Seorang yang shaleh bercerita:
Ketika aku sedang berthawaf di Baitullah, aku mendapati seorang laki-laki yang sedang sujud. Dalam sujudnya ia berkata, ’’Ya Tuhanku, apa yang telah Engkau lakukan mengenai urusan hamba-Mu yang terhalang ini?"
Ketika aku melewatinya lagi, dia masih mengucapkan kata- kata itu. Setelah aku menyelesaikan thawaf, dan ia telah menyelesaikan sujudnya, aku menghampirinya dan bertanya tentang ucapannya itu.
Dia menjawab, "Ketahuilah, dulu aku dan pasukanku pernah menyerang dan menggegerkan negeri Rum. Komandan pasukan kami mengumpulkan seluruh pasukan, lalu membawanya ke Rum. Setelah itu, dia memilih sepuluh orang prajurit berkuda, termasuk aku, untuk dijadikan mata-mata. Lalu kami memasuki suatu hutan, dan di sana kami mendapati sekitar enam puluh tentara kafir.
Sedangkan dari arah yang lain, kami mendapati sekitar enam ratus tentara kafir. Kemudian kami pulang melapor kepada komandan kami. Setelah itu, komandan mengirim pasukan muslimin untuk menyerang dan menangkap pasukan kafir tadi. Komandan berkata, "Kalian semua orang yang ".berkahi! Besok, pergilah lagi untuk melaksanakan tugas sebagai mata-mata!"
"Ketika malam sudah gelap, seperti biasa, kami -elaksanakan tugas kami sebagai mata-mata. Saat menjalankan Tugas itu, kami bertemu dengan seribu pasukan kafir, ialu mereka menangkap dan menawan kami. Kami dibawa ke hadapan raja Rum, kemudian raja memerintahkan agar kami dipenjara.
Suatu Ketika, sampailah kabar kepada raja, bahwa pasukan kaum muslimin telah membunuh para tawanan mereka, yakni orang- orang Rum, dan di antara para tawanan itu ada saudara sepupu raja Rum. Dikarenakan hal itu, raja merasa sedih yang amat dalam. Sehingga ia memerintahkan untuk menyiksa kami. Lalu, mereka menutup mata kami. Orang yang berdiri di samping raja berkata, "Sesungguhnya penyiksaan dengan menutup mata terlalu ringan bagi mereka. Buka saja mata mereka, agar mereka melihat penyiksaan mereka satu sama lain. Yang demikian itu tentu lebih menyakitkan bagi mereka."
"Lalu mereka membuka mata kami. Aku melihat orang yang berdiri di sisi raja itu mengenakan pakaian sutra yang di hiasi emas. Dia adalah orang muslim di antara kami yang murtad, lalu berpihak pada orang kafir. Karena sakit yang kurasakan, aku tidak kuasa berbicara dengannya. Lalu aku tengadahkan wajahku ke atas. Tiba-tiba aku melihat sepuluh bidadari yang masing-masing membawa nampan dan sapu tangan. Di atas bidadari, terdapat sepuluh pintu di langit yang terbuka. Maka mulailah algojo membunuh kami satu persatu. Ketika algojo membunuh salah seorang dari kami, turunlah satu bidadari mengambil ruhnya, membungkusnya dengan sapu tangan, kudian diletakkan di atas nampan, lalu dibawa masuk ke salah satu pintu yang ada di langit."
"Aku adalah orang terakhir yang akan dibunuh, ketika tiba giliranku, mendekatlah bidadari itu untuk mengambil ruhku seperti yang telah dilakukan oleh kawan-kawannya. Akan tetapi, saat algojo akan mengayunkan pedangnya, tiba-tiba orang yang ada di samping raja tadi berkata, "Wahai tuan raja, kalau tuan membunuh semuanya, lalu siapa yang akan memberitahu tentang kematian mereka pada pasukan kaum muslimin? Lepaskanlah orang ini, agar ia memberitahukan pada orang-orang Islam!" Maka sang raja pun tidak jadi membunuhku. Dengan begitu, berpalinglah bidadari tadi sambil berkata, "Kamu orang yang terhalang, kamu orang yang terhalang." Karena itulah, aku bersimpuh di sini dan berdoa, "Ya Tuhan, apa yang telah Engkau fakukan mengenai orang yang terhalang ini?"
Tuhan pun menjawab, "Jangan putus asa! Anugerah Allah itu sangat luas."
No comments:
Post a Comment