Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya. (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Kalau kita melihat begitu berupayanya manusia dalam mengejar kehidupan dunia dengan berlomba-lomba dalam meningkatkan kwalitas hidup dengan berlandaskan kepada harta, jabatan dan popularitas yang melahirkan pola kehidupan yang konsumtif masuk dalam katagori kehidupan yang sekuler atau materialisme. Pola kehidupan semacam ini ciri-cirinya dilakukan dengan segala macam cara, bersifat kekinian yang penting sekarang/saat ini…ntar gimana nanti dsb juga menekankan diperbolehkan tanpa aturan atau aturan yang dibuat untuk mencapai kepentingan/tujuan diri sendiri & kelompoknya.
Akibat orang yang selalu mengedepankan kehidupan dunia dan lupa akan negeri akherat adalah dalam berpolitik selalu menggunakan segala macam cara yang penting menang, dalam ekonomi dari pemerintahan sampai rakyatnya selalu mengedepanklan azas ribawi, TIP, hadiah (padahal Suap), kita untung yang lain rugi atau minimal kita untung banyak yang lain untung sedikit, ideologinya selalu menafikkan agama dengan mengedepankan hak asasi manusia dan demokrasi, berteman/bersosial selalu yang sifatnya menguntungkan diri dan kelompoknya, berbudaya tidak melihat aturan agama (khan pornoaksi adalah seni dsb).
Salah satu ciri orang yang selalu menginginkan kehidupan dunia dan lupa akherat adalah jika mendapat kesulitan hidup didunia maka ia ingat akan Allah, akan tetapi jika kesulitan itu berlalu maka ia lupa, bahkan berlaku zolim baik kepada diri sendiri maupun orang lain, hal ini telah difirmankan dalam Al Qur’an :
Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.".....Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Qs. Yunus [10] : 22 & 23).
Boleh jadi salah satu contoh orang yang mencintai kehidupan dunia yaitu selalu mengakhirkan sholat wajib lima waktu, mereka menyangka kehidupan dunia (dengan bisnisnya, meetingnya, tanggung jawab jabatan) lebih penting dari pada panggilan sholat (Hayya Alal sholaa.) marilah kita menunaikan sholat adalah panggilan Allah SWT, dan para ulama fiqih telah mewajibkan sholat diawal waktu jika tidak ada uzur syar’i (kepentingan agama/emergency) dan Rosulullah SAW telah bersabda bahwa sholat diawal waktu lebih utama, kenapa kita tidak mengambil yang utama boleh jadi dikarenakan tidak adanya ilmu atau tidak mampu melaksanakan perintahNya atau tidak mau tahu hal ini dikarenakan cintanya terhadap dunia.
Bahkan Allah subhana wata’ala telah menetapkan manusia yang dengan harta, jabatan, popularitas dan keluarganya hanya berorientasi kehidupan dunia saja dan melupakan negeri akherat telah digambarkan dalam firmanNya :Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir (Qs. Al Araaf [17] : 18).
Lain halnya dengan orang yang selalu mementingkan kehidupan akherat produk yang dihasilkan dalam kehidupannya adalah segala apa yang diperoleh didunia (Harta, jabatan, popularitas, keluarga, mempunyai kelompok yang banyak dsb) itu dijadikannya asesoris/sarana/alat untuk mencapai ketaatannya kepada Allah. Inilah sebagai indikator seorang muslim yang akan dinilai langsung oleh Allah berupa ujian-ujian apakah lulus atau tidak.
Jika ia seorang pemimpin maka selalu mengutamakan asas keadilan, jika ia seorang yang kaya maka ia akan mengutamakan kedermawanan/pemurah, jika ia seorang ulama maka ia akan mengutamakan kehati-hatian/teliti serta tegas dalam berfatwa, jika ia seorang yang miskin maka ia akan mengutamakan kesabaran, jika ia seorang yang penuh dengan kemaksiatan dan bergelimangnya dosa maka ia akan mengutamakan taubatan nasuha.
Ciri-ciri manusia yang mementingkan kehidupan akherat pertama, Istiqamah dalam kebaikan/kejujuran (menurut Allah & RosulNya). Tidak pernah berbohong/menipu, korupsi, atau melanggar aturan Allah dan Rosulnya walaupun ada kesempatan. Kedua,Mujahadah atau kesungguhan dalam melaksanakan semua aturan Allah dan RosulNya (tidak main-main/mempermainkan aturan). Ketiga, Penuh perhitungan dan kehati-hatian dalam setiap langkah kehidupannya (apakah halal/haram atau apa maslahat/mudharat atau ada unsur da’wah atau tidak). Keempat, dijadikannya ideologi agama Islam sebagai kurikulum kehidupan baik untuk diri, pekerjaannya, keluarganya, masyarakat bangsa dan negara.
Allah subhana wata’ala akan memberikan nilai (pahala) kelak diyaumil akhir kepada manusia yang dengan harta, jabatan, popularitas dan keluarganya hanya berorientasi kehidupan akherat saja dan tidak tertipu dengan aksesoris dunia digambarkan dalam firmanNya :
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Qs. Al Araaf [17] : 19).
Perlu kita ketahui sangatlah diperlukan konsep ”zuhud” yang kebanyakan orang telah membiaskan arti dari pada zuhud. Dari Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh bahwa ”Zuhud” adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Maka zuhud terhadap dunia maksudnya apabila berbuat bukan demi mendapatkan nilai duniawi tetapi semata-mata lillah (karena Allah), maka sama saja baginya mendapat pujian atau mendapat celaan manusia. Zuhud terhadap milik manusia maksudnya tidak ada dalam hatinya keinginan dan perhatian terhadap sesuatu yang menjadi milik orang lain. Barang siapa yang bisa merealisasikan dalam dirinya zuhud dengan pengertian di atas maka dia akan meraih cinta Alloh dan cinta manusia.
Dua kelompok besar yang berorientasi dunia dan akherat itu masing-masing diberi kesempatan yang sama oleh Allah untuk diuji mana yang selamat (surga) dan mana yang tidak selamat (neraka jahanam) hal ini difirmankan Allah SWT : Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu (ayat 18 & 19 diatas) Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Qs. Al Araaf [17] : 20).
Artinya orang bisa sukses didunia dengan harta, jabatan dan popularitas akan tetapi semangkin jauh dari ketaatannya kepada Allah dan RosulNya, hal ini karena kemurahan Allah (Kesuksesannya) dan diakaherat nanti pasti penghuni neraka jahanam.
Rosulullah bersabda : Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkan nya. (HR. Ibnu Majah).
Marilah kita introspeksi diri apakah kita sudah mengedepankan kepentingan negeri akherat, atau kita sudah tertipu selama ini dengan asoseris dunia(Kekayaan atau kemiskinannya), hidup adalah pilihan bukan main-main karena ada pertanggung jawaban kelak di yaumil akhir.
No comments:
Post a Comment