Perjalanan yang pahit kadang kala membuat seseorang ingat bahwa di luar dirinya ada kekuatan lain yang mengatur, yakni Allah Swt. Kesadaran itu akan menjadikan seseorang menjadikan perjalanan hidupnya lebih baik. Akan tetapi, banyak orang tidak memasrahkan dirinya kepada Allah, tidak ada rasa syukur sama sekali atas apa yang telah didapatkan.
Bagi Sumantri, apabila manusia dikaruniai berbagai macam rezeki oleh Allah, setidaknya ia manusia berupaya untuk selalu mensyukurinya. Begitu pula ketika manusia diberi sesuatu yang tidak disenangi, ia tetap ingat kepada Allah. Sebagai pedagang kaki lima, Sumantri memang hidup bersahaja, suka menolong, dan senang berbagi dengan sesama. Ia menyadari bahwa dirinya datang dari jauh untuk mengadu nasib di rantau. Tak ada sanak saudara sebagai tempat berpulang, ia hanya pasrah kepada Allah Sang Penguasa Alam yang mengatur segala sesuatunya di muka bumi ini. Sumantri meyakini bahwa tak ada yang bisa di-banggakan dalam kehidupan ini, tak ada yang bisa menjadi kebanggaan dalam kehidupan yang sementara ini. Kalaupun menjadi orang kaya, semua kekayaan itu akan hancur dan lenyap.
Pikiran-pikiran yang demikian selalu muncul dalam dirinya sehingga terpanggil untuk menunaikan shalat Tahajjud di malam hari. fa tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukannya tak lain untuk Allah semata. Sungguh pikiran ini sangat istimewa.
Ia sama sekali tak risau dengan kehidupannya. fa me-yakini bahwa kehidupan hanya bagian dari getaran kejiwaan yang semakin kompleks. Ia terkenal sebagai orang yang memiliki karakter lembut. Ketika berbicara, sangat santun dan tak suka meninggikan suara di hadapan banyak orang. Temannya menjadi segan.
Katanya suatu waktu, "Shalat Tahajjud adalah bagian dari darahku. Kalau saya usaha, saya bekerja, hanya karena kewajiban dari Allah agar lebih seimbang antara duniawi dan akhirat:’
Sumantri adalah orang yang bisa mengendalikan emosi-nya dengan baik. Meskipun ada banyak orang yang meledek, ia hanya tersenyum. Orang yang ada di sekitarnya sangat senang padanya. Senyum yang mengembang di bibirnya merupakan pancaran Tahajjud.
Dagangannya tergolong laris. Orang-orang banyak memilih membeli barang pada Sumantri karena senang dengan caranya melayani konsumen. Di samping memiliki sikap yang jujur, harga barangnya pun murah. Ternyata, senyuman juga menjadi bagian daya tarik agar orang lain berdatangan.
Saingan Sumantri, Bu Eko, kadang kala iri padanya. Ia suka melemparkan umpatan - umpatan dan membicarakan keburukan Sumantri di hadapan orang lain. Sumantri menyi kapinya dengan biasa saja dan tersenyum. fa tidak ingin membuat masalah. Ia meyakini bahwa sesuatu yang buruk tidak perlu dibalas dengan keburukan. Itu sepatutnya dibalas dengan sesuatu yang baik. Prinsip itu menjadi panduan hidupnya ketika berhubungan dengan orang lain. Ia selalu berupaya untuk bersikap baik pada Bu Eko.
Sumantri takut nanti dirinya tergelincir karena pengaruh Bu Eko. Ia takut nilai-nilai Tahajjud yang dibangunnya ternoda. Bahkan, ia menganggap bahwa tantangan yang dihadapinya adalah cobaan yang diberikan Allah. Jika ia mampu melewatinya, maka ia betul-betul memiliki pribadi Tahajjud yang berkualitas.
"Allah tidak memandang apakah seseorang itu adalah pedagang kaki lima atau seorang presiden, yang dipandang oleh-Nya adalah nilai ketakwaan dan aktualisasi ketakwaan itu sendiri:’
la berupaya untuk menerjemahkan nilai-nilai takwa dalam kehidupannya dan berupaya agar berada dalam posisi yang lebih baik. Itu menjadi bagian yang penting untuk dicontoh. Anda setidaknya berupaya menjadikan kehidupan sebagai proses perbaikan. Bangunlah hidup sehingga mampu menciptakan hidup yang lebih sempurna dan inspiratif sebagaimana Sumantri.
Dikutip dari buku " Kisah-Kisah Ajaib Pengubah Hidup ! "
Karya " Ustadz Amrin Ali Hasan "
No comments:
Post a Comment