu) dan tidak musta’mal (air bekas bersuci dan tidak bisa mensucikan sesuatu), bila ukurannya minimal dua kulah. Bila bercampur najis dan tidak merubah salah satu dari tiga unsurnya (warna bau dan rasa), maka air tersebut bersih dari najis.
Ini adalah pandangan bagaimana Islam memandang proporsional dua kutub antara kebaikan dan kekurangan orang lain. Jika faktanya adalah kebaikan atau ketaqwaannya masih lebih banyak dari keburukannya dan tidak merusak amal kebaikannya. Keburukan yang bukan menjadi karakter pribadi maka sesungguhnya ia adalah orang baik. Karena kebaikan itu menghapus dosa dan dan kesalahan.
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud:114).
Kalau kita melihat sisi kehidupan para sahabat nabi SAW, benar mereka adalah manusia luar biasa yang terlahir di bumi. Namun mereka adalah manusia bukan malaikat, yang pasti tidak luput kesalahan dan dosa. Zubair bin Awwam yang menceraikan Asma binti Abu Bakar, adalah satu contoh bahwa mereka adalah manusiawi juga, tapi keimanan mereka amal-amalnya, ketaqwaannya, karya-karyanya adalah jauh sangat besar jika dibandingkan dengan satu keburukannya.
Karena kita adalah kumpulan manusia dan bukan kumpulan malaikat, maka sisipkanlah kacamata air dua kulah untuk melihat kesalahan saudaranya.
Wallahu A’lam bishshawab
==================
Oleh : Imam Rohani, ST. MT
No comments:
Post a Comment